aisyahnyayu
MAY 19 2014
BIODIESEL – TEKNOLOGI BIOMASSABAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam. Hutan, gunung, sawah dan lautan adalah potensi yang dimiliki Indonesia yang tersebar di seluruh penjuru tanah air. Indonesia juga menyandang beberapa nama yang diakui oleh dunia seperti “jambrut khatulistiwa” , “negara agraris” dan “negara maritim”. Salah satu kekayaan alam yang memiliki nilai penting bagi bangsa ini adalah kekayaan energi. Kekayaan energi yang dimiliki Indonesia tidak hanya berkaitan dengan jumlahnya saja tapi juga keberagamannya. Indonesia memiliki sumber energi konvensional (fosil) dan non konvensional (terbarukan). Oleh karena itu, tidaklah bijak jika Indonesia hanya bergantung pada salah satu dari sumber energi tersebut, yaitu pada energi fosil seperti Bahan Bakar Minyak (BBM). Energi fosil memerlukan waktu yang cukup lama untuk dapat diproduksi kembali, oleh karena itu seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk maka akan menyebabkan keterbatasan dalam penyediaannya. Sehingga energi alternatif pengganti energi fosil terus dicanangkan pemerintah. Salah satu energi alternatif yang sangat berpotensi untuk dikembangkan di Indoensia adalah energi biomassa. Dengan memanfaatkan tumbuh-tumbuhan seperti kelapa sawit, jarak pagar, tebu, singkong, alga dll maka dapat dihasilkan bahan bakar yang merupakan energi terbarukan. Proses produksi bahan bakar ini meliputi proses termofisika, termokimia, dan biokimia. Proses yang akan dibahas pada makalah ini adalah proses konversi biomassa secara termokimia. 1.2 Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah : 1. Apa itu konversi termokimia biomassa? 2. Berikan contoh mengenai cara mengkonversi suatu biomassa dengan konversi termokimia? 3. Jelaskan mengenai keunggulan biodiesel? 1.3 Tujuan Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut : 1. Memahami konsep konversi termokimia biomassa 2. Mampu memberikan contoh mengenai proses konversi termokimia biomassa seperti proses pembuatan biodiesel 3. Mengetahui keunggulan dari biodiesel 1.4 Manfaat Manfaat yang didapat dari penulisan makalah ini adalah : 1. Mendapatkan pengetahuan mengenai proses konversi termokimia bomassa 2. Menerapkan konsep konversi biomassa untuk menghasilkan bahan bakar alternatif, seperti biodiesel BAB II PEMBAHASAN 2.1 Biomassa Biomassa merupakan sumber energi terbarukan yang mengacu pada bahan biologis yang berasal dari organisme yang belum lama mati (dibandingkan dengan bahan bakar fosil). Sumber-sumber biomassa yang paling umum adalah bahan bakar kayu, limbah dan alkohol. Biomassa merupakan sumber energi terbarukan karena tanaman dapat kembali tumbuh pada lahan yang sama. Kayu saat ini merupakan sumber yang paling banyak digunakan untuk biomassa. Di Amerika Serikat, misalnya, hampir 90% biomassa berasal dari kayu sebagai bahan bakar. Ada tiga jenis proses yang digunakan untuk mengkonversi biomassa menjadi bentuk yang energi yang berguna yaitu: konversi termal dari biomassa, konversi kimia dari biomassa, dan konversi biokimia dari biomassa. Biomassa adalah sumber energi terbarukan tetapi ini tidak berarti biomassa adalah sumber energi yang benar-benar ramah lingkungan. Pertanyaan apakah kita harus menggunakan biomassa atau tidak telah menimbulkan banyak kontroversi di beberapa tahun terakhir. Para penentang mengatakan bahwa biomassa dapat menyebabkan emisi gas rumah kaca yang besar (dari pembakaran kayu), bahkan lebih besar daripada gas rumah kaca yang berasal dari pembangkit listrik berbahan bakar batubara. Di sisi lain, para pendukungnya mengatakan bahwa konsep biomassa berkelanjutan relatif mudah dicapai dengan menerapkan peraturan yang sangat ketat mengenai bahan yang digunakan dan bagaimana mereka dibakar. Biomassa dianggap sebagai karbon netral, ini berarti biomassa mengambil karbon dari atmosfer pada saat tanaman tumbuh, dan mengembalikannya ke udara ketika dibakar. Karena itulah, setidaknya menurut teori, terjadi siklus karbon tertutup tanpa peningkatan kadar karbon dioksida (CO2) di atmosfer. 2.2 Termokimia Termokimia ialah cabang kimia (http://id.wikipedia.org/wiki/Kimia) yang berhubungan dengan hubungan timbal balik panas dengan reaksi kimia atau dengan perubahan keadaan fisika. Secara umum, termokimia merupakan penerapan termodinamika (http://id.wikipedia.org/wiki/Termodinamika) untuk kimia. Konversi biomassa secara termokimia terbagi menjadi : pembakaran, gasifikasi, pirolisis, dan produksi biodiesel. 2.3. Biodiesel 2.3.1 Pengertian Biodiesel Biodisel merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran mono-alkyl ester dari rantai panjang asam lemak, yang dipakai sebagai enegil alternative bagi bahan bakar dari mesin diesel dan terbuat dari sumber terbaharui seperti minyak sayur atau lemak hewan. Senyawa utamanya adalah ester. Ester mempunyai rumus bangun sebagai berikut : Gambar 1. Rumus Bangun Ester Sebuah proses dari transesterifikasi lipid digunakan untuk mengubah minyak dasar menjadi ester yang diinginkan dan membuang asam lemak bebas. Setelah melewati proses ini, tidak seperti minyak sayur langsung, biodiesel memiliki sifat pembakaran yang mirip dengan petrodiesel (solar) dari minyak bumi, dan dapat menggantikannya dalam banyak kasus. Namun, itu lebih sering digunakan sebagai penambah untuk diesel petroleum, meningkatkan bahan bakar diesel petro murni ultra rendah belerang yang rendah pelumus. Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif yang paling dekat untuk menggantikan bahan bakar fosil sebagai sumber energi transportasi utama dunia, karena ia merupakan bahan bakar terbaharui yang dapat menggantikan diesel petro pada mesin sekarang ini. Bahan baku biodiesel yang dikembangkan bergantung pada sumber daya alam yang dimiliki suatu negara, minyak kanola di Jerman dan Austria, minyak kedelei di Amerika Serikat, minyak sawit di Malaysia, dan minyak kelapa di Filipina Indonesia mempunyai banyak sekali tanaman penghasil minyak lemak nabati, diantaranya adalah kelapa sawit, kelapa, jarak pagar, jarak, nyamplung, dan lain-lain. Beberapa tanaman yang potensial untuk bahan baku biodiesel dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Beberapa tanaman penghasil minyak di Indonesia Nama latin
Nama Indonesia
Nama lain (daerah)
Elaeis guineensis
Kelapa sawit
Sawit, kelapa sawit
Ricinus communis
Jarak (kastroli)
Kaliki, jarag (Lampung)
Jatropha curcas
Jarak pagar
–
Ceiba pentandra
Kapok
Randu (Sunda, Jawa)
Chalopyllum inophyllum
Nyamplung
nyamplung
Ximena americana
Bidaro
Bidaro
(Sumber : Pusat Penelitian Energi ITB) Agar dapat digunakan sebagai bahan bakar pengganti solar, biodiesel harus mempunyai kemiripan sifat fisik dan kimia dengan minyak solar. Salah satu sifat fisik yang penting adalah viskositas. Sebenarnya, minyak lemak nabati sendiri dapat dijadikan bahan bakar, namun, viskositasnya terlalu tinggi sehingga tidak memenuhi persyaratan untuk dijadikan bahan bakar mesin diesel. Perbandingan sifat fisik dan kimia biodiesel dengan minyak solar disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 perbandingan sifat fisik dan kimia biodiesel dan solar Sifat fisik / kimia
Biodiesel
Solar
Komposisi
Ester alkil
Hidrokarbon
Densitas, g/ml
0,8624
0,8750
Viskositas, cSt
5,55
4,6
Titik kilat, oC
172
98
Angka setana
62,4
53
Energi yang dihasilkan
40,1 MJ/kg
45,3 MJ/kg
(Sumber : Internasional Biodiesel, 2001) Dibandingkan dengan minyak solar, biodiesel mempunyai beberapa keunggulan. Keunggulan utamanya adalah emisi pembakarannya yang ramah lingkungan karena mudah diserap kembali oleh tumbuhan dan tidak mengandung SO x. Perbandingan emisi pembakaran biodiesel dengan minyak solar disajikan dalam Tabel 3. Tabel 3 perbandingan emisi pembakaran biodiesel dengan solar Senyawa emisi
Biodiesel
Solar
SO 2, ppm
0
78
NO, ppm
37
64
NO 2, ppm
1
1
CO, ppm
10
40
Partikulat, mg/Nm3
0,25
5,6
Benzen, mg/Nm3
0,3
5,01
Toluen, mg/Nm3
0,57
2,31
(Sumber : Internasional Biodiesel, 2001) 2.3.2 Senyawa Pembentuk Biodiesel 2.3.2.1 Trigliserida Minyak atau lemak adalah substansi yang bersifat non soluble di air (hidrofobik) terbuat dari satu mol gliserol dan tiga mol asam lemak. Minyak atau lemak juga biasa dikenal sebagai trigliserida (Sonntag, 1979). Struktur kimia trigliserida disajikan pada Gambar 2. Gambar 2 Rumus bangun trigliserida R1, R2, dan R3 merupakan rantai hidrokarbon yang berupa asam lemak dengan jumlah atom C lebih besar dari sepuluh. Senyawa inilah yang akan dikonversi menjadi ester melalui reaksi transesterifikasi. 2.3.2.2 Asam Lemak Bebas Selain mengandug trigliserida, minyak lemak nabati juga mengandung asam lemak bebas (free fatty acid), fosfolipid, sterol, air, odorants, dan pengotor-pengotor lainnya. Di antara kandungan-kandungan tersebut yang perlu diperhatikan ialah asam lemak bebas. Asam lemak bebas merupakan pengotor yang tidak boleh ada dalam reaksi transesterifikasi. Asam lemak bebas bereaksi dengan basa (katalis reaksi transesterifikasi) membentuk sabun dan air. Selain itu, reaksi transesterifikasi menghasilkan produk samping berupa gliserin. Sabun sulit dipisahkan dari gliserin, sehingga adanya asam lemak bebas dalam reaksi transesterifikasi dapat menyebabkan kesulitan dalam pemisahan produk. 2.3.2.3 Alkohol Alkohol digunakan sebagai reaktan dalam reaksi esterifikasi maupun transesterifikasi. Alkohol yang sering digunakan adalah metanol, etanol, propanol, dan isopropanol. Dalam skala industri, metanol lebih banyak digunakan karena harganya lebih murah daripada alkohol yang lain. Alkohol diumpankan dalam reaksi esterifikasi maupun transesterifikasi dalam jumlah berlebih untuk mendapatkan konversi maksimum. Pemakaian alkohol yang berlebih tentu saja menambah biaya produksi pembuatan biodiesel, oleh karena itu alkohol sisa di daur ulang. 2.3.2.4 Katalis Seperti reaksi kimia pada umumnya, pada reaksi esterifikasi dan transesterifikasi ditambahkan katalis untuk mempercepat laju reaksi dan meningkatkan perolehan. (i) Katalis Reaksi Esterifikasi Reaksi esterifikasi berjalan baik jika dalam suasana asam. Katalis yang sering digunakan untuk reaksi ini adalah asam mineral kuat, garam, gel silika, dan resin penukar kation. Asam mineral yang banyak dipakai adalah asam klorida, asam sulfat, dan asam fosfat. Asam klorida banyak dipakai untuk skala laboratorium, namun jarang dipakai untuk skala industri karena sangat korosif. Asam fosfat jarang digunakan sebagai katalis karena memberikan laju reaksi yang relatif lambat. Asam sulfat paling banyak digunakan dalam industri karena memberikan konversi tinggi dan laju reaksi yang relatif cepat. Selain asam mineral, katalis yang sering dipakai adalah resin penukar kation. Keunggulan katalis ini adalah fasanya yang padat sehingga pemisahannya lebih mudah dan dapat dipakai berulang. Selain itu, ester yang terbentuk tidak perlu dinetralkan. Namun, resin penukar kation merupakan katalis yang mahal dibandingkan dengan asam mineral. (ii) Katalis Reaksi Transesterifikasi Katalis yang sering digunakan untuk reaksi transesterifikasi yaitu alkali, asam, atau enzim. Penggunaan enzim masih belum umum dibandingkan alkali dan basa karena harganya mahal dan belum banyak penelitian yang membahas kinerja katalis ini. Alkali yang sering digunakan yaitu natrium metoksida (NaOCH 3), natrium hidroksida (NaOH), kalium hidroksida (KOH), kalium metoksida, natrium amida, natrium hidrida, kalium amida, dan kalium hidrida (Sprules and Price, 1950). Natium hidroksida dan natrium metoksida merupakan katalis yang paling banyak digunakan. Natrium metoksida lebih efektif dibandingkan natrium hidroksida (Fredman et. al., 1984; Hartman, 1956) tetapi harganya lebih mahal dan beracun. Untuk perbandingan molar alkohol dan asam lemak 6:1, perolehan ester untuk NaOH 1% dan NaOCH 3 0,5% hampir sama setelah direaksikan selama 60 menit Namun, pada perbandingan molar alkohol dan asam lemak 3:1, katalis natrium metoksida menunjukkan hasil yang lebih baik (Fredman et. al., 1984). Kalium hidroksida (KOH) mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan katalis lainnya. Pada akhir proses, KOH yang tersisa dapat dinetralkan dengan asam fosfat menjadi pupuk (K 3PO 4) sehingga proses produksi biodiesel dengan katalis KOH tidak menghasilkan limbah cair yang berbahaya bagi lingkungan. Selain itu, KOH dapat dibuat dari abu pembakaran limbah padat pembuatan minyak nabati. Asam yang dapat digunakan diantaranya asam sulfat (H 2SO 4), asam fosfat, asam klorida, dan asam organik. Katalis asam yang paling banyak banyak dipakai adalah asam sulfat. Pada kondisi operasi yang sama, katalis alkali jauh lebih cepat daripada katalis asam (Fredman et. al., 1984). Alkali dapat memberikan perolehan yang tinggi untuk waktu reaksi sekitar 1 jam sedangkan asam baru memberikan perolehan ester yang tinggi setelah bereaksi selama 3-48 jam. Pada alkali perolehan ester akan memuaskan untuk perbandingan molar alkohol dan asam lemak 6:1 sedangkan pada asam baru memberikan perolehan ester yang memuaskan untuk perbandingan molar alkohol dan asam lemak 30:1. Tetapi, katalis alkali tidak mengizinkan adanya kandungan asam lemak bebas dalam jumlah besar pada reaktan karena akan terjadi reaksi penyabunan. Oleh karena itu, untuk minyak nabati yang banyak mengandung asam lemak bebas dan air maka penggunaan katalis asam patut dipertimbangkan. 2.3.2.5 Pengotor Pengotor yang ada dalam biodiesel diantaranya gliserin, air, dan alkohol sisa. Pemisahan pengotor dilakukan untuk mendapatkan biodiesel yang memenuhi kriteria untuk dijadikan bahan bakar. (a) Gliserin Gliserin dan ester membentuk dua fasa yang tidak saling larut. Gliserin yang berada di lapisan bawah karena densitasnya lebih besar dari ester. Pemisahan gliserin dari ester dapat dilakukan dengan cara dekantasi. Gliserin merupakan produk samping proses pembuatan biodiesel yang bernilai ekonomis tinggi yang dapat dijual dalam keadaan mentah (crude glycerin) atau gliserin yang telah dimurnikan. Pemurnian gliserin akan lebih sulit jika terbentuk sabun hasil reaksi asam lemak bebas dengan basa. (b) Air Salah satu produk samping reaksi esterifikasi adalah air. Air harus dihilangkan sebelum reaksi transesterifikasi. Pemisahan air ini dapat dilakukan dengan penguapan atau menggunakan absorber. Pemisahan air dengan penguapan lebih banyak dilakukan dalam industri biodiesel karena lebih murah. Air menjadi sulit dipisahkan jika terdapat sabun hasil reaksi asam lemak bebas dengan basa. Air akan berikatan dengan sabun dan gliserin sehingga pemisahannya menjadi sulit. 2.3.3 Reaksi Pembuatan Biodiesel Ester dapat dibuat dari minyak lemak nabati dengan reaksi esterifikasi atau transesterifikasi atau gabungan keduanya. 2.3.3.1 Reaksi Esterifikasi Reaksi esterifikasi merupakan reaksi antara asam lemak bebas dengan alkohol membentuk ester dan air. Reaksi yang terjadi merupakan reaksi endoterm, sehingga memerlukan pasokan kalor dari luar. Temperatur untuk pemanasan tidak terlalu tinggi yaitu 55-60 oC (Kac, 2001). Secara umum reaksi esterifikasi adalah sebagai berikut : Asam lemak bebas alkohol ester alkil air Reaksi esterifikasi dapat dilakukan sebelum atau sesudah reaksi transesterifikasi. Reaksi esterifikasi biasanya dilakukan sebelum reaksi transesterifikasi jika minyak yang diumpankan mengandung asam lemak bebas tinggi (>0.5%). Dengan reaksi esterifikasi, kandungan asam lemak bebas dapat dihilangkan dan diperoleh tambahan ester. 2.3.3.2 Reaksi Transesterifikasi Reaksi Transesterifikasi sering disebut reaksi alkoholisis, yaitu reaksi antara trigliserida dengan alkohol menghasilkan ester dan gliserin. Berikut ini adalah tahapan reaksi transesterifikasi : trigliserida alkohol digliserida ester digliserida alkohol monogliserida ester monogliserida alkohol gliserin ester Secara keseluruhan reaksi transesterifikasi adalah sebagai berikut : Trigliserida 3 (alkohol) gliserin 3 (ester) Trigliserida bereaksi dengan alkohol membentuk ester dan gliserin. Kedua produk reaksi ini membentuk dua fasa yang mudah dipisahkan. Fasa gliserin terletak dibawah dan fasa ester alkil diatas. Ester dapat dimurnikan lebih lanjut untuk memperoleh biodiesel yang sesuai dengan standard yang telah ditetapkan, sedangkan gliserin dimurnikan sebagai produk samping pembuatan biodiesel. Gliserin merupakan senyawaan penting dalam industri. Gliserin banyak digunakan sebagai pelarut, bahan kosmetik, sabun cair, dan lain-lain. 2.3.4 Rute-Rute Proses Pembuatan Biodiesel Pembuatan biodiesel dengan bahan baku minyak berasam lemak bebas tinggi akan menimbulkan banyak rute karena diperlukan satu reaksi atau lebih dan pemisahannya. Berikut ini gambaran singkat mengenai rute-rute pembuatan biodiesel. 2.3.4.1 Rute I (transesterifikasi – esterifikasi ) Pada rute ini, pembuatan ester alkil dari minyak nabati dilakukan dengan dua reaksi, transesterifikasi dan esterifikasi. Asam lemak bebas dalam minyak lemak nabati direaksikan dengan basa membentuk sabun. Semua asam lemak bebas dikonversi menjadi sabun, sehingga minyak nabati yang masuk reaktor transesterifikasi bebas asam lemak bebas. Reaksi transesterifikasi dapat dilakukan satu tahap atau dua tahap, pada reaksi dua tahap dilakukan pemisahan gliserin di tengah-tengah reaksi, hal ini dilakukan agar kesetimbangan reaksi bergeser ke kanan, sehingga konversi yang diperoleh lebih tinggi. Hasil yang diperoleh dari keluaran reaktor transesterifikasi adalah ester, gliserin, sabun, dan pengotor. Ester dipisahkan dari produk dan sabun diubah kembali menjadi asam lemak bebas dengan pengasaman. Asam lemak dapat diubah menjadi ester alkil dengan reaksi esterifikasi. Asam lemak bebas bereaksi dengan alkohol menjadi ester dan air. Pada reaksi ini digunakan katalis asam, dapat berupa katalis homogen (cair) atau heterogen (padat). Katalis padat dapat memudahkan dalam proses pemisahan produk karena dapat disaring untuk kemudian dipakai kembali. Selain menghasilkan ester, reaksi esterifikasi juga menghasilkan produk samping berupa air. Ester hasil reaksi esterifikasi masih bercampur dengan pengotor-pengotor sehingga harus dimurnikan. Pengotor paling banyak adalah gliserin. Gliserin mempunyai massa jenis yang lebih besar daripada ester sehingga fasa gliserin berada di bawah, pemisahannya dapat dilakukan dengan dekantasi. Gliserin dapat dimurnikan lebih lanjut dan menjadi produk samping yang bernilai ekonomi cukup tinggi. Biodiesel hasil reaksi esterifikasi dicampurkan kembali dengan biodiesel hasil reaksi transesterifikasi. Biodiesel yang dihasilkan masih berupa produk mentah sehingga perlu dimurnikan. Pemurniannya dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan pencucian menggunakan air atau pemurnian dengan penukar ion (penukar anion untuk mengikat asam dan penukar kation untuk mengikat basa yang tersisa dari reaksi transesterifikasi). Pencucian dilakukan untuk menghilangkan garam, alkohol, dan pengotor yang larut dalam air. Rute ini tidak sesuai untuk memproduksi biodiesel dari minyak lemak nabati yang mengandung asam lemak bebas tinggi karena memerlukan bahan baku berupa asam dan basa relatif lebih banyak. 2.3.4.2 Rute II (esterifikasi – transesterifikasi) Seperti pada rute I, Rute ini juga menggunakan dua reaksi, yaitu esterifikasi dan transesterifikasi, namun pada rute ini reaksi esterifikasi dilakukan sebelum reaksi tranesterifikasi. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan asam lemak bebas sekaligus menambah perolehan biodiesel. Reaksi esterifikasi dapat dilakukan dengan katalis homogen maupun heterogen. Esterifikasi dengan katalis homogen menghasilkan produk yang bersifat asam sehingga sebelum reaksi transesterifikasi, kelebihan asam ini harus dinetralkan terlebih dahulu. Penetralan dapat dilakukan dengan penambahan basa atau menggunakan resin penukar anion. Penetralan menggunakan basa menghasilkan garam yang dapat menjadi pengotor, hal ini tidak terjadi pada penetralan menggunakan penukar ion. Reaksi esterifikasi menghasilkan produk samping berupa air. Air harus dipisahkan sebelum reaksi transesterifikasi. Pemisahan ini dapat dilakukan dengan penguapan atau menggunakan absorber. Umpan masuk reaktor transesterifikasi berupa trigliserida, ester, dan pengotor. Trigliserida direaksikan dengan metanol menghasilkan ester dan gliserin. Reaksi transesterifikasi dapat dilakukan dua tahap untuk mendapatkan konversi tinggi. Pada reaksi dua tahap, pemisahan gliserin dilakukan diantara kedua reaksi. Pemisahan gliserin ini berguna untuk menggeser kesetimbangan ke kanan sehingga konversinnya menjadi lebih tinggi. Reaksi transesterifikasi menghasilkan produk samping berupa gliserin. Ester dan gliserin tidak saling larut sehingga dapat dipisahkan dengan dekantasi. Fasa ester dimurnikan lebih lanjut untuk mendapatkan biodiesel yang sesuai dengan standard mutu yang disyaratkan. Fasa ester masih mengandung pengotor-pengotor, seperti : sisa katalis, garam, metanol, dan pengotor lainnya. Pemurnian fasa ester alkil dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pencucian dengan air atau menggunakan penukar ion. 2.3.4.3 Rute III (esterifikasi dengan metanol superkritik) Metanol superkritik adalah metanol yang berada pada kondisi diatas temperatur dan tekanan kritiknya, yaitu 350 oC dan 30 MPa. Esterifikasi dengan metanol superkritik mempunyai beberapa keunggulan yaitu waktu yang diperlukan untuk mencapai konversi yang diinginkan jauh lebih kecil daripada dengan cara konvensional dan proses pemisahan produknya lebih mudah karena tidak menggunakan katalis, sehingga tidak ada pengotor berupa katalis sisa. Namun, esterifikasi ini juga mampunyai kelemahan yaitu kondisi operasi harus pada temperatur dan tekanan tinggi. 2.3.5 Status-quo teknologi Produksi biodiesel telah dikembangkan secara komersial di Eropa dan Amerika Utara, dan produksinya terutama berdasarkan metode katalis alkali. Namun, untuk limbah minyak kualitas rendah, kombinasi proses dengan katalis asam telah dikembangkan dengan teknologi mereka sendiri yang tidak diungkapkan. Karena jumlah bahan baku yang terbatas di Jepang, pengembangan teknologi baru diharapkan dapat menangani limbah minyak kualitas rendah untuk dikonversi menjadi biodiesel berkualitas tinggi. 2.3.6 Keunggulan Biodiesel Keunggulan biodesel adalah sebagai berikut : 1. Mempunyai angka setana yang tinggi (diatas 50) yaitu : bilangan yang menunjukkan kualitas pembakaran bahan bakar atau bilangan yang menunjukkan kecepatan bakar bahan bakar didalam ruang mesin. Semakin tinggi angaka setana waktu tunda pembakaran semakin pendek. 2. Tidak mengandung sulfur dan benzena. 3. Dapat digunkan untuk semua motor diesel tanpa modifikasi. 4. Dihasilkan dari sumber daya terbarukan dan ketersediaan bahan bakunya terjamin , dapat diperbaharui dan biodegradable. 5. Biodiesel dapat dicampur dengan solar, biodiesel pada campuran 20% dengan solar dapat mengurangi partikel 30%, CO2 sebanyak 21%, dan karbohidrat total 47 % .Biodiesel 100% dapat menurunkan emisi CO2 sampai !00%, emisi SO2 sampai 100%, emisi CO antara 10 – 50 % , emisi HC antara 10 – 50 %, (Tritoatmodjo, R. 1995). 6. Viscositasnya tinggi sehingga mempunyai sifat pelumas yang baik dari pada solar sehingga memperpanjang umur pakai mesin. 7. Aman dalam penyimpanan dan transportasi karena tidak mengandung racun. 8. Mempunyai titik kilat yang tinggi sehingga lebih aman dari bahya dari kebakaran pada saat disimpan dan maupun pada saat didistribusikan. 9. Dapat mengurangi asap hitam dari gas buang mesin diesel secara signifikan walaupun penambahan hanya 5% – 10 % volume biodiesel kedalam solar. 10. Dapat diproduksi secara lokal. BAB III PENUTUP – Biomassa merupakan sumber energi terbarukan yang mengacu pada bahan biologis yang berasal dari organisme yang belum lama mati (dibandingkan dengan bahan bakar fosil). – Ada tiga jenis proses yang digunakan untuk mengkonversi biomassa menjadi bentuk yang energi yang berguna yaitu: konversi termal dari biomassa, konversi kimia dari biomassa, dan konversi biokimia dari biomassa. – Termokimia merupakan penerapan termodinamika (http://id.wikipedia.org/wiki/Termodinamika) untuk kimia. Konversi biomassa secara termokimia salah satunya adalah produksi biodiesel. DAFTAR PUSTAKA http://www.indoenergi.com/2012/04/pengertian-biomassa.html (http://www.indoenergi.com/2012/04/pengertian-biomassa.html), diakses tanggal 09-03-2014 http://www.search-document.com/pdf/1/2/aplikasi-termokimia-dalam-pertanian.html (http://www.search-document.com/pdf/1/2/aplikasi-termokimia-dalampertanian.html) diakses tanggal 09-03-2014
Report this ad
Report this ad By nyayuaisyah APR 9 2014
PENETAPAN HARGA ENERGI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan bagian yang terpenting dari kehidupan, oleh karena itu energi tidak dapat dipisahkan dari sendi-sendi kehidupan, yang salah satunya adalah perekonomian suatu negara. Keterkaitan antara energi dengan perekonomian suatu negara secara umum dapat dilihat dalam beberapa komponen makro seperti penerimaan pemerintah, penerimaan ekspor dan neraca pembayaran. Jika kita membicarakan mengenai ekonomi energi maka tidak akan terlepas dari masalah harga. Harga pada kondisi ideal adalah titik temu antara jumlah yang diminta konsumen dengan jumlah yang ditawarkan oleh produsen. Dalam keadaan yang sebenarnya sangat sulit menentukan besarnya permintaan dan penawaran akan energi disuatu negara. Untuk itu diperlukan beberapa pendekatan tertentu, seperti analisa penetapan harga. Analisa penetapan harga sektor energi sangat penting dalam kaitannya dengan kebijakan. Secara bersamaan struktur harga dapat mengontrol permintaan maupun penawaran energi dan, dalam hubungannya dengan kebijakan energi, penetapan harga berdampak langsung terhadap konsumsi energi untuk keperluan industri, transportasi, rumah tangga dan komersial serta pembangkit listrik. Dari sudut ilmu ekonomi murni, penetapan harga sebagai perangkat dalam kebijakan energi dapat menjadi sangat kompleks, terutama untuk negara berkembang seperti Indonesia. Berbagai kepentingan sosial, ekonomi, dan politik di negara ini saling terkait dalam kebijaksanaan penetapan harga. Harga harus dapat berperan sebagai perangkat kebijaksanaan pemerintah saat digunakan mengatur keseimbangan permintaan dan penawaran. Untuk itu konsumen, pemerintah dan produsen perlu memahami dengan benar konsep penetapan harga energi. 1.2 Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah yang akan dibahas adalah : 1. 2. 3. 4.
Bagaimana konsep penetapan harga energi? Bagaimana Bagaimana Apasaja masalah dalam penetapan harga energi di Indonesia dan bagaimana solusinya?
1.3 Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah : 1. Memahami konsep penetapan harga energi. 2. Mengetahui implementasi konsep penetapan harga energi di Indonesia. 3. Mengetahui masalah dalam penetapan harga energi di Indonesia. 1.4 Manfaat Penulisan Adapun manfaat dari penulisan makalah ini yaitu : 1. Menambah ilmu pengetahuan mengenai konsep penetapan harga energi yang dilakukan negara berkembang seperti Indonesia 2. Dapat memberikan solusi terhadap permasalahan dalam penetapan harga energi di Indonesia. BAB II PEMBAHASAN 2.1 Konsep Penetapan Harga Energi Tingkat harga energi secara ekonomi pada intinya harus memenuhi dua kriteria utama dari sisi produsen dan konsumen. Harga bagi produseen harus memenuhi total biaya produksi sumber daya energi. Kriteria produsen secara sederhana diwakili oleh kurva penawaran sumber energi yang terdiri dari komponen long run marginal cost (LRMC), premi pengurasan dan biaya eksternalitas. Jumlah ketiga komponen tersebut merupakan harga minimal yang harus dipenuhi produsen. Komponen paling penting adalah LRMC, karena kurva penawaran idealnya hanya mencerminkan biaya untuk memproduksi suatu barang. Karena berkait dengan barang energi, terutama energi primer yang tidak dapat diperbaharui, harga minimal perlu menambahkan premi pengurasan. Sementara biaya eksternalitas merupakan komponen yang muncul belakangan karena berkaitan dengan semakin maraknya isu lingkungan tentang energi. Harga yang terbentuk harus dapat diterima konsumen. Harga ini dapat memberikan alternatif bagi penggunaan energi yang paling baik diantara berbagai jenis energi yang ada. Artinya, konsumen suatu jenis energi bersedia membayar harga minimal paling tinggi sampai dengan harga energi alternatif terbaik berikutnya. Kriteria itu diterjemahkan dalam bentuk kurva permintaan dan menunjukkan harga maksimal yang dapat diterima konsumen yang biasa disebut nilai netback. Dan interaksi antara produsen dan konsumen dengan asumsi pasar persaingan sempurna dinyatakan dalam penggabungan kurva penawaran dan permintaan seperti tampak dalam grafik 2.1 dibawah ini. Grafik 1 Permintaan dan Penawaran Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa : 1. terdapat suatu titik dimana menunjukkan posisi keseimbangan antara produsen dan konsumen, titik Pe. 2. Bagaimanapun bentuk pergerakan harga energi, pergerakan ini akan berhenti pada posisi harga yang sama dengan Pe. 3. Jika pergerakan sampai pada kurva penawaran yang lebih besar daripada kurva permintaan, atau biaya penawaran yang lebih besar daripada kurva permintaan, atau biaya penawaran lebih besar daripada nilai netback, konsumen akan beralih pada sumber energi alternatif lain yang biaya produksinya lebih rendah. Dalam kehidupan sehari-hari sangat sulit mencapai harga pada kondisi keseimbangan. Selain data statistik yang menggambarkan perubahan permintaan maupun penawaran tidak memadai, berbagai distorsi seperti pajak, subsidi, monopolli, dan politik menyulitkan penentuan kondisi keseimbangan sebenarnya. 2.2 Metodologi Penetapan Harga Energi 2.2.1 Biaya Dasar atau Harga Minimum Biaya dasar atau harga minimum, merupakan kriteria yang berasal dari sisi penawaran. Biaya ini dapat pula dikatakan sebagai biaya minimum yang diperlukan produsen untuk memproduksi satu jenis sumber energi. Biaya ini dapat dibagi menjadi tiga yaitu biaya penawaran (cost of supply), premi pengurasan (depelation allowance), biaya eksternal (external cost) dan biaya transpor (transport cost). 2.2.1.1 Biaya Penawaran Dalam menentukan biaya penawaran dilakukan pendekatan dengan menggunakan metode AIC (Average Incremental Cost). Perhitungan AIC hanya memperhitungkan tambahan biaya yang diperlukan untuk mempertahankan kemantapan produksi dalam kurun waktu tertentu. Pada kasus Indonesia BUMN berperan sebagai pemasok tunggal sumber energi tertentu. Untuk itu Bank Dunia memberi saran agar digunakan konsep perhitungan biaya rata-rata penuh (Average Full Cost). AFC adalah Aic dengan penambahan kompensasi untuk produsen. 2.2.1.2 Premi Pengurasan Premi pengurasan adalah komponen biaya untuk mengukur pertambahan biaya produksi sumber daya energiyang tidak terbarukan. Selain itu juga menggambarkan satu unit sumber energi yang digunakan saat ini tidak akan tersedis lagi dimasa akan datang. Untuk kasus Indonesia diperlukan kebijakan khusus untuk mengatur premi pengurasan karena pemilik energi bukan produsen energi. 2.2.1.3 Biaya Eksternal Pada dasarnya, biaya eksternal adalah besarnya biaya sosial yang dibebankan kepada masyarakat sebagai akibat tidak langsung kegiatan produksi dan konsumsi sumber energi. Seberapa besar biaya sosial yang dibebankan tergantung batasan ambang batas yang tertuang dalam kebijakan masing-masing negara. Indonesia mamberikan ambang batas pencemaran yang ketat jika dibandingkan dengan negara-negara lain. Usaha mencari formulasi penentuan ambang batas yang lebih pasti memang terus dilakukan. Di sisi lain tampak proses yang secara bertahap berusaha memasukkan komponen biaya eksternal sebagai biaya internal. Usaha tersebut dilakukan lewat perencanaan yang lebih baik, penambahan peralatan atau iuran yang ditarik pemerintah sebagai kompensasi atas kerusakan lingkungan yang terjadi. Untuk hal terakhir tercermin lewat biaya restribusi, pajak atau biaya izin pembuangan limbah. 2.2.1.4 Biaya Transportasi Biaya transportasi atau sering disebut biaya distribusi terjadi karena terdapat masalah jarak antara sumber dan pemakai energi. Energi harus diangkut dari sumbernya supaya dapat dikonsumsi. Biaya transportasi harus dihitung dan dibebankan dalam harga pada titik konsumen. Biaya transportasi dapat mempengaruhi skala ekonomi produksi suatu sumber energi. Biaya transportasi dapat dipengarui oleh beberapa faktor berikut: 1. Biaya transportasi oleh jarak/keadaan geografi titik permintaan. Jarak semakin jauh akan meningkatkan biaya transportasi pada volume penjualan tertentu. 2. Biaya transportasi akan sensitif terhadap banyaknya konsumen. Semakin banyak konsumen, semakin besar pula volume yang harus disediakan. 3. Biaya transportasi dipengaruhi oleh proporsi cadangan yang diolah pada titik permintaan tertentu. Apabila pangsa pasar yang terpenuhi pada titik permintaan relatif kecil dibandingkan dengan besarnya potensi cadangan, sementara potensi permintaan sangat besar, produksi energi dapat ditingkatkan tanpa perlu mengandalkan pasar yang lebih jauh dengan biaya transportasi lebih besar. 4. Biaya transportasi dipengaruhi oleh cara penentuan harga. Jika harga pada titik permintaan yang saling berbeda tempat, maka semakin jauh jarak titik tersebut semakin besar pula beban biaya yang harus ditanggung produsen 5. Biaya transportasi sangat dipengaruhi oleh modus transportasi yang digunakan. 2.2.2 Nilai Netback Nilai netback pada dasarnya membahas kemungkinan harga tertinggi yang bersedia dibayar konsumen untuk mendapatkan energi tertentu. Penghitungan mengansumsikan seorang konsumen akan memilih alternatif harga paling murah dan membandingkan secara relatif nilai suatu jenis energi terhadap jenis energi alternatif lainnya. Dengan asumsi pasar persaingan sempurna, seorang konsumen bersedia membeli energi jika harganya lebih kecil atau setidaknya sama dengan biaya produksi. Dalam hal ini Netback harus lebih besar atau sama dengan biaya dasar atau harga minimum. Sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai netback adalah nilai maksimum yang sedia dibayar konsumen dihadapkan dengan harga barang produksi atau biaya dari alternatif terbaik penggunaan energi lainnya. 2.2.3 Harga Efisien Harga efisien sebenarnya merupakan tingkat harga yang terbentuk saat permintaan sama dengan penawaran, atau saat keseimbangan. Dalam kenyataannya harga efisien sangat sulit ditemui. Meskipun begitu, tingkat harga efisien penting untuk diketahui terutama oleh para pembuat kebijakan. Dengan mengetahui secara pasti harga efisien, pemerintah dapat menetapkan sekaligus menentukan lebih jauh besar surplus ekonomi yang dapat diterima lewat keijakan fiskal tanpa harus merugikan produsen energi. Dalam praktiknya harga efisien dihitung dengan menggunakan metode optimalisasi, yaitu mendefinisikan tujuan dan kendala yang timbul dari usaha menuju optimalisasi. Contohnya adalah sebagai berikut : – Meminimalkan biaya, atau – Memaksimalkan keuntungan 2.2.4 Harga Finansial Harga finansial adalah harga patokan atau harga minimal yang muncul di sisi produsen. Mekanismenya adalah proses negosiasi dengan pihak konsumen. Harga maksimum yang dapat diperoleh konsumen merupakan harga finansial tadi. Jika konsumen bersedia membayar pada tingkat harga tersebut berarti konsumen akan membeli. Jika tidak bersedia, maka konsumen akan mencari energi alternatif lain yang dapat mensubstitusi energi tersebut. Harga finansial berhubungan erat dengan sistem perjanjian kerja yang berlaku antara produsen dan pemerintah. Sebagai contoh harga finansial minyak, gas bumi, batubara dan panas bumi di Indonesia. Pengembangan energi primer tersebut dapat diusahakan sendiri oleh BUMN yang bersangkutan atau berdasarkan kontrak bagi hasil, kontrak operasi bersama dan kontrak kerja sama. Perhitungan harga finansial akan berbeda bila semua diusahakan sendiri oleh BUMN yang bersangkutan. Hal ini disebabkan perbedaan formula yang diterapkan pemerintah untuk menghitung bagian BUMN dan pihak investor. 2.3 Beberapa Masalah dalam Penetapan Harga Energi di Indonesia 2.3.1 Alokasi Sumber Energi Seperti telah di jelaskan sebelumnya, penetapan harga harus dapat memenuhi kriteria produsen dan konsumen yaitu long run marginal cost (LRMC) dan nilai netback. Penetapan harga di bawah nilai LRMC mengakibatkan kerugian di pihak produsen dalam jangka panjang. Sementara penetapan harga yang melebihi nilai netback akan merugikan konsumen. Pada kenyataannya penetapan harga di indonesia sangat di pengaruhi berberapa hal yaitu : 1. variabel ekonomi (efisiensi), 2. distribusi energi 3. finansial (inefisiensi) Harga yang di tetapkan sampai saat ini tidak berada pada tingkat efisien maupun inefesiensi. Subsidipun masih tetap diberlakukan. Dengan kata lain penetapan harga energi di indonesia belum mengarah pada penetapan harga yang efisien. Penetapan harga masih dihubungkan dengan distribusi pendapatan melalui struktur harga energi. Seperti dalam penjelasan harga finansial, inefesiensi alokasi sumber energi terjadi karena distorsi pasar. Kasus distorsi pada umumnya bersumber dari intervensi pemerintah melalui pajak dan subsidi. Namun di sini perlu ditekankan bahwa intervensi tersebut di selenggarakan berkaitan dengan obyektif sosial. Terlepas dari maksud dan tujuan pemerintah, penetapan pajak dan subsidi yang tidak tepat akan menimbulkan inefesiensi bagi perekonomian. Dari kerangka ekonomi mikro, dengan menganggap elastisitas permintaan dan penawaran sama dan moderat, penetapan pajak membuat harga menjadi lebih tinggi dari pada harga keseimbangan. Dampak selanjutnya penetapan pajak tersebut adalah penurunan surplus produsen dan surplus konsumen. Pembahasan subsidi sebenarnya identik dengan pajak. Namun subsidi di sini dianggap negative tax. Output yang dihasilkan saat ini lebih banyak dari pada yang seharusnya terjadi pada posisi keseimbangan. Dalam sejarah penetapan harga di Indonesia, subsidi selalu mendapat perhatian khususnya dalam distribusi kesejahteraan bagi masyarakat yang kurang mampu dan untuk mendorong industrialisasi. 2.3.2 Obyektif Sosial Obyektif sosial merupakan kaidah keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat. Fungsi atau obyektif sosial terutama masalah subsidi seperti telah di jelaskan sebelumnya, subsidi memang tidak akan mencerminkan tingkat harga energi yang sebenarnya. Namun dalam kebijakan harga, subsidi merupakan salah satu instrumen untuk meratakan penggunaan energi di masyarakat, terutama masyarakat berpenghasilan rendah. Selain itu subsidi juga dapat dijadikan alat untuk mendukung sektor industri. Kebijakan subsidi diberlakukan ketika harga suatu produk energi dinilai tidak sebanding dengan daya beli masyarakat berpenghasilan rendah. Pemerintah indonesia sendiri menerapkan dengan subsidi silang. Suatu produk energi dijual dengan harga tinggi, diatas tingkat harga sebenarnya dan selisih harga digunakan untuk menutup kerugian produk energi yang lain. Contoh klasik di indonesia adalah subsidi produk energi minyak tanah. Minyak tanah merupakan jenis energi yang paling banyak di gunakan, terutama untuk kalangan masyarakat berpenghasilan rendah. Subsidi silang terhadap minyak tanah diberikan premium, bahan bakar yang sering digunakan masyarakat untuk kendaraan bermotor. Subsidi untuk sektor industri diberikan pada bahan bakar solar, jenis energi yang sering di gunakan sektor industri. Namun tampaknya perlu di cermati apakah subsidi solar dan minyak tanah sudah tepat diterima oleh pengguna akhir yang memang betul-betul memerlukan. Data terbaru biro pusat statistik menunjukan bahwa masyarakat berpendapatan menengahpun masih banyak yang mengkonsumsi minyak tanah. Di samping itu, menurut hasil studi yang di lakukan Mark Pitt. Tidak terdapat hubungan yang segnifikan antara harga dengan konsumsi kayu bakar masyarakat yang berpenghasilan rendah. Penggunaan kayu bakar oleh masyarakat berpenghasilan rendah l;ebih disebabkan tingkat pendapatan mereka yang rendah. Bila konsumsi masyarakat lapisan tersebut ingin di ubah ke BBM, maka pendapatan mereka harus ditingkatkan terlebih dahulu. Contoh lain adalah penerapan subsidi tarif listrik. Penerapan tarif listrik di indonesia di bedakan menurut pengguna akhir. Tarif untuk kalangan industri berbeda dengan tarif untuk perkantoran dan rumah tangga. Salah satu fungsi pembedaan tarif ini adalah untuk memberikan subsidi silang di antara berbagai pengguna tersebut. Penetapan tarif untuk golongan industri dan perkantoran tertentu umumnya lebih besar dari pada penetapan tarif untuk golongan rumah tangga tertentu. Tarif untuk berbagi golongan masih di pilah lagi berdasarkan batas daya. Dalam praktik, subsidi dapat dibedakan antara subsidi secara finansial atau secara ekonomi. – Secara finansial subsidi hanya merupakan selisih antara biaya produksi dan biaya distribusi dengan harga produk energi tersebut yang sebenarnya terjadi di pasar. – Sedangkan subsidi secara ekonomi merupakan perbedaan antara harga yang sebenarnya terjadi dari proses produksi dengan harga efisien. Jika selisihnya tidak dijadikan subsidi, dalam subsidi secara ekonomi ini. Seluruh selisih tersebut akan di tanggung oleh masyarakat dan perekonomian sebagai beban inefisiensi. 2.3.3 Masalah Lingkungan Indonesia memasukkan isu lingkungan dalam penetapan harga lewat biaya eksternal dalam struktur biaya produksi. Konsep ini dijalankan untuk mendukung terlaksananya pembangunan yang berkelanjutan. Berbagai komponen biaya yang berhubungan dengan isu lingkungan dalam praktik digunakan untuk kegiatan penanggulangan dampak negatif terhadap lingkungan. Di samping itu juga untuk tujuan konservasi sumber daya energi, sehingga keberadaanya dapat terus terjamin untuk masa akan datang. Biaya ekstenal yang dikeluarkan produsen energi terkait erat dengan ambang batas pencemaran yang ditentukan oleh otoritas lingkungan. Di indonesia, pelaksanaanya harus memenuhi persyaratan analisa mengenai dampak lingkungan dan pencegahannya memerlukan biaya yang sudah termasuk dalam struktur biaya energi. 2.3.4 Harga Energi di Indonesia 2.3.4.1 Tujuan Penentuan Harga Tujuan penentuan harga adalah sebagai berikut : 1. untuk memperoleh keuntungan setelah dihitung biaya produksinya, 2. untuk memperoleh kembali nilai investasi pada peralatan yang telah dibeli, atau peralatan yang telah ditetapkan cukup rendah di bawah biaya produksi hingga diderita kerugian. 3. untuk mencapai tujuan pemerataan agar mereka yang berpendapatan rendah dapat membelinya. Namun penetapan harga terialu rendah akan menyebabkan banyaknya permintaan hingga melebihi biaya produksinya. Sebagai contoh adalah penetapan harga minyak tanah (kerosin) yang terialu rendah. Di zaman Orde Lama, BBM yang dianggap sebagai komoditi yang strategis dan vital merupakan bahan kebutuhan pokok dan harganya ditetapkan sangat rendah, hingga permintaan jauh melebihi penawarannya. Antrian dan penjatahan harus dilakukan, hingga muncul pasar gelap dengan harga transaksi yang sangat tinggi dibandingkan dengan harga resminya yang ditetapkan terialu rendah. Kebijakan ini akan memacu pengurasan sumber alam energi terialu cepat. Hal inipun seharusnya tidak terjadi pada sumber energi utama lainnya, misalnya batu bara. Perlu dipertimbangkan bahwa, manakah yang lebih tinggi antara manfaat yang diperoleh dari konsumsi di dalam negeri dengan manfaat atau hasil yang bisa diperoleh dengan meng-ekspornya. Atau secara ekonomika populer dikatakan bahwa biaya oportunitas konsumsi dalam negeri adalah penggunaannya untuk ekspor. Harga suatu komoditi ditentukan bersama oleh unsur kekuatan pasar yaitu permintaan dan penawaran, serta oleh intervensi atau penentuan harga oleh pemerintah. 2.3.4.2 Penetapan Harga Energi Primer 1. Minyak Bumi Sejak tahun1970-an hingga saat ini Indonesia mengenal dan menerapkan dua model penetapan harga minyak mentah di pasar internasional. Kedua model penetapan harga tersebut adalah : – GSP (Government Sale Price) Harga GSP diterapkan sejak tahun 1968 – 1986 saat harga minyak mentah di pasar dunia menunjukkan perkembangan menggembirakan. Harga GSP berpedoman pada harga yang telah ditetapkan OPEC. – ICP (Indonesia Crude Price) Karena harga minyak dunia terus berfluktuasi maka Indonesia menetapkan patokan harga baru, yaitu Indonesia Crude Price. Perhitungan ICP dibuat berdasarkan harga basket minyak mentah dunia yang dikeluarkan oleh Asian Petroleum Price Index (APPI). 1. Gas Bumi Harga gas bumi diusahakan memenuhi kriteria produsen dan konsumen. Namun dalam penetapan harga gas bumi terdapat beberapa kendala, diantaranya adalah teknis pemurnian gas bumi dan pencairan dalam bentuk LNG ekspor sehingga membuat biaya teknologi gas bumi masih sangat mahal. Pada prinsipnnya harga gas bumi Indonesia ditentukan berdasarkan hasil negosiasi antara produsen dan konsumen. Namun harga pemakaian gas bumi untuk konsumen tertentu, seperti rumah tangga yang disalurkan oleh Perusahaan Gas Negara (PGN), ditetapkan oleh pemerintah setelah dibandingkan dengan harga BBM tertentu yang menjadi saingan gas bumi. Langkah ini untuk mendorong pemakaian gas bumi lebih banyak di tingkat konsumen. 1. Batubara Harga yang berlaku untuk batubara sesuai dengan harga yang terjadi di pasar internasional. Pemerintah sendiri pernah menetapkan harga energi batubara konsumsi domestik tidak melebihi harga CIF batubara impor Asia Pasifik dan 65 persen harga minyak bakar domestik. Untuk ekspor, batubara Indonesia tetap mengacu pada harga pasar dengan memperhatikan pesaing yang ada terutama Australia dan Kanada. Harga untuk dalam negeri terutama ditetapkan melalui negosiasi antara produsen dan konsumen dengan memperhatikan ROR yang wajar untuk produsen batubara. 1. Panas Bumi Harga jual panas bumi sebagai energi primer di Indonesia terbagi menjadi dua sistem, yakni berdasarkan pola pengusahaan industri panas bumi nasional lewat harga jual uap hasil produksi Pertamina dan harga jual uap hasil produksi Kontrak Operasi Bersama pengembangan swasta dengan Pertamina. Pada saat ini keekonomian panas bumi memang hanya untuk pembangkit listrik. Harga jual uap Pertamina ditetapkan sebesar 80 persen dari harga eceran minyak bakar dalam negeri (Rp/liter) dan dengan faktor konversi 0,28 untuk mengubah menjadi Rp/kWh. Sedangkan besarnya harga jual dari Kontrak Operasi Bersama (KOB) ditetapkan dan dieskalasi dalam suatu indeks. Penetapan harga dibuat dalam serangkaian formula yang diatur dalam kontrak berdasarkan hasil negosiasi antara konsumen PLN dan KOB. Penetapan harga seperti itu dilakukan untuk panas bumi dari Salak dan Darajat. 1. Air Energi air adalah bentuk energi primer yang dapat diperbarui. Peranannya sangat besar terutama dalam pengadaan listrik untuk masyarakat. Penggunaannya sebagai sumber pembangkit listrik merupakan usaha untuk mendukung diversifikasi energi. Diharapkan penggunaan energi air dapat mengurangi tingkat konsumsi BBM. 2.3.4.3 Penetapan Harga Energi Sekunder 1. Bahan Bakar Minyak Konsep penetapan harga BBM di Indonesia secara umum terdiri dari tiga metode, yaitu border price, Harga Pokok Penjualan (HPP) BBM, dan harga pemerintah. Hal lain yang berkaitan erat dengan penetapan harga BBM adalah masalah subsidi. Penetapan harga metode border pricemengacu padapenetapan harga eks kilang Singapura. Penetapan harga ini diasumsikan berlaku pada harga yang kompetitif. Dengan asumsi tersebut harga BBM dari kilang singapura menggunakan posted price yang dipublikasikan secara rutin. Harga ini kemudian ditambah komponen biaya seperti transportasi, pajak, subsidi dan sebagainya. Semua itu menjadi harga jual di Indonesia (landed price). Tabel 1 merupakan contoh Posted Price Singapura pada awal 1998. Tabel 1 Harga BBM impor (singapore posting) Januari 1998 produk
Harga (Ekivalen RP/Liter)
Avgas
1.152.20
Avtur
1.004.25
premium
1.124.09
minyak tanah
1.004.25
minyak solar
1.102.95
minyak diesel
931.10
minyak bakar
750.15
Sumber: Laporan Rutin Pasar Minyak Singapura. PLATTS, 1998 Tabel 2 Harga Jual Eceran Dalam Negeri Bahan Bakar Minyak Bumi dan Perhitungan Besarnya Subsidi Ekonomi Produk
Harga
Besarnya Subsidi Ekonomi
Avgas
420
420-1.152.20=(732.2)
Avtur
420
420-1.004.25=(584.25)
Premium
700
700-1.124.09=(424.09)
minyak tanah
280
280-1.004.25=(724.25)
minyak solar
380
380-1.102.95=(722.95)
minyak diesel
360
360-931.10=(571.1)
minyak bakar
240
240-750.15=(510)
Sumber: Departemen Pertambangan dan Energi. Keppres No. 1/1993 Sistematika perhitungan harga BBM di Indonesia pertama kali dimulai dengan mencari harga pokok penjualan produksi BBM dalam satuan rupiah per liter. Dalam konsep ekonmi mikro perhitungan itu merupakan nilai biaya rata-rata (average cost) produksi BBM. HPP dihitung dengan mengurangi pendapatan penjualanb BBM dalam negeri setelah itu dikurangi biaya-biaya kemudian dibagi dengan besarnya volume BBM. Sisi biaya dikelompokan dalam biaya pengadaan minyak mentah dan produk serta biaya operasi. Biaya pengadaan minyak mentah dan produk merupakan biaya yang dominan dalam struktur biaya bbm yang terdiri atas pembelian minyak mentah, impor BBM, perubahan persediaan, dan nilai non-BBM. Sedangkan biaya operasi terdiri dari atas biaya pengolahyan, biaya distribusi, biaya angkutan laut, biaya umum dan aministrasi, biaya bunga dan biaya penyusun. Harga BBM berdasarkan ketetapan pemerintah adalah harga yang ditetapkan dan diberlakukan untuk konsumsi nasional. Tabel 2 merupakan contoh harga yang ditetapkan pemerintah, dan tetap dipakai sampai dengan februari 1998, seperti tertera dalam Keppres No. 1/1993 tentang Harga jual eceran dalam negeri Bahan bakar minyak bumi. Nilai HPP yang diperoleh setelah dikurangi harga rata-rata Pertamina disebut laba bersih minyak (LBM). Nilai LBM negatif mencermikan besarnya subsidi yang harus dikeluarkan. Bila positifberrarti mencerminkan laba bersih. Terlihat diatas untuk mempertaankan supaya hargadengan seperti tertera dalam Keppres no.1/1993, LBM merupakan besarnya subsidi yang harus dikeluarkan agar harga tidak berubah. Total subsidi yang harus dikeluarkan pemerintah agar harga tidak berubah. Total subsidi yang harus dikeluarkan kemudian dibagi menurut proporsi dalam struktur BBM. Tabel 3 merupakan contoh penetapan HPP BBM yang kemudian mnenghasilkan besarnya subsidi yang harus dikeluarkan pemerintah. Prinsip subsidi yang seharusnyya dilakukan sekarang untuk avtur, avgas, dan minyak bakar mengacu pada harga pasar, sementara premium diatas harga pasar karena jenis BBM ini dipakai oleh masyarakat berpenghasilan menengah keatas. Subsidi ekonomi adalah perbedaan antara harga efisien BBM yang dicerminkan oleh border price eks kilang singapurayang dianggap efisien dikurangi harga BBM yang ditetapkan pemerintah. Harga BBM dilihat dari alur produksi –konsumsi terbentuk setelah melalui tiga proses. Pertama, kegiatan eksplorasi dan produksi. Kedua, kegiatan operasi kilang. Ketiga, kegiatan operasi distribusi. Kegiatan pertama masuk dalam kegiatan industri hulu, sedangka kegiatan kedua da ketiga masuk dalam kegiatanindustri hilir. Harga yang dihadapi kegiatan eksplorasi-produksi adalah harga pasar, walaupun sebagian kecil terdiri atas DMO (Domestic Market Obligation) yang merupakan bagian dari produksi minyak Indonesia yang harus disetor untuk memenuhi kebutuhan domestik dengan harga tertentu. Sedangkan kegiatan operasi kilang dan distribusi menghadapi harga yang telah disubsidi, bukan harga pasar sebenarnya. Tabel 3 memperlihatkan sekali lagi komponen biaya terbesar dalam penetapan harga pokok ppenjualan BBM adalah biaya pembelian minyak mentah dari pasar internasional. Proporsinya sekitar 75% dari total biaya. Untu menghindari gejolak harga minyak domestik, perlu dipertimbangkan alternatif penetapan harga BBM dengan menggunakan ceiling price dan floor price. Cara ini dilakukan beberapa negara berkembang pada tahapan awal atau masa transisimenuju harga pasar. Ceiling price adalah batasan harga tertinggi dan floor price adalah batasan harga terendah yang dapat ditetapkan pemerintah. Tabel 3 Penetapan HPP BBMTahun Anggaran 1998/1999 Rupiah/Ekivalen
Rupiah
Dolar AS
Rupiah/Liter
(juta)
(juta)
(ribu)
1. Penjualan BBM Domestik
19.066.913
19.066.913
366.561
Jumlah Penapatan
19.066.913
19.066.913
366.561
I Pendapatan
A. Biaya Pengadaan Minyak Mentah dan Produk 1. Pembelian Minyak Mentah
19.946.336
57.908
3.975.651
383.901
2. Impor Minyak Mentah
7.807.906
1.567.212
150.688
3. Impor BBM
7.366.815
1.473.651
141.780
4. Pembelian BBM
3.590.253
751.051
69.456
5. Perubahan Persediaan
-1.519.826
-1.565.769
-29.908
6. Nilai non BBM
-8.672.429
-1.754.234
-165.890
Jumlah
28.519.056
1.454.713
5.994.781
548.764
1. Biaya Pengolahan
2.350.749
901.245
289.632
45.193
2. Biaya Distribusi
1.460.748
1.020.760
88.908
28.904
3. Biaya Angkutan Laut
2.129.647
321.876
40.942
4. Biaya umum dan Adm.
90.312
90.780
1.738
5. Biaya Bunga
195.642
59.242
27.212
6. Biaya Penyusutan
363.670
363.254
6.992
Jumlah
6.590.768
2.959.790
726.300
125.057
Jumlah Biaya
35.`09.524
1.507.812
6.720.890
647.908
(Subsidi)/LBM
-16.267.098
17.587.568
6.720.347
-308.901
B. Biaya Operasi
3.751
Sumber: Seminar Indonesian Institute For Energy Economics 1. Energi Listrik Konsep perhitungan utama menggunakan metode biaya pembangkitan terendah. Secara umum, harga energi listrik yang sampai ke pemakai akhir terdiri atas komponen biaya pembangkitan, biaya transmisi, dan biaya distribusi. Variabel yang paling menentukan harga listrik dari ketiga komponen tersebut adalah biaya pembangkitan listrik. Selama ini dipakai metode biaya pembangkitan terendah untuk menentukan besarnya harga listrik di lokasi pembangkitan. Secara umum metode ini terdiri dari tiga variabel utama, yaitu biaya modal, biaya operasi dan perawatan, serta biaya bahan bakar. Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan basarnya komponen biaya dalam penentuan biaya beberapa jenis pembangkit listrik. Tabel 4 Biaya Pembangkitan Listrik Tahun 1989-1990 Jenis Pembangkit Biaya Biaya Biaya Total Listrik Modal O & M Bahan Bakar (mills/kWh) (mills/kWh) (mills/kWh) (mills/kWh) PLTD MFO 12.3 2.6 31.2 46.1 PLTU Batubara 12.8 2.7 19.8 35.3 PLTU MFO 10.0 2.1 29.9 42.0 PLTG Combined Cylce 7.8 1.7 23.9 33.4 PLTU Gas Bumi 12.6 2.7 26.3 41.6 PLTG HSD 21.4 4.6 101.3 127.3 PLTG Gas Bumi 21.4 11.4 52.4 85.2 PLTP 8.0 1.7 33.4 43.1 Sumber : Energy Pricing Policy Study (EPPS),1990 Penentuan tarif dasar listrik (TDL) sebenarnya merupakan upaya yang sangat penting dilakukan, bila dikaitkan dengan struktur dan tingkat harga. Pada prinsipnya penentuan TDL berdasarkan diskriminasi harga dan harga mark-up dari biaya finansial. Kriteria penetapan TDL bertujuan untuk : 1. Memenuhi sebagian kebutuhan pendanaan untuk investasi yang menjamin tersedianya tenaga listrik secara efisien dan berkelanjutan 2. Menjamin keadaan keuangan pemegang kuasa usaha ketenagalistrikan agar sehat dan wajar 3. Menyempurnakan penggolongan dan struktur tarif listrik, sehingga tenaga listrik untuk masing-masing golongan tarif semakin mendekati nilai keekonomian BAB III PENUTUP Dalam penetapan harga energi secara ekonomi, pada intinya harus memenuhi dua kriteria utama dari sisi produsen dan konsumen. Dalam metodologi penetapan harga energi ada empat hal yang harus diketahui yaitu: – Biaya dasar atau harga minimum yang merupakan biaya minimum yang diperlukan produsen untuk memproduksi satu jenis sumber energi. Biaya dasar dapat dibagi menjadi tiga yaitu biaya penawaran (cost of supply), premi pengurasan (depelation allowance), biaya eksternal (external cost) dan biaya transpor (transport cost). – Nilai netback yang merupakan nilai maksimum yang sedia dibayar konsumen dihadapkan dengan harga barang produksi atau biaya dari alternatif terbaik penggunaan energi lainnya. – Harga efisien yang merupakan tingkat harga yang terbentuk saat permintaan sama dengan penawaran, atau saat keseimbangan. – Harga finansial yang merupakan harga patokan atau harga minimal yang muncul di sisi produsen. Di Indonesia ada beberapa masalah yang dijumpai dalam hal penetapan energi. Masalah tersebut ialah alokasi sumber energi, objektif sosial, masalah lingkungan dan harga energi di Indonesia. Solusi dari permasalahan dalam penetapan harga energi adalah ketegasan pemerintah dalam membuat kebijakan yang berhubungan dengan energi. Ketegasan ini mencakup dalam pemberhentian pemberian subsidi BBM, melakukan pengembangan terhadap energi alternatif yang bukan hanya sekedar penelitian saja dan memperketat perjanjian dengan pihak asing. DAFTAR PUSTAKA Yusgiantoro, Purnomo. Ekonomi Energi. LP3ES. 2000. Jakarta http:// herrypradana.wordpress.com (http://%20herrypradana.wordpress.com/)//, diakses 15-03-2014 http://jieb.feb.ugm.ac.id// (http://jieb.feb.ugm.ac.id//), diakses 15-03-2014 http://koran.bisnis.com// (http://koran.bisnis.com//), diakses 15-03-2014 By nyayuaisyah APR 9 2014
Pembuatan Bioetanol dari Tandan Kosong Kelapa Sawit sebagai Solusi dalam Mengurangi Ketergantungan Terhadap Bahan Bakar Fosil Latar Belakang Ketergantungan Indonesia akan energi fosil semakin meningkat dari tahun ketahun. Hal ini dibuktikan pada tahun 2003, bangsa Indonesia mengimpor bahan bakar minyak sebesar 247 juta barel. Hingga saat ini bangsa Indonesia pun masih mengimpor bahan bakar minyak sebesar 487 ribu barel BBM per hari1). Jika hal ini terus menerus berlangsung maka tak heran jika nantinya bangsa kita akan menjadi net importir minyak bumi. Padahal dulunya kita pernah tergabung dalam anggota OPEC yang mana merupakan produsen minyak mentah, namun sekarang keadaannya berbalik total. Bangsa ini tidak dapat lagi dikatakan mandiri dari segi energi. Sebenarnya Indonesia kaya akan sumber daya alam. Hutan, gunung, sawah dan lautan adalah potensi yang dimiliki Indonesia yang tersebar di seluruh penjuru tanah air. Indonesia juga menyandang beberapa nama yang diakui oleh dunia seperti “jambrut khatulistiwa” , “negara agraris” dan “negara maritim”. Namun sayangnya tidak banyak hal yang dapat dilakukan Indonesia, mengingat sumber daya manusia dan teknologi yang tidak memadai sehingga kita akan hanya terus bergantung pada bahan bakar fosil yang mana selain harganya mahal juga dapat mencemari lingkungan. Untuk itu, baru-baru ini pemerintah mengupayakan pengembangan energi alternatif untuk mengurangi ketergantungan kita pada bahan bakar minyak. Energi alternatif tersebut salah satunya adalah energi biomassa. Sumber energi biomassa yang tengah dikembangkan saat ini adalah kelapa sawit. Minyak dari kelapa sawit atau CPO dapat dijadikan sebagai bahan baku dalam pembuatan biodiesel. Banyak penelitian mengenai pembuatan biodiesel dari minyak kelapa sawit, akan tetapi seiring dengan berjalannya waktu, penggunaan minyak kelapa sawit tidaklah efektif karena akan mengganggu stabilitas pangan yang ada di Indonesia. Untuk itu minyak kelapa sawit lebih diarahkan untuk menjadi bahan pangan saja daripada menjadi bahan baku biodiesel. Oleh karena itu limbah dari buangan kelapa sawit atau yang dikenal sebagai tandan kosong kelapa sawit inilah yang dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam pembuatan bahan bakar terbarukan yaitu bioetanol. Permasalahan Krisis energi yang dihadapi Indonesia bahkan dunia saat ini telah menuntut setiap negara untuk mengembangkan energi alternatif yang terdapat pada wilayah masing-masing. Indonesia dengan banyak potensi sumber energi terbarukan seperti biomassa sangatlah beruntung. Akan tetapi dengan sumber daya manusia dan teknologi yang kurang memadai Indonesia justru menjadi lemah dari segi energi. Untuk itu pada karya tulis ini akan dibahas mengenai potensi kelapa sawit selain sebagai bahan baku pangan yaitu sebagai bahan baku pembuatan bioetanol yang merupakan bahan bakar terbarukan dari tandan kosong kelapa sawit. Pembahasan 3.1 Potensi Kelapa Sawit Saat ini Indonesia merupakan penghasil minyak sawit (CPO) nomor dua terbesar di dunia setelah Malaysia. Persentase produksi Indonesia saat ini adalah 36% dari total produksi dunia, sementara Malaysia menguasai 47%. Meskipun demikian, Indonesia memeiliki peluang pengembangan CPO lebih besar karena ketersediaan lahan yang masih tinggi. Tabel 1. Sebaran Produksi Minyak Sawit di Pulau Sumatera Wilayah Luas Area Kebun Sawit (Ha) Produksi CPO (ton) Aceh (NAD) 239.828 282.170 Sumatera Utara 769.452 2.494.770 Sumatera Barat 279.982 695.593 Riau 1.326.023 3.337.151 Jambi 320.892 674.019 Sumatera Selatan 436.662 1.022.899 Bangka Belitung 108.629 249.556 Bengkulu 80.040 149.550 Lampung 151.370 171.470 Total 3.7.12.878 9.122.178 Sehingga dengan produksi CPO yang besar, tentunya bangsa kita dapat memenuhi kebutuhan pangan (minyak goreng) untuk seluruh wilayah Indonesia akan tetapi faktanya masih saja bangsa kita mengimpor minyak goreng dari luar negeri. Hal ini disebabkan karena kita tidak memiliki teknologi untuk mengolah minyak sawit tersebut menjadi minyak goreng dengan kualitas yang bagus. Semestinya bangsa Indonesia menciptakanmesin pengolah minyak goreng tersebut. Agar kedepannya kita bisa benar-benar mandiri untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Disisi lain, tandan kosong kelapa sawit yang selama ini hanya menjadi limbah saja dapat dimanfaatkan menjadi bioetanol. Limbah padat dari pengolahan kelapa sawit, sekitar 30-40 persennya berupa tandan kosong kelapa sawit. 3.2 Potensi Tandan Kosong Kelapa Sawit Sebagai Bahan Baku Bioetanol Dalam Perpres No. 5 tahun 2006, pemerintah Indonesia mendorong konsumsi biofuel sebesar 5% dari konsumsi minyak Indonesia atau 1,33% dari total energy mix tahun 2025 (Tatang et al, 2005). Sesuai dengan rencana ini, dibutuhkan pengingkatan dalam produksi biofuel di Indonesia dari kondisi saat ini yang masih mencapai 0,1% dari konsumsi energy mix Indonesia. Salah satu jenis biofuel yang teah dikembangkan adalah bioetanol. Bioetanol merupakan produk fermentasi yang dapat dibuat dari substrat yang mengandung karbohidrat (gula, pati, atau selulosa). Satu ton tandan buah kelapa sawit mengandung 230 – 250 kg tandan kosong kelapa sawit (TKKS). Komponen utama tandan kosong kelapa sawit yaitu selulosa (45,95%), lignin (16,46%) dan hemiselulosa (22,84%) (Sun dkk, 1999) yang tergabung menjadi lignoselulosa. Selulosa yang dimiliki tandan kosong kelapa sawit inilah yang menyebabkan TKKS bisa diolah menjadi bioetanol. 3.3 Pembuatan Bioetanol dari Tandan Kosong Kelapa Sawit Bioetanol dapat dibuat dengan tiga cara yaitu Indirect Hydration, Direct Hydration dan Fermentasi sebagaimana yang terlihat dari tabel dibawah ini. Namun dari ketiga cara tersebut, yang paling baik untuk dikembangkan adalah produksi bioetanol dengan cara fermentasi. Karena kondisi operasinya aman yaitu pada suhu 32oC dan tekanan 1 atm. Proses pembuatan bioetanol dari limbah tandan kosong kelapa sawit dengan proses fermentasi dilakukan melalui empat tahap yaitu : Prehidrolisa, hidrolisa, fermentasi dan distilasi serta dehidrasi. Dimana reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut : Dari proses pembuatan bioetanol ini akan dihasilkan prosuk samping berupa limbah cair (slurry) yang dapat digunakan sebagai pupuk organik. Dan juga berupa lignin yang dapat digunakan sebagai bahan pembuat perekat. Serta gas CO 2 yang dapat digunakan dalam pembuatan dry ice. Kesimpulan Potensi sumber daya alam yang ada di Indonesia sangat melimpah. Salah satu potensi terbesar Indonesia yang dikenal dunia adalah kelapa sawit. Indonesia merupakan produsen kelapa sawit kedua di dunia. Sehingga snagat disayangkan apabila potensi ini tidak dimanfaatkan secara maksimal. Dengan maraknya isu krisis energi maka kelapa sawit dapat menjadi salah satu solusi terbaik. Dengan tetap menggunakan minyak kelapa sawit (CPO) sebagai bahan pangan, Indonesia dapat membuat pabrik bioetanol dari limbah padat yang dihasilkan dari pengolahan kelapa sawit yaitu, tandan kosong kelapa sawit menjadi produk bahan bakar bioetanol melalui proses fermentasi, sehingga dapat mengurangi ketergantungan akan bahan bakar fosil dan mendorong Indonesia menjadi negara mandiri. By nyayuaisyah APR 9 2014
Upaya Pengembangan Energi Alternatif Terbarukan Sebagai Solusi Dalam Mengurangi Ketergantungan Terhadap Bahan Bakar Fosil 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam. Hutan, gunung, sawah dan lautan adalah potensi yang dimiliki Indonesia yang tersebar di seluruh penjuru tanah air. Indonesia juga menyandang beberapa nama yang diakui oleh dunia seperti “jambrut khatulistiwa” , “negara agraris” dan “negara maritim”. Hal ini semakin memperkuat fakta bahwa Indonesia adalah negara dengan sumber kekayaan alam yang melimpah. Salah satu kekayaan alam yang memiliki nilai penting bagi bangsa ini adalah kekayaan energi. Kekayaan energi yang dimiliki Indonesia tidak hanya berkaitan dengan jumlahnya saja tapi juga keberagamannya. Indonesia memiliki sumber energi konvensional (fosil) dan non konvensional (terbarukan). Oleh karena itu, tidaklah bijak jika Indonesia hanya bergantung pada salah satu dari sumber energi tersebut, yaitu hanya pada energi fosil seperti Bahan Bakar Minyak (BBM). Energi fosil memerlukan waktu yang cukup lama untuk dapat diproduksi kembali, oleh karena itu seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk maka akan menyebabkan keterbatasan dalam penyediaannya. Sehingga memaksa Indonesia untuk mengimpor sebanyak 487 ribu barel BBM per hari1). Jika hal ini terus berlangsung maka Indonesia akan menjadi net importer minyak bumi. Selain itu karena adanya pengaruh situasi politik dan ekonomi dunia, harga bahan bakar fosil seperti minyak bumi terus berfluktuatif dan ini sangat meresahkan masyarakat. Permasalahan tersebut semakin menegaskan bahwa Indonesia belum mandiri di sektor energi. Oleh sebab itu pengembangan energi baru dan terbarukan merupakan hal yang mendesak untuk dilakukan saat ini. Permasalahan Permintaan energi dunia terus meningkat sepanjang sejarah peradaban manusia. Proyeksi permintaan energi pada tahun 2050 diperkirakan akan mencapai tiga kali lipat dari permintaan di tahun 20122). Dengan semakin meningkatnya permintaan akan energi maka kebutuhan energi dalam negeri menjadi tidak dapat terpenuhi. Saat ini, 85 persen kebutuhan energi di Indonesia dipasok dari sumber fosil yakni minyak, gas, dan batu bara. Namun, pasokan energi fosil tersebut terutama sebagian minyak dan BBM berasal dari impor. Ketergantungan impor ini makin besar seiring pertumbuhan ekonomi dan penurunan produksi minyak. Sehingga jika berbicara mengenai permasalahan energi di Indonesia, maka tidak akan ada habisnya. Kekayaan alam yang bangsa ini miliki tidak bisa diolah dan dimanfaatkan sepenuhnya. Hal ini diakibatkan karena teknologi untuk menghasilkan energi dan sumber daya manusia atau tenaga ahli tidak memadai. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai apa pentingnya energi alternatif dan bagaimana memproduksinya merupakan permasalahan yang dihadapi saat ini. Tak hanya itu, banyak pertimbangan yang perlu dilakukan untuk dapat memilih bahan bakar alternatif dengan baik seperti dari segi kemudahan dalam penanganan, ketersediaannya yang berkelanjutan, keekonomian, infrastruktur serta yang tak kalah penting yaitu dampak sosial masyarakat dan lingkungan. Pembahasan Sejak ditemukannya minyak mentah, maka BBM menjadi sumber energi yang dimanfaatkan dengan intensitas yang sangat tinggi, terutama untuk keperluan transportasi (darat, laut,dan udara), rumah tangga, dan industri. Sampai saat ini minyak bumi telah memberikan kontribusikan yang signifikan terhadap perekonomian di Indonesia secara umum dan khususnya pada saat kita mengalami krisis ekonomi yang demikian dahsyat maupun pada tahap pemulihan ekonomi saat ini. Mengingat tingkat eksploitasi sumber daya minyak bumi telah demikian tinggi dengan produksi rata-rata 1,5 juta barel per hari, disisi lain cadangan terbukti (proved reserve) sekitar 5 milyar barel, namun tingkat penemuan cadangan baru relatif lambat (ketinggalan), maka dikhawatirkan kita akan terus menjadi net importer Country. Indonesia akan menghadapi masalah yang sangat Kritis bila cadangan minyak mentah telah terkuras habis, sehingga mau tidak mau kita akan secara total mengimpor minyak mentah dan BBM. Di sisi lain sumber energi baru dan terbarukan yang lebih besar potensinya belum dapat dioptimalkan. Sebenarnya, energi terbarukan potensinya sangat melimpah. Namun pengembangan energi ini sangat terhambat, karena sulit untuk dapat bersaing dengan BBM yang terus menerus disubsidi. Oleh karena itu salah satu tujuan dari pengurangan subsidi BBM adalah agar energi abad 21 ini dapat berkembang, dan siap untuk menggantikan peran bahan bakar fosil (terutama minyak) yang saat ini cadangannya mulai menipis dan diyakini telah menimbulkan isu pemanasan global. Saat ini Indonesia tengah berupaya dalam mengembangkan beberapa energi alternatif yang diantaranya yaitu energi surya, angin, mikrohidro, panas bumi dan biomassa. Berdasarkan data yang disampaikan oleh Direktur Umum Energi Baru Terbarukan, Ir. Maryam Ayuni bahwa Indonesia memiliki Potensi Energi Baru Terbarukan (EBT) yang cukup besar diantaranya, mini/micro hydro sebesar 450 MW, Biomass 50 GW, energi surya 4,80 kWh/m2/hari, energi angin 3-6 m/det dan energi nuklir 3 GW. Maka perlu dilakukan upaya-upaya agar potensi yang dimiliki Indonesia dapat digunakan secara maksimal. Upaya yang dilakukan untuk mengembangkan biomasa adalah mendorong pemanfaatan limbah industri pertanian dan kehutanan sebagai sumber energi secara terintegrasi dengan industrinya, mengintegrasikan pengembangan biomassa dengan kegiatan ekonomi masyarakat, mendorong pabrikasi teknologi konversi energi biomassa dan usaha penunjang, dan meningkatkan penelitian dan pengembangan pemanfaatan limbah termasuk sampah kota untuk energi. Upaya untuk mengembangkan energi angin mencakup pengembangan energi angin untuk listrik dan non listrik (pemompaan air untuk irigasi dan air bersih), pengembangkan teknologi energi angin yang sederhana untuk skala kecil (10 kW) dan skala menengah (50 – 100 kW) dan mendorong pabrikan memproduksi SKEA skala kecil dan menengah secara massal. Pengembangan energi surya mencakup pemanfaatan PLTS di perdesaan dan perkotaan, mendorong komersialisasi PLTS dengan memaksimalkan keterlibatan swasta, mengembangkan industri PLTS dalam negeri, dan mendorong terciptanya sistem dan pola pendanaan yang efisien dengan melibatkan dunia perbankan. Sedang langkah-langkah yang dilakukan untuk pengebangan mikrohidro adalah dengan mengintegrasikan program pengembangan PLTMH dengan kegiatan ekonomi masyarakat, memaksimalkan potensi saluran irigasi untuk PLTMH, mendorong industri mikrohidro dalam negeri, dan mengembangkan berbagai pola kemitraan dan pendanaan yang efektif. Kesimpulan Indonesia kaya akan berbagai jenis energi baik fosil maupun non fosil. Oleh karena itu tidak bijaksana jika bangsa ini hanya menggantungkan pada salah satu jenis energi tersebut. Untuk itu, perlu dikembangkan berbagai energi alternatif agar bangsa ini menjadi mandiri. Banyak energi baru dan terbarukan yang berpotensi besar untuk dikembangkan di Indonesia seperti energi matahari, mikrohidro, panas bumi dan biomassa. Namun memerlukan program yang tepat dan pendanaan yang jelas. Energi ini diarahkan agar dapat menggantikan energi fosil, khususnya bahan bakar minyak untuk transportasi dan pembangkit listrik. By nyayuaisyah MAR 18 2014
MAKALAH KONVERSI ENERGI : PANEL SURYA MAKALAH KONVERSI ENERGI Panel Surya D I S U S U N Oleh : Nova Rachmadona 0611 4041 1508 Nyayu Aisyah 0611 4041 1509 Olwan Putera Nanda 0611 4041 1510 Ramadhan Kodri 0611 4041 1511 Yandri Hadinata 0611 4041 1514 Zurriyati 0611 4041 1515 Kelompok 3 Kelas 5 EGA Dosen Pembimbing : Azharudin, S.T M.T POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA TAHUN AJARAN 2014 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan energi dunia terus meningkat sepanjang sejarah peradaban umat manusia. Proyeksi permintaan energi pada tahun 2050 hampir mencapai tiga kali lipat dari permintaan di tahun 2012[1] (/KULIAH/Semester%205-8/semester%205/tugas%20Pak%20Azhar/MAKALAH%20KONVERSI%20ENERGI.doc#_ftn1). Tampaknya masalah energi akan tetap menjadi topik yang harus dicarikan solusinya bersama. Usaha-usaha untuk mendapatkan energi alternatif telah lama dilakukan untuk mengurangi ketergantungan terhadap sumber daya minyak bumi. Pemanfaatan minyak bumi diperkirakan akan habis dalam waktu yang tidak lama jika pola pemakaian seperti sekarang ini yang justru semakin meningkat dengan meningkatnya industri maupun transportasi. Selain itu dari berbagai penelitian telah didapat gambaran bahwa kualitas udara telah semakin mengkawatirkan akibat pembakaran minyak bumi. Dalam menanggapi krisis energi yang terjadi, pemerintah mengupayakan berbagai cara untuk mengembangkan berbagai energi alternatif. Sebagaimana kita ketahui, Indonesia berada pada daerah khatulistiwa dan akan selalu disinari matahari selama 10 – 12 jam dalam sehari. Maka potensi untuk mengembangkan energi surya sangatlah besar. Total intensitas penyinaran rata-rata 4,5 kWh per meter persegi perhari, matahari bersinar berkisar 2000 jam per tahun, sehingga tergolong kaya sumber energi matahari. Data Ditjen Listrik dan Pengembangan Energi pada tahun 1997, kapasitas terpasang listrik tenaga surya di Indonesia mencapai 0,88 MW dari potensi yang tersedia 1,2 x 109 MW.[2] (/KULIAH/Semester%2058/semester%205/tugas%20Pak%20Azhar/MAKALAH%20KONVERSI%20ENERGI.doc#_ftn2) Dengan potensi yang cukup besar tersebut diharapkan energi surya ini dapat membantu dalam memenuhi kebutuhan energi bangsa ini dan juga mengurangi ketergantungan kita terhadap pemakaian energi fosil. 1.2 Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah yang dibahas pada makalah ini adalah : 1. Bagaimana potensi energi surya sebagai energi alternative di Indonesia? 2. Apa sajakah komponen penyusun panel surya? 3. Bagaimana perhitungan rancang bangun PLTS sederhana? 1.3 Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah : 1. Mengetahui potensi energi surya sebagai energi yang terbarukan 2. Mengetahui komponen penyusun suatu panel surya 3. Mampu membuat perhitungan sederhana rancang bangun PLTS 1.4 Manfaat Penulisan Adapun manfaat dari penulisan makalah ini yaitu : 1. Menerapkan sistem PLTS sederhana dalam kehidupkan sehari-hari 2. Menjadi referensi dalam pengerjaan Tugas Akhir (TA) BAB II PEMBAHASAN 2.1 Energi Surya Sebagai Alternatif Masa Depan Jika kita melihat tingkat konsumsi energi di seluruh dunia saat ini, penggunaan energi diprediksikan akan meningkat sebesar 70 persen antara tahun 2000 sampai 2030. Sumber energi yang berasal dari fosil, yang saat ini menyumbang 87,7 persen dari total kebutuhan energi dunia diperkirakan akan mengalami penurunan disebabkan tidak lagi ditemukannya sumber cadangan baru. Cadangan sumber energi yang berasal dari fosil diseluruh dunia diperkirakan hanya sampai 40 tahun untuk minyak bumi, 60 tahun untuk gas alam, dan 200 tahun untuk batu bara. Kondisi keterbatasan sumber energi di tengah semakin meningkatnya kebutuhan energi dunia dari tahun ketahun (pertumbuhan konsumsi energi tahun 2004 saja sebesar 4,3 persen), serta tuntutan untuk melindungi bumi dari pemanasan global dan polusi lingkungan membuat tuntutan untuk segera mewujudkan teknologi baru bagi sumber energi yang terbaharukan. Di antara sumber energi terbaharukan yang saat ini banyak dikembangkan [seperti turbin angin, tenaga air (hydro power), energi gelombang air laut, tenaga surya, tenaga panas bumi, tenaga hidrogen, dan bio-energi], tenaga surya atau solar sel merupakan salah satu sumber yang cukup menjanjikan. Energi yang dikeluarkan oleh sinar matahari sebenarnya hanya diterima oleh permukaan bumi sebesar 69 persen dari total energi pancaran matahari. Suplai energi surya dari sinar matahari yang diterima oleh permukaan bumi sangat luar biasa besarnya yaitu mencapai 3 x 1024 joule pertahun, energi ini setara dengan 2 x 1017 Watt. Jumlah energi sebesar itu setara dengan 10.000 kali konsumsi energi di seluruh dunia saat ini. Dengan kata lain, dengan menutup 0,1 persen saja permukaan bumi dengan divais solar sel yang memiliki efisiensi 10 persen sudah mampu untuk menutupi kebutuhan energi di seluruh dunia saat ini. 2.2 Pemanfaatan Energi Surya Karena sel surya sanggup menyediakan energi listrik bersih tanpa polusi, mudah dipindah, dekat dengan pusat beban sehingga penyaluran energi sangat sederhana serta sebagai negara tropis, Indonesia mempunyai karakteristik cahaya matahari yang baik (intensitas cahaya tidak fluktuatif) dibanding tenaga angin seperti di negara-negara 4 musim, utamanya lagi sel surya relatif efisien, tidak ada pemeliharaan yang spesifik dan bisa mencapai umur yang panjang serta mempunyai keandalan yang tinggi. Untuk memanfaatkan potensi energi surya tersebut, ada 2 (dua) macam teknologi yang sudah diterapkan, yaitu: • Teknologi energi surya fotovoltaik, energi surya fotovoltaik digunakan untuk memenuhi kebutuhan listrik, pompa air, televisi, telekomunikasi, dan lemari pendingin di Puskesmas dengan kapasitas total ± 6 MW. • Teknologi energi surya termal, energi surya termal pada umumnya digunakan untuk memasak (kompor surya), mengeringkan hasil pertanian (perkebunan, perikanan, kehutanan, tanaman pangan) dan memanaskan air.(dunia listrik.blogspot.2008) Gambar 1 Desain solar sistem pada lokasi parkir. (Foto: PV-tech (http://www.pvtech.org/chip_shots/_a/solar_symbolism_surrounds_us_department_of_energy_phoenix_suns_pv_installat/)) Teknologi Energi Surya Fotovoltaik Salah satu cara penyediaan energi listrik alternatif yang siap untuk diterapkan secara masal pada saat ini adalah menggunakan suatu sistem teknologi yang diperkenalkan sebagai Sistem Energi Surya Fotovoltaik (SESF) atau secara umum dikenal sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Surya Fotovoltaik (PLTS Fotovoltaik). Sebutan SESF merupakan istilah yang telah dibakukan oleh pemerintah yang digunakan untuk mengidentifikasikan suatu sistem pembangkit energi yang memanfaatkan energi matahari dan menggunakan teknologi fotovoltaik. Dibandingkan energi listrik konvensional pada umumnya, SESF terkesan rumit, mahal dan sulit dioperasikan. Namun dari pengalaman lebih dari 15 tahun operasional di beberapa kawasan di Indonesia, SESF merupakan suatu sistem yang mudah didalam pengoperasiannya, handal, serta memerlukan biaya pemeliharaan dan operasi yang rendah menjadikan SESF mampu bersaing dengan teknologi konvensional pada sebagian besar kondisi wilayah Indonesia yang terdiri atas pulau – pulau kecil yang tidak terjangkau oleh jaringan PLN dan tergolong sebagai kawasan terpencil. Selain itu SESF merupakan suatu teknologi yang bersih dan tidak mencemari lingkungan. Beberapa kondisi yang sesuai untuk penggunaan SESF antara lain pada pemukiman desa terpencil, lokasi transmigrasi, perkebunan, nelayan dan lain sebagainya, baik untuk penerangan rumah maupun untuk fasilitas umum. Akan tetapi sesuai dengan perkembangan jaman, pada saat ini di negara-negara maju penerapan SESF telah banyak digunakan untuk suplai energi listrik di gedunggedung dan perumahan di kota-kota besar. Pada umumnya modul fotovoltaik dipasarkan dengan kapasitas 50 Watt-peak (Wp) dan kelipatannya. Unit satuan Watt-peak adalah satuan daya (Watt) yang dapat dibangkitkan oleh modul fotovoltaik dalam keadaan standar uji (Standard Test Condition – STC). Efisiensi pembangkitan energi listrik yang dihasilkan modul fotovoltaik pada skala komersial saat ini adalah sekitar 14 – 15 %. A. Sel Surya dan Komponen Utamanya Sel surya atau juga sering disebut fotovoltaik adalah peralatan yang mampu mengkonversi langsung cahaya matahari menjadi listrik. Sel surya bisa disebut sebagai pemeran utama untuk memaksimalkan potensi sangat besar energi cahaya matahari yang sampai kebumi, walaupun selain dipergunakan untuk menghasilkan listrik, energi dari matahari juga bisa dimaksimalkan energi panasnya melalui sistem solar thermal. Sel surya dapat dianalogikan sebagai device dengan dua terminal atau sambungan, dimana saat kondisi gelap atau tidak cukup cahaya berfungsi seperti dioda, dan saat disinari dengan cahaya matahari dapat menghasilkan tegangan. Ketika disinari, umumnya satu sel surya komersial menghasilkan tegangan dc sebesar 0,5 sampai 1 volt, dan arus short-circuit dalam skala milliampere per cm2. Besar tegangan dan arus ini tidak cukup untuk berbagai aplikasi, sehingga umumnya sejumlah sel surya disusun secara seri membentuk modul surya. Satu modul surya biasanya terdiri dari 28-36 sel surya, dan total menghasilkan tegangan dc sebesar 12 V dalam kondisi penyinaran standar (Air Mass 1.5). Modul surya tersebut bisa digabungkan secara paralel atau seri untuk memperbesar total tegangan dan arus outputnya sesuai dengan daya yang dibutuhkan untuk aplikasi tertentu. Gambar 2. Modul surya biasanya terdiri dari 28-36 sel surya yang dirangkai seri untuk memperbesar total daya output. (Gambar :”The Physics of Solar Cell”, Jenny Nelson) B. Struktur Sel Surya Sesuai dengan perkembangan sains & teknologi, jenis-jenis teknologi sel surya pun berkembang dengan berbagai inovasi. Ada yang disebut sel surya generasi satu, dua, tiga dan empat, dengan struktur atau bagian-bagian penyusun sel yang berbeda pula (Jenis-jenis teknologi surya akan dibahas di tulisan “Sel Surya : Jenis-jenis teknologi”). Dalam tulisan ini akan dibahas struktur dan cara kerja dari sel surya yang umum berada dipasaran saat ini yaitu sel surya berbasis material silikon yang juga secara umum mencakup struktur dan cara kerja sel surya generasi pertama (sel surya silikon) dan kedua (thin film/lapisan tipis). Gambar 3. Struktur dari sel surya komersial yang menggunakan material silikon sebagai semikonduktor. (Gambar:HowStuffWorks) Gambar diatas menunjukan ilustrasi sel surya dan juga bagian-bagiannya. Secara umum terdiri dari : 1. Substrat/Metal backing Substrat adalah material yang menopang seluruh komponen sel surya. Material substrat juga harus mempunyai konduktifitas listrik yang baik karena juga berfungsi sebagai kontak terminal positif sel surya, sehinga umumnya digunakan material metal atau logam seperti aluminium atau molybdenum. Untuk sel surya dye-sensitized (DSSC) dan sel surya organik, substrat juga berfungsi sebagai tempat masuknya cahaya sehingga material yang digunakan yaitu material yang konduktif tapi juga transparan sepertii ndium tin oxide (ITO) dan flourine doped tin oxide (FTO). 2. Material semikonduktor Material semikonduktor merupakan bagian inti dari sel surya yang biasanya mempunyai tebal sampai beberapa ratus mikrometer untuk sel surya generasi pertama (silikon), dan 1-3 mikrometer untuk sel surya lapisan tipis. Material semikonduktor inilah yang berfungsi menyerap cahaya dari sinar matahari. Untuk kasus gambar diatas, semikonduktor yang digunakan adalah material silikon, yang umum diaplikasikan di industri elektronik. Sedangkan untuk sel surya lapisan tipis, material semikonduktor yang umum digunakan dan telah masuk pasaran yaitu contohnya material Cu(In,Ga)(S,Se)2 (CIGS), CdTe (kadmium telluride), dan amorphous silikon, disamping material-material semikonduktor potensial lain yang dalam sedang dalam penelitian intensif seperti Cu2ZnSn(S,Se)4 (CZTS) dan Cu2O (copper oxide). Bagian semikonduktor tersebut terdiri dari junction atau gabungan dari dua material semikonduktor yaitu semikonduktor tipe-p (material-material yang disebutkan diatas) dan tipe-n (silikon tipe-n, CdS,dll) yang membentuk p-n junction. P-n junction ini menjadi kunci dari prinsip kerja sel surya. Pengertian semikonduktor tipe-p, tipe-n, dan juga prinsip p-n junction dan sel surya akan dibahas dibagian “cara kerja sel surya”. 3. Kontak metal / contact grid Selain substrat sebagai kontak positif, diatas sebagian material semikonduktor biasanya dilapiskan material metal atau material konduktif transparan sebagai kontak negatif. 4.Lapisan antireflektif Refleksi cahaya harus diminimalisir agar mengoptimalkan cahaya yang terserap oleh semikonduktor. Oleh karena itu biasanya sel surya dilapisi oleh lapisan antirefleksi. Material anti-refleksi ini adalah lapisan tipis material dengan besar indeks refraktif optik antara semikonduktor dan udara yang menyebabkan cahaya dibelokkan ke arah semikonduktor sehingga meminimumkan cahaya yang dipantulkan kembali. 5.Enkapsulasi / cover glass Bagian ini berfungsi sebagai enkapsulasi untuk melindungi modul surya dari hujan atau kotoran. C. Cara Kerja Sel Surya Sel surya konvensional bekerja menggunakan prinsip p-n junction, yaitu junction antara semikonduktor tipe-p dan tipe-n. Semikonduktor ini terdiri dari ikatanikatan atom yang dimana terdapat elektron sebagai penyusun dasar. Semikonduktor tipe-n mempunyai kelebihan elektron (muatan negatif) sedangkan semikonduktor tipe-p mempunyai kelebihan hole (muatan positif) dalam struktur atomnya. Kondisi kelebihan elektron dan hole tersebut bisa terjadi dengan mendoping material dengan atom dopant. Sebagai contoh untuk mendapatkan material silikon tipe-p, silikon didoping oleh atom boron, sedangkan untuk mendapatkan material silikon tipe-n, silikon didoping oleh atom fosfor. Ilustrasi dibawah menggambarkan junction semikonduktor tipe-p dan tipe-n. Gambar 4. Junction antara semikonduktor tipe-p (kelebihan hole) dan tipe-n (kelebihan elektron). (Gambar : eere.energy.gov) Peran dari p-n junction ini adalah untuk membentuk medan listrik sehingga elektron (dan hole) bisa diekstrak oleh material kontak untuk menghasilkan listrik. Ketika semikonduktor tipe-p dan tipe-n terkontak, maka kelebihan elektron akan bergerak dari semikonduktor tipe-n ke tipe-p sehingga membentuk kutub positif pada semikonduktor tipe-n, dan sebaliknya kutub negatif pada semikonduktor tipe-p. Akibat dari aliran elektron dan hole ini maka terbentuk medan listrik yang mana ketika cahaya matahari mengenai susuna p-n junction ini maka akan mendorong elektron bergerak dari semikonduktor menuju kontak negatif, yang selanjutnya dimanfaatkan sebagai listrik, dan sebaliknya hole bergerak menuju kontak positif menunggu elektron datang, seperti diilustrasikan pada gambar dibawah. Gambar 5. Ilustrasi cara kerja sel surya dengan prinsip p-n junction. (Gambar : sun-nrg.org) D. Konsep Kerja Sistem PLTS Pembangkit listrik tenaga surya itu konsepnya sederhana. Yaitu mengubah cahaya matahari menjadi energi listrik. Cahaya matahari merupakan salah satu bentuk energi dari sumber daya alam. Sumber daya alam matahari ini sudah banyak digunakan untuk memasok daya listrik di satelit komunikasi melalui sel surya. Sel surya ini dapat menghasilkan energi listrik dalam jumlah yang tidak terbatas langsung diambil dari matahari, tanpa ada bagian yang berputar dan tidak memerlukan bahan bakar. Sehingga sistem sel surya sering dikatakan bersih dan ramah lingkungan. Badingkan dengan sebuah generator listrik, ada bagian yang berputar dan memerlukan bahan bakar untuk dapat menghasilkan listrik. Suaranya bising. Selain itu gas buang yang dihasilkan dapat menimbulkan efek gas rumah kaca (green house gas) yang pengaruhnya dapat merusak ekosistem planet bumi kita. Sistem sel surya yang digunakan di permukaan bumi terdiri dari panel sel surya, rangkaian kontroler pengisian (charge controller), dan aki (batere) 12 volt yang maintenance free. Seperti yang telah dijelaskan diatas, panel sel surya merupakan modul yang terdiri beberapa sel surya yang digabung dalam hubungkan seri dan paralel tergantung ukuran dan kapasitas yang diperlukan. Yang sering digunakan adalah modul sel surya 20 watt atau 30 watt. Modul sel surya itu menghasilkan energi listrik yang proporsional dengan luas permukaan panel yang terkena sinar matahari. Rangkaian kontroler pengisian aki dalam sistemsel surya itu merupakan rangkaian elektronik yang mengatur proses pengisian akinya. Kontroler ini dapat mengatur tegangan aki dalam selang tegangan 12 volt plus minus 10 persen. Bila tegangan turun sampai 10,8 volt, maka kontroler akan mengisi aki dengan panelsurya sebagai sumber dayanya. Tentu saja proses pengisian itu akan terjadi bila berlangsung pada saat ada cahaya matahari. Jika penurunan tegangan itu terjadi pada malam hari, maka kontroler akan memutus pemasokan energi listrik. Setelah proses pengisian itu berlangsung selama beberapa jam, tegangan aki itu akan naik. Bila tegangan aki itu mencapai 13,2 volt, maka kontroler akan menghentikan proses pengisian aki itu. Rangkaian kontroler pengisian itu sebenarnya mudah untuk dirakit sendiri. Tapi, biasanya rangkaian kontroler ini sudah tersedia dalam keadaan jadi di pasaran. Memang harga kontroler itu cukup mahal kalau dibeli sebagai unit tersendiri. Kebanyakan sistem sel surya itu hanya dijual dalam bentuk paket lengkap yang siap pakai. Jadi, sistem sel surya dalam bentuk paket lengkap itu jelas lebih murah dibandingkan dengan bila merakit sendiri. Biasanya panel surya itu letakkan dengan posisi statis menghadap matahari. Padahal bumi itu bergerak mengelilingi matahari. Orbit yang ditempuh bumi berbentuk elip dengan matahari berada di salah satu titik fokusnya. Karena matahari bergerak membentuk sudut selalu berubah, maka dengan posisi panel surya itu yang statis itu tidak akan diperoleh energi listrik yang optimal. Agar dapat terserap secara maksimum, maka sinar matahari itu harus diusahakan selalu jatuh tegak lurus pada permukaan panel surya. Jadi, untuk mendapatkan energi listrik yang optimal, sistem sel surya itu masih harus dilengkapi pula dengan rangkaian kontroler optional untuk mengatur arah permukaan panel surya agar selalu menghadap matahari sedemikian rupa sehingga sinar mahatari jatuh hampir tegak lurus pada panel suryanya. Kontroler seperti ini dapat dibangun, misalnya, dengan menggunakan mikrokontroler 8031. Kontroler ini tidak sederhana, karena terdiri dari bagian perangkat keras dan bagian perangkat lunak. Biasanya, paket sistem sel surya yang lengkap belum termasuk kontroler untuk menggerakkan panel surya secara otomatis supaya sinar matahari jatuh tegak lurus. Komponen utama sistem surya fotovoltaik adalah modul yang merupakan unit rakitan beberapa sel surya fotovoltaik. Untuk membuat modul fotovoltaik secara pabrikasi bisa menggunakan teknologi kristal dan thin film. Modul fotovoltaik kristal dapat dibuat dengan teknologi yang relatif sederhana, sedangkan untuk membuat sel fotovoltaik diperlukan teknologi tinggi. Modul fotovoltaik tersusun dari beberapa sel fotovoltaik yang dihubungkan secara seri dan paralel. Biaya yang dikeluarkan untuk membuat modul sel surya yaitu sebesar 60% dari biaya total. Jadi, jika modul sel surya itu bisa diproduksi di dalam negeri berarti akan bisa menghemat biaya pembangunan PLTS. Untuk itulah, modul pembuatan sel surya di Indonesia tahap pertama adalah membuat bingkai (frame), kemudian membuat laminasi dengan sel-sel yang masih diimpor. Jika permintaan pasar banyak maka pembuatan sel dilakukan di dalam negeri. Hal ini karena teknologi pembuatan sel surya dengan bahan silikon single dan poly cristal secara teoritis sudah dikuasai. Dalam bidang fotovoltaik yang digunakan pada PLTS, Indonesia ternyata telah melewati tahapan penelitian dan pengembangan dan sekarang menuju tahapan pelaksanaan dan instalasi Teknologi ini cukup canggih dan keuntungannya adalah harganya murah, bersih, mudah dipasang dan dioperasikan dan mudah dirawat. Sedangkan kendala utama yang dihadapi dalam pengembangan energi surya fotovoltaik adalah investasi awal yang besar dan harga per kWh listrik yang dibangkitkan relatif tinggi, karena memerlukan subsistem yang terdiri atas baterai, unit pengatur dan inverter sesuai dengan kebutuhannya. Bahan sel surya sendiri terdiri kaca pelindung dan material adhesive transparan yang melindungi bahan sel surya dari keadaan lingkungan, material anti-refleksi untuk menyerap lebih banyak cahaya dan mengurangi jumlah cahaya yang dipantulkan, semikonduktor P-type dan N-type (terbuat dari campuran Silikon) untuk menghasilkan medan listrik, saluran awal dan saluran akhir (tebuat dari logam tipis) untuk mengirim elektron ke perabot listrik. Cara kerja sel surya sendiri sebenarnya identik dengan piranti semikonduktor dioda. Ketika cahaya bersentuhan dengan sel surya dan diserap oleh bahan semi-konduktor, terjadi pelepasan elektron. Apabila elektron tersebut bisa menempuh perjalanan menuju bahan semi-konduktor pada lapisan yang berbeda, terjadi perubahan sigma gaya-gaya pada bahan. Gaya tolakan antar bahan semi-konduktor, menyebabkan aliran medan listrik. Dan menyebabkan elektron dapat disalurkan ke saluran awal dan akhir untuk digunakan pada perabot listrik. E. Perencanaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya Karena pembangkit listrik tenaga surya sangat tergantung kepada sinar matahari, maka perencanaan yang baik sangat diperlukan. Perencanaan terdiri dari: Jumlah daya yang dibutuhkan dalam pemakaian sehari-hari (Watt). Berapa besar arus yang dihasilkan solar cells panel (dalam Ampere hour), dalam hal ini memperhitungkan berapa jumlah panel surya yang harus dipasang. Berapa unit baterai yang diperlukan untuk kapasitas yang diinginkan dan pertimbangan penggunaan tanpa sinar matahari. (Ampere hour). Dalam nilai ke-ekonomian, pembangkit listrik tenaga surya memiliki nilai yang lebih tinggi, dimana listrik dari PT. PLN tidak dimungkinkan, ataupun instalasi generator listrik bensin ataupun solar. Misalnya daerah terpencil: pertambangan, perkebunan, perikanan, desa terpencil, dll. Dari segi jangka panjang, nilai keekonomian juga tinggi, karena dengan perencanaan yang baik, pembangkit listrik tenaga surya dengan panel surya memiliki daya tahan 20 – 25 tahun. Baterai dan beberapa komponen lainnya dengan daya tahan 3 – 5 tahun. Gambar 6. Diagram Rancang Bangun PLTS Sederhana Dari diagram pembangkit listrik tenaga surya diatas: beberapa solar panel di paralel untuk menghasilkan arus yang lebih besar. Combiner pada gambar diatas menghubungkan kaki positif panel surya satu dengan panel surya lainnya. Kaki/ kutub negatif panel satu dan lainnya juga dihubungkan. Ujung kaki positif panel surya dihubungkan ke kaki positif charge controller, dan kaki negatif panel surya dihubungkan ke kaki negatif charge controller. Tegangan panel surya yang dihasilkan akan digunakan oleh charge controller untuk mengisi baterai. Untuk menghidupkan beban perangkat AC (alternating current) seperti Televisi, Radio, komputer, dll, arus baterai disupply oleh inverter. Instalasi pembangkit listrik dengan tenaga surya membutuhkan perencanaan mengenai kebutuhan daya: Jumlah pemakaian Jumlah solar panel Jumlah baterai F. Contoh Perhitungan Sederhana Pembangkit Listrik Tenaga Surya Perhitungan keperluan daya adalah sebagai berikut : Langkah Pertama : Menentukan jumlah total beban di rumah yang akan menggunakan tenaga dari solar panel. Dari tagihan listrik, bisa dilihat tingkat konsumsinya dalam bentuk kWh (kilowatt per jam) setiap bulan. Sehingga dari situ kita bisa identifikasikan berapa kWh yang dibutuhkan tiap hari, misalnya 200 watt. Langkah Kedua : Menentukan lama beban yang totalnya 200 watt tersebut akan dihidupkan dengan menggunakan sistem solar panel. Boleh diasumsikan misalnya 12 jam. Jika 12 jam, berarti total konsumsi daya beban dalam sehari adalah 12 x 200 kWh = 2.400 watt. Tentunya lebih diuntungkan jika beban yang menggunakan solar panel dinyalakan pada malam hari. Dengan begini, penggunaan baterai relatif tidak berat dan dimungkinkan jumlah baterai dapat pula dikurangi jumlahnya, karena listrik yang disupply tidak hanya oleh baterai tetapi sinar matahari masih turut memberikan supply. Mari kita ambil contoh penggunaan sistem solar panel adalah pada pukul 18.00 s/d 06.00 (12 jam). Langkah Ketiga : Menghitung berapa besar dan jumlah baterai yang dibutuhkan untuk mensupply beban sejumlah total 2.400 watt: Jumlah total 2.400 watt perlu ditambahkan sekitar 20% yang adalah listrik yang digunakan oleh perangkat selain panel surya, yakni inverter sebagai pengubah arus DC (searah) menjadi AC (bolak – balik) (karena pada umumnya peralatan rumah tangga menggunakan arus AC), dan controller (sebagai pengatur arus) yakni menutup arus ke baterai jika tegangan sudah berlebih di baterai dan memberhentikan pengambilan arus dari baterai jika baterai sudah hampir kosong. Sehingga jika ditambahkan 20%, maka total daya yang dibutuhkan adalah 2.400 x (2.400 x 20%) = 2.880 watt. Dari 2.880 watt tersebut, jika dibagi 12 V ( tegangan umum yang dimiliki baterai) maka kuat arus yang dibutuhkan adalah 240 Ampere. Maka, jika kita menggunakan baterai yang sebesar 65 Ah 12 V, maka kita membutuhkan 4 baterai (65 x 12 x 4 = 3.120 watt). Dengan mendapatkan 3.120 watt ini, akan didapatkan jumlah panel yang dibutuhkan, termasuk besarannya yakni sebagai berikut. Jika menggunakan ukuran panel yang 100 wp (watt peak), maka dalam sehari panel ini kurang lebih menghasilkan supply sebesar 100wp x 5 (jam) = 500 watt. Adapun 5 jam didapat dari efektivitas rata-rata waktu sinar matahari bersinar di negara tropis seperti Indonesia, dan 5 jam ini sudah menjadi semacam perhitungan rumus baku efektivitas sinar matahari yang diserap oleh panel surya. Maka jika 1 panel yang 100 wp mampu memberikan listrik sejumlah 500 watt, didapatkan total panel yang dibutuhkan adalah sejumlah 3.120 watt / 500 watt = 7 panel (baiknya kita lebihkan). Kesimpulan : Telah berhasil didapatkan kombinasi antara jumlah panel surya dan baterai untuk mensupply listrik sejumlah total 3.120 watt yang dinyalakan selama 12 jam sehari dimana beban yang menggunakannya dinyalakan pada malam hari antara pukul 18.00 s/d 06.00 yakni : 7 PANEL SURYA YANG 100 WP DAN 4 BUAH BATERAI 65Ah 12 V. Mengenai harga, 1 buah panel surya dengan daya 100 wp adalah sebesar Rp.2.100.000, sehingga total uang yang harus dikeluarkan untuk pembelian panel surya adalah Rp.14.700.000,- BAB III KESIMPULAN Energi surya merupakan energi alternatif yang memiliki potensi cukup besar di Indonesia. Energi terbarukan ini telah dikembangkan dengan dua metode yaitu energi surya fotovoltaik yang secara umum dikenal sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Surya Fotovoltaik (PLTS Fotovoltaik). Pembangkit listrik tenaga surya ini sangat tergantung kepada sinar matahari, maka perencanaan yang baik sangat diperlukan. Perencanaan terdiri dari: Jumlah daya yang dibutuhkan dalam pemakaian sehari-hari (Watt), berapa besar arus yang dihasilkan solar cells panel (dalam Ampere hour), dalam hal ini memperhitungkan berapa jumlah panel surya yang harus dipasang dan berapa unit baterai yang diperlukan untuk kapasitas yang diinginkan dan pertimbangan penggunaan tanpa sinar matahari (Ampere hour). DAFTAR PUSTAKA http://renewabledotenergydotconsultant.blogspot.com/ (http://renewabledotenergydotconsultant.blogspot.com/), diakses tanggal 08-01-2014 http://www.greenradio.fm/technology/energy/solar-cell/ (http://www.greenradio.fm/technology/energy/solar-cell/1145-potensi-energi-surya-indonesia-melimpah), diakses 28-12-2013 http://dunia-listrik.blogspot.com/2008/11/, (http://dunia-listrik.blogspot.com/2008/11/,) diakses 29-12-2013 http://www.esdm.go.id/news-archives/, (http://www.esdm.go.id/news-archives/,) diakses tanggal 08-01-2014 http://www.litbang.esdm.go.id (http://www.litbang.esdm.go.id/) , diakses tanggal 08-01-2014 http://tenagasuryaku.com/2011/12/03/solar-sell/ (http://tenagasuryaku.com/2011/12/03/solar-sell/) diakses tanggal 20-12-2013 http://sentradaya.com/solar-cell/ (http://sentradaya.com/solar-cell/) diakses tanggal 20-12-2013 http://teknologisurya.wordpress.com/dasar-teknologi-sel-surya/prinsip-kerja-sel-surya/ (http://teknologisurya.wordpress.com/dasar-teknologi-sel-surya/prinsipkerja-sel-surya/) diakses tanggal 20-12-2013
[1] (/KULIAH/Semester%205-8/semester%205/tugas%20Pak%20Azhar/MAKALAH%20KONVERSI%20ENERGI.doc#_ftnref1) http://www.esdm.go.id/news-archives/, (http://www.esdm.go.id/news-archives/,) diakses tanggal 18-03-2013 [2] (/KULIAH/Semester%205-8/semester%205/tugas%20Pak%20Azhar/MAKALAH%20KONVERSI%20ENERGI.doc#_ftnref2) http://www.greenradio.fm/technology/energy/solar-cell/ (http://www.greenradio.fm/technology/energy/solar-cell/1145-potensi-energi-surya-indonesia-melimpah), diakses 18-03-2013 By nyayuaisyah MAR 18 2014 ASIDE TEKNOLOGI PEMANFAATAN BATUBARA MAGNETO HIDRO DINAMIK (MHD) Disusun Oleh: NOVA RACHMADONA (061140411509) NYAYU AISYAH (061140411509) KELAS 5 EGA PROGRAM STUDI TEKNIK ENERGI JURUSAN TEKNIK KIMIA POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA 2014 BAB I PENDAHULUAN Semakin tinggi tingkat perkembangan industri suatu negara, semakin besar pula tingkat kebutuhan tenaga listrik untuk memenuhi kebutuhan energinya. Sehingga kecenderungan pemakaian listrik dimasa yang akan datang akan terus meningkat, bukan saja karena jumlah penduduk, industri, perdagangan dan jasa yang terus meningkat, tetapi juga karena adanya kemudahan dalam mengkonversikan energi listrik ke bentuk energi listrik lain. Melihat perkembangan pembangkit di dunia beberapa tahun terakhir ini, terasa semakin banyak keprihatinan akibat belum terpecahkannya masalah-masalah utama pembangkitan. Masalah-masalah utama pembangkitan tersebut diantaranya masalah lingkungan berupa penggunaan bahan bakar fosil yang terkandung di bumi sampai pada pembuangan limbah hasil pembakaran ke udara, masalah efisiensi pembangkit dan lain-lain. Kenaikan kebutuhan energi listrik dunia di masa depan perlu diantisipasi karena makin terbatasnya sumber daya alam yang dapat dijadikan sumber daya energi listrik. Oleh karena itu harus dicari sebuah pembangkit generasi baru yang sesuai dengan kondisi masa depan. Ada dua kriteria yang dapat dipilih atau dibangun bersama pada saat yang bersamaan, yaitu : 1. Pembangkit energi baru yang tidak memanfaatkan sumber bahan bakar fosil atau lainnya yang terbatas ketersediaanya serta sudah makin menipis. Tetapi menggunakan sumber daya baru yang dianggap tidak akan ada habisnya atau yang mempunyai cadangan yang sangat besar seperti energi surya, angin, ombak dan lain-lain. 2. Pembangkit energi baru yang tetap memanfaatkan bahan bakar fosil dan bahan bakar lainnya yang terbatas ketersediaanya seperti kebanyakan pembangkit daya sekarang ini. Tetapi dengan efisiensi yang setinggi mungkin sehingga cadangan bahan bakar fosil yang terbatas dapat dimanfaatkan dengan semaksimal mungkin. Pembangkit energi Magneto Hidro Dinamika (MHD) muncul sebagai salah satu pilihan untuk memecahkan masalah energi dunia masa depan. Prinsipnya ditemukan oleh Michael Faraday pada tahun 1832 ketika ditemukan induksi elektro magnetik. Perkembangan yang diperlihatkan oleh MHD menjanjikan keuntungan yang besar, sehingga banyak Negara sampai saat ini masih dengan gigih melakukan penelitian, pengembangan serta percobaan penggunaan pembangkit MHD sebagai salah satu pembangkit energi listrik yang dapat berfungsi komersial dan dapat diandalkan dimasa depan. Terutama di Amerika Serikat dan Rusia (disamping Negara-negara Jepang, Belanda, dan lain-lain), setelah mengalami masa surut yang cukup berat sampai tahun 1966 dalam masalah efisiensi pembangkitan yang sangat kecil, pada akhir dasawarsa ini mulai menunjukan keberhasilannya. Negara-negara lainnya masih jauh tertinggal di bidang teknologi MHD ini dibandingkan Amerika Serikat. Sistem MHD mempunyai kemampuan untuk dapat dikombinasikan dengan pembangkit daya listrik lainnya, seperti dengan PLTU dengan memanfaatkan kalor buangan generator MHD, di mana pembangkit MHD bertindak sebagai siklus hulu dan PLTU sebagai siklus hilir ini akan menghasilkan tenaga listrik yang lebih besar. Dua perusahaan raksasa Amerika Serikat yaitu Westinghouse dan General Electric Company telah berhasil membuat revolusi MHD dengan keberhasilannya merancang pembangkit kombinasi sistem MHD dan PLTU dengan efisiensi total sampai dengan 50% dibandingkan dengan PLTU konvensional yang hanya 40% saja. Diharapkan dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi efisiensi total dari pembangkit listrik MHD akan mampu mencapai 60%. BAB II PEMBAHASAN SISTEM MAGNETO HIDRO DINAMIKA 2.1 Uraian Umum Sesuai dengan hukum induksi Faraday, bahwa bila sebuah penghantar bergerak dan memotong garis gaya dalam medan magnet, maka didalam penghantar itu akan diinduksikan suatu gaya gerak listrik (GGL). Apabila rangkaian itu berupa rangkaian tertutup, maka akan mengalir arus induksi yang disebabkan oleh GGL tersebut. Prinsip pembangkitan dengan menggunakan teknologi MHD, tidak berbeda jauh dengan prinsip pembangkitan konvensional. Pada generator konvensional penghantar yang digunakan berupa penghantar benda padat (logam). Sedangkan pada generator MHD menggunakan penghantar benda cair atau benda gas, dengan syarat kedua benda tersebut merupakan penghantar (gambar 2.1). Gambar 2.1 (a) Skema generator konvensional (b) Skema generator MHD Bahan bakar dimasukan kedalam ruang pembakaran kemudian disuntikan gas dengan proses penekanan. Untuk meningkatkan daya hantar gas tersebut, dimasukan benih-benih yang berbentuk pertikel-pertikel kecil dari logam (seed). Benih-benih yang sering digunakan adalah Cesium atau Potasium. Karena pembakaran mengakibatkan gas mengembang secara pesat. Suatu perbedaan tekanan didalam ruang pembakaran, mengakibatkan gas memasuki kanal dengan kecepatan tinggi dan memotong medan magnet. Gas yang telah bersifat penghantar tersebut akan di induksikan suatu gaya gerak listrik. Maka elektroda-elektroda itu akan menghasilkan gaya gerak listrik (GGL), apabila elektroda-elektroda ini dihubungkan dengan beban berupa rangkaian tertutup, maka akan menghasilkan arus listrik. 2.2 Jenis Siklus Pembangkitan MHD Magneto Hidro Dinamika adalah Sistem yang bekerja berdasarkan interaksi antara medan magnet dengan aliran fluida, di mana fluidanya bisa berupa benda gas (plasma) atau benda cair (logam cair). Untuk fluida kerja yang menggunakan logam cair, sistem ini disebut Magneto Hidro Dinamika Logam Cair (Liquid Metal Magneto Hydro Dynamic, LMMHD). Secara praktis, generator MHD berarti pembangkit tenaga listrik dengan melewatkan fluida yang mempunyai hantaran listrik pada medan magnet. Dikenal dua macam siklus generator MHD yang penting, yaitu : 1) Siklus terbuka 2) Siklus tertutup 2.2.1. Generator MHD Siklus Terbuka Pada generator MHD siklus terbuka bahan bakar fosil seperti gas alam, minyak bumi atau batu bara dibakar didalam ruang pembakaran dengan dicampur udara panas yang bertekanan (diperkaya dengan oksigen). Untuk menaikkan konduktivitas fluida, ditambahkan pula benih-benih logam (seed), biasanya berupa partikel-partikel kecil dari logam Potasium atau Cesium seperti dapat dilihat pada gambar 2.2. Gambar 2.2. Skema generator MHD siklus terbuka Hasil pembakaran di dalam ruang pembakaran mengakibatkan temperatur yang tinggi, yaitu ± 2773 oK. Akibat temperatur yang tinggi, fluida akan mengembang secara pesat dan terjadi perbedaan tekanan, sehingga fluida tersebut meninggalkan ruang pembakaran dengan kecepatan tinggi menuju kanal MHD yang bermedan magnet, sambil membangkitkan arus listrik. Pada sistem siklus terbuka, fluida kerjanya setelah melewati kanal dibuang keudara bebas. Tetapi karena fluida tersebut masih mengandung partikel-partikel logam yang berharga, maka partikel-partikel logam tersebut dipisahkan dari gas buang dan digunakan kembali oleh pembibitan ulang. Sebelum fluida dibuang ke udara, maka harus mengalami fase pembersihan dari berbagai bahan kimia, agar pengotoran itu tidak turut terbuang melalui cerobong dan menggangu lingkungan. Pencemaran bahan kimia dari suatu pusat listrik, umumnya terdiri atas senyawa gas NO dan SO2. Oleh karena pembangkit MHD bekerja pada suhu yang tinggi, maka gas NO ini akan mengkatalisasi gas SO2, Sehingga berubah menjadi senyawa SO3 yang relatif lebih mudah untuk diuraikan. Zat-zat keluaran tersebut aman terhadap lingkungan karena zat-zat keluaran yang ditimbulkan oleh pembangkit MHD siklus terbuka relatif lebih kecil dibandingkan dengan pembangkit konvensional lainnya. 2.2.2. Generator MHD Siklus Tertutup Generator MHD siklus tertutup terbagi menjadi dua, ditinjau dari fluida kerja yang digunakannya, yaitu yang menggunakan benda gas (plasma) dan yang menggunakan benda cair (logam cair). Generator MHD siklus tertutup mempunyai tingkat efisiensi yang tinggi, seperti diperlihatkan pada gambar 2.3 dibawah ini, sebuah blok diagram sistem pembangkit listrik MHD siklus tertutup. Gambar 2.3. Blok Diagram Sistem Pembangkit Listrik MHD Siklus Tertutup 2.2.2.1. Generator MHD Plasma Jenis generator MHD siklus tertutup plasma dapat menggunakan fluida kerja berupa gas mulia (neon, argon, helium) ditambah dengan logam alkali yang mudah meng-ion seperti potasium atau cessium. Susunan ini dapat dilihat pada gambar 2.4. Gambar 2.4. Skema generator MHD siklus tertutup Fluida dipanaskan sampai temperatur ± 1773 oK, akibat temperatur yang tinggi ini, fluida akan mengembang secara pesat dan terjadi perbedaan tekanan, akhirnya dengan sendirinya fluida mengalir memasuki kanal MHD. Di dalam kanal yang bermedan magnet akan terjadi interaksi terhadap fluida, dimana pada dua sisi kanal ini dipasang sepasang elektroda (positif dan negatif). Sesuai dengan hukum Faraday, maka pada sepasang elektroda itu akan timbul gaya gerak listrik (ggl). Bila elektroda ini dihubungkan pada suatu rangkaian tertutup maka akan menghasilkan arus listrik. Setelah meninggalkan kanal, gas diberi kesempatan untuk berkondensasi dan menjadi dingin, kemudian dipompa kembali ke ruang pemanasan untuk mengulangi proses yang sama. Keuntungan siklus tertutup adalah bahwa temperatur kerjanya lebih rendah dibandingkan dengan siklus terbuka. Suhu ini sangat penting karena tidak banyak material yang dapat memenuhi suhu tinggi untuk dipakai pada proses generator MHD. 2.2.2.2. Generator MHD Dengan Logam Cair Sistem MHD yang menggunakan cairan logam, sering disebut MHD logam cair (Liquid Metal Magneto Hidro Dinamics, LMMHD), Pembangkit MHD logam cair prinsipnya berdasarkan pemisahan dari dua fungsi fluida kerja, dimana gas atau uap digunakan sebagai fluida termodinamika pada konversi energi panas menjadi energi kinetik dan logam cair digunakan sebagai konduktor listrik pada konversi energi kinetik menjadi energi listrik. Pembangkit MHD logam cair mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : 1) Memindahkan panas ke cairan dan mengkonversikan bagian cairan menjadi uap, kemudian uap tersebut dikembalikan ke kondensor 2) Mengkonversikan energi panas dari uap menjadi energi kinetik pada cairan 3) Mengkonversikan dari cairan menjadi energi listrik Gambar 2.5 Skema MHD Siklus Tertutup dengan Menggunakan Logam Cair 2.3 Perbandingan Antara Sistem Siklus Terbuka dan Sistem Siklus Tertutup Perbandingan yang erat antara kedua sistem tertera di bawah ini: Sistem Siklus Terbuka
Sistem Siklus Tertutup
(1) Di sini fluida kerja setelah pembangkit energi listrik dibuang ke atmosfir melalui stack.
(1)Di sini fluida kerja setelah pembangkit energi listrik didaur ulang ke sumber panas dan dengan demikian dapat digunakan lagi dan lagi.
(2)Penyelenggaraan MHD generator dilakukan secara langsung pada produk pembakaran [seperti batubara, minyak, gas alam (gas panas sehingga terbentuk unggulan dengan jumlah kecil dari logam alkali terionisasi seperti cesium atau kalium)] dalam sebuah sistem siklus terbuka.
(2)Dalam helium siklus tertutup sistem atau argon (dengan pembenihan cesium) digunakan sebagai fluida kerja.
(3) Kebutuhan Suhu di sini sangat tinggi, yaitu sekitar 2300 ˚ C sampai dengan 2700 ˚ C.
(3)Kebutuhan suhu relatif sedikit, yakni sekitar 530 ˚ C.
(4)Siklus MHD sistem terbuka melibatkan risiko teknologi kompleks yang relatif tinggi, terutama karena suhu tinggi yang diperlukan.
(4)Siklus MHD sistem tertutup melibatkan risiko teknologi sederhana yang relatif rendah, terutama karena suhu kerja relatif rendah.
(5) Sesuai dengan penelitian terbaru dan pekerjaan pembangunan, efisiensi tampak relatif lebih tinggi.
(5) Sampai saat ini ada perkembangan yang signifikan telah terjadi dalam sistem ini, dan efisiensi yang tampaknya relatif kurang.
(6) Lebih mahal dibandingkan dengan siklus MHD sistem tertutup.
(6) Cukup mahal.
2.4 Keunggulan Sistem MHD Generasi MHD menawarkan beberapa keunggulan dibandingkan dengan metode lainuntuk pembangkit listrik, diantaranya adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Proses MHD mempunyai potensi untuk meningkatkan efisiensi pengkonversian energi sampai 50-60%. Proses MHD dapat mereduksi keperluan air pendingin dan polusi di atmosfer. Proses pembangkitan MHD dapat dipakai untuk semua jenis sumber panas seperti minyak, batu bara, nuklir, gas, matahari, termonuklir, dll. Pembangkitan MHD memberikan fleksibilitas operasi pada mode yang berbeda seperti beban puncak, beban utama, atau beban semi-puncak. Penelitian mengindikasikan bahwa MHD power generation membutuhkan biaya yang lebih rendah dibandingkan dengan pembangkitan daya konventional. Efisiensi penggunaan bahan bakar yang lebih tinggi yang berarti lebih baik. Mengurangi konsumsi bahan bakar akan menawarkan manfaat ekonomi dan sosial tambahan. 7. Sistem Siklus Tertutup menghasilkan tenaga bebas polusi. 2.5 Kekurangan Sistem MHD Meskipun memiliki sejumlah keuntungan, ternyata Sistem MHD memiliki kelemahan sendiri yang melarang komersialisasi tersebut. Kelemahan MHD System terdaftar di bawah ini: 1. Sistem MHD menperoleh dampak dari arus balik (arus pendek) elektron melalui cairan di sekitar ujung medan magnet. Kerugian ini dapat dikurangi dengan: 1. 2. 3. 4. 5.
Meningkatkan rasio aspek (L / d) dari generator. Dengan mengijinkan kutub medan magnet untuk memperpanjang bagian luar akhir elektroda. Dengan menggunakan baling-baling berisolasi dalam saluran fluida dan pada inlet dan outlet . Akan ada kerugian gesekan tinggi dan kerugian transfer panas. Kerugian gesekan mungkin setinggi 12% input. Sistem MHD beroperasi pada suhu yang sangat tinggi untuk mendapatkan tinggi listrik konduktivitas. Tetapi elektroda harus relatif pada temperatur rendah dan karenanya gas di sekitar elektroda lebih dingin. Hal ini meningkatkan resistivitas gas dekat elektroda dan maka akan ada tegangan turun sangat besar di film gas. Dengan menambahkan bahan benih, resistivitasnya akan dapat dikurangi. 6. Sistem MHD membutuhkan magnet yang sangat besar dan ini membutuhkan biaya besar. Batubara, bila digunakan sebagai bahan bakar, menimbulkan masalah abu cair yang mungkin terjadi arus pendek pada elektroda.Oleh karena itu, minyak atau gas alam dianggap lebih banyak digunakan sebagai bahan bakar untuk sistem ini.Pembatasan penggunaan bahan bakar membuat operasi lebih mahal BAB III KESIMPULAN Dengan menjamurnya industri-industri belakangan ini, maka kebutuhan listrik juga semakin meningkat. Maka dalam situasi seperti ini, pastilah kebutuhan energi sudah jadi hal yang mutlak diperlukan untuk menjalankan industri-industri tersebut. Ini berarti kapasitas daya tambahan yang diperlukan terutama dalam tahuntahun ke depan sangatlah tinggi, maka daripada itu, untuk menjawab tantangan tersebut kita harus menggunakan energi yang dapat terbarukan yang efisien dan seminimal mungkin tidak merusak lingkungan sekitar kita. Maka jawaban dari semua itu adalah energi non konvensional. Solusi energi tersebut adalah dengan menggunakan pembangkit energi listrik dengan teknologi MHD (Magneto Hidro Dinamika). Teknologi ini mempunyai tingkat efisiensi yang tinggi, dapat menghasilkan daya yang besar, dan cukup ramah lingkungan, yang diharapkan nantinya teknologi ini dapat menggantikan teknologi-teknologi konvensional yang sudah ada pada saat ini. Selain itu, kemajuan yang signifikan yang telah dibuat dalam pengembangan semua komponen kritis dalam sistem teknologi MHD dapat menjanjikan keuntungan ekonomi yang tinggi. Maka dari hal itu, kiranya tidak akan lama lagi jika teknologi MHD ini akan mengubah dirinya dari non-konvensional ke sumber energi konvensional. DAFTAR PUSTAKA http://www.dropyourenergibill.com/archives/1820 (http://www.dropyourenergybill.com/archives/1820) diunduh pada tanggal 30 Nopember 2011. http://www.mpoweruk.com/mhd_generator.htm (http://www.mpoweruk.com/mhd_generator.htm) diunduh pada tanggal 30 Nopember 2011. http://Magnetohydrodynamic (http://Magnetohydrodynamic) (MHD) « Tanoto Information Centre_files/ diunduh pada tanggal 1 Desember 2011. http://apa (http://apa) itu magnetohydrodynamic – Forum Sains Indonesia_files/ diunduh pada tanggal 1 Desember 2011. PC_MHD.pdf diunduh pada tanggal 1 Desember 2011. surendro, hagni.2007. Energi alternatif.pdf diunduh pada tanggal 1 Desember 2011.
MAGNETO HIDRO DINAMIK (MHD) (https://aisyahnyayu.wordpress.com/2014/03/18/15/) By nyayuaisyah MAR 16 2014
JAWABAN SOAL UAS PERPINDAHAN PANAS Nama : Nyayu Aisyah NIM : 0611 4041 1509 Kelas : 5 EGA PERPINDAHAN PANAS ESSAY Suatu Double Pipe Benzen-Toluen Exchanger, dirancang untuk memanaskan 5000 lb/hr benzene dingin dari 80oF menjadi 120oF menggunakan 5000 lb/hr toluene panas yang mempunyai suhu awal 150oF. Spgr untuk masing-masing komponen tersebut berturut-turut adalah 0,88 dan 0,87. Fouling factor yang diizinkan untuk masing-masing stream adalah 0,001 dan pressure drop 10 psi untuk setiap stream. Bila pipa yang digunakan ukuran 2 x 1 ¼ inch dengan panjang 20 ft, hitunglah jumlah hairpins yang dibutuhkan untuk operasional tersebut. PENYELESAIAN 1) Menghitung Heat Balance, Benzena : tav = (120oF + 80oF) / 2 = 100oF dari temp. tersebut dengan melihat grafik 2 didapat specific heat sebesar 0,425 Maka, Q = 5.000 x 0,425 x (120-80) = 85.000 Btu/hr Tolunena : Asumsi specific heat = 0,44 Maka, T2 sebesar : Q = w c dT 85.000 Btu/hr = 5.000 lb/hr x 0,44 x (150-T2) T2 = 111oF Sehingga, Tav = (150oF + 111oF) / 2 = 130,5oF 2) Menghitung LMTD Hot Fluid
Cold Fluid
Diff
150
120
30 (Δt2)
111
80
31 (Δt1)
-1
LMTD = (Δt2 – Δt1) / (2,3 log (Δt2/ Δt1)) = (-1) / (2,3 log (30/31)) = 30,53oF 3) Menghitung Tc Tav = (150oF + 111oF) / 2 = 130,5oF tav = (120oF + 80oF) / 2 = 100oF Tc = Tav = tav, karena viskositasnya lebih rendah dari 1 centipoise sehingga harga (µ/µw)0,14 = 1,0 Hot fluid : annulus, toulena 4) Flow Area, D 2 = 2,067/12 = 0,1725 ft D 1 = 1,66/12 = 0,138 ft Aa = (D 22-D 12) / 4 = 3,14 (0,17252-0,1382) / 4 = 0,00826 ft2 Equivalent Diameter D c = (D 22-D 12) / D 1 = (0,17252-0,1382) / 0,138 = 0,0762 ft 5) Mass vel, Ga = w /Aa = 5.000 / 0,00826 = 605326,87 lb/hrft2 6) Pada 130,5oF, µ = 0,40 cp [Fig 14] = 0,40 x 2,42 = 0,968 lb/fthr Re = D c G a / µ = 0,0762 x 605326,87 / 0,968 = 47650,73 7) jH = 165 [Fig 24] 8) Pada 130,5oF, c = 0,44 Btu/lboF k = 0,085 Btu/hr ft2 oF [ Tabel 4] 9) ho = jH (k/D c) (cµ/k)1/3(µ/ µw )0,14 = 167 x (0,085/0,0762) x 1,711 x 1,0 = 318,73 Btu/hr ft2oF Cold Fluid : inner pipe, benzena 4) Flow Area, D = 138/12 = 0,115 ft Flow Area, Ap = (D 2) / 4 = 3,14 x 0,1152 / 4 = 0,0104 ft2 5) Mass vel, Gp = w /Aap = 5.000 / 0,0104 = 480769,23 lb/hrft2 6) Pada 100oF, µ = 0,50 cp [Fig 14] = 0,50 x 2,42 = 1,21 lb/fthr Re = D G p / µ = 0,115 x 480769,23 / 1,21 = 45692,94 7) jH = 236 [Fig 24] 8) Pada 100oF, c = 0,425 Btu/lboF k = 0,091 Btu/hr ft2 oF [ Tabel 4] 9) ho = jH (k/D c) (cµ/k)1/3(µ/ µw )0,14 = 236 x (0,091/0,115) x 1,78 x 1,0 = 333 Btu/hr ft2oF 10) hio = hi x ID / OD = 333 x 1,38/1,66 = 276 11) Clean overall coefficient, U C U C = (hio ho) / (hio + ho) = (276 x 318,73) / (276 + 318,73) = 148 Btu/hr ft2oF 12) Design overall coefficient, U D 1/U D = (1/ U C) + Rd Rd = 0,001 1/U D = (1/ 148) + 0,001 U D = 129 Btu/hr ft2oF Kesimpulan : UC
148
UD
129
13) Ukuran permukaan yang dibutuhkan A = Q / U D Δt = 85.000 / (129 x 30,53) = 21,58 ft2 Panjang yang dibutuhkan : = 21,58 / 0,435 = 49,61 lin ft Akan terpenuhi dengan menghubungkan dua buah 20 ft hairpins secara seri Soal Pilihan 1. Sistem aliran fluida pada suatu exchanger berpengaruh terhadap profil temperature. Untuk sistem counter flow profil temperaturnya yang mungkin terjadi adalah : c. T1 – T2 selalu > T2 – t1 2. Untuk menentukan koefisien fil (hi) pada inert pipe bila fluida yang handling mempunyai viskositas rendah untuk perpindahan panas secara konveksi tanpa perubahan phase, maka sifat-sifat fisik fluida ditentukan berdasarkan temperatur : b. Temperatur borongan rata-rata fluida masuk dan keluar pada bagian tersebut 3. Luas permukaan perpindahan kalor merupakan salah satu parameter untuk mengukur kinerja alat penukar kalor. Bila sub bagian dari phenomena perpindahan kalor terjadi secara konduksi melalui pipa atau tabung, maka yang dimaksud dengan area perpindahan kalornya adalah : b. Luas permukaan pipa atau tabung ( 2 r L ft 2) atau m2 4. Etanol dipanaskan dari suhu 30oC menjadi 50oC dalam pipa 6 inch. Jika laju alir fluida 10 m3/jam, berapakah nilai angka aliran fluidanya dijelaskan dalam jenis aliran : a. Laminar 5. Hitung nilai LMTD fluida panas masuk pipa konsentris pada temperatur 300oC dan keluar pada temperatur 200oC dan fluida dingin masuk 100oC dan keluar 150oC jika aliran berlawanan arah : b. 123,5oC 6. Jika soal diatas aliran searah maka LMTD nya adalah : a.108oC 7. Pada exchanger 3 x 2 IPS dengan panjang hairpin 20 ft jika diketahui luas area perpindahan panas adalah 75 ft2 maka banyaknya hairpin yang diperlukan adalah : b. 3 hairpins 8. Kerosin pada 42oAPI didinginkan dari temperatur 300oF menjadi 200oF dengan memanaskan Gasolin pada 65oAPI dari temperatur 100oC ke 180oC pada suatu alat perpindahan panas dengan aliran counterflow. Maka temperatur kalorik kerosin adalah : b. 256oF 9. Pada suatu Double pipe heat exchanger diketahui luas area perpindahan panas 2 ft2 dengan beda temperatur LMTD sebesar 100oF dan besar aliran panas 12.000 Btu/hr, maka film koefisien pada pipa dalam adalah : b. 60 Btu/hr ft2 oF By nyayuaisyah MAR 16 2014
Pembuatan Briket Batubara LAPORAN TETAP TEKNOLOGI PEMANFAATAN BATUBARA Pembuatan Briket Batubara Ukuran 170 Mesh Karbonisasi dan Non Karbonisasi dengan Komposisi 80% Batubara, 10% Sekam dan 10% Tapioka D I S U S U N OLEH : Ahmad Banuaji 0611 4041 1494 Bayu Fajri 0611 4041 1496 Erik Saputra 0611 4041 1499 Mulyati 0611 4041 1506 Nyayu Aisyah 0611 4041 1509 Ramadhan Kodri 0611 4041 1511 KELAS 5 EGA Dosen Mata Kuliah : Zulkarnain, S.T M.T TEKNIK KIMIA PROGRAM STUDI S1 (TERAPAN) TEKNIK ENERGI POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA 2013 PEMBUATAN BRIKET BATUBARA UKURAN 170 MESH KARBONISASI DAN NON KARBONISASI DENGAN KOMPOSISI 80% BATUBARA, 10% JERAMI DAN 10% TAPIOKA 1. I. Tujuan Percobaan – Mampu membuat briket batubara dengan dan tanpa proses karbonisasi – Mampu menganalisa lamanya waktu penyalaan, kadar air, kadar abu dan kadar zat terbang di dalam briket batubara 1. II. Alat dan Bahan Alat yang digunakan : – Beaker Glass 4 buah – Hot Plate 2 buah – Spatula 2 buah – Neraca Analitik 1 buah – Oven 1 buah – Furnace 1 buah – Cawan Porselen 2 buah – Krusibel 4 buah – Alat Press 1 buah – Cetakan Briket 1 buah – Desikator 1 buah – Botol Aquadest Bahan yang digunakan : – Batubara hasil preparasi sampel ukuran 170 mesh 150 gr – Tepung Tapioka 15 gr – Sekam Padi 15 gr – Aquades 1. III. Dasar Teori Akhir-akhir ini harga baha bakar minyak dunia meningkat pesat yang berdampak pada meningkatnya harga jual bahan bakar minyak termasuk Minyak Tanah di Indonesia. Minyak Tanah di Indonesia yang selama ini di subsidi menjadi beban yang sangat berat bagi pemerintah Indonesia karena nilai subsidinya meningkat pesat menjadi lebih dari 49 trilun rupiah per tahun dengan penggunaan lebih kurang 10 juta kilo liter per tahun. Untuk mengurangi beban subsidi tersebut maka pemerintah berusaha mengurangi subsidi yang ada dialihkan menjadi subsidi langsung kepada masyarakat miskin. Namun untuk mengantisipasi kenaikan harga BBM dalam hal ini Minyak Tanah diperlukan bahan bakar alternatif yang murah dan mudah didapat. Briket Batubara merupakan bahan bakar padat yang terbuat dari Batubara, bahan bakar padat ini murupakan bahan bakar alternatif atau merupakan pengganti Minyak Tanah yang paling murah dan dimungkinkan untuk dikembangkan secara masal dalam waktu yang relatif singkat mengingat teknologi dan peralatan yang digunakan relatif sederhana. 1. A. Briket Batubara Briket Batubara adalah bahan bakar padat yang terbuat dari Batubara dengan sedikit campuran seperti tanah liat dan tapioka. Briket Batubara mampu menggantikan sebagian dari kegunaan Minyak Tanah sepeti untuk : Pengolahan Makanan, Pengeringan, Pembakaran dan Pemanasan. Bahan baku utama Briket Batubara adalah Batubara yang sumbernya berlimpah di Indonesia dan mempunyai cadangan untuk selama lebih kurang 150 tahun. Teknologi pembuatan Briket tidaklah terlalu rumit dan dapat dikembangkan oleh masyarakat maupun pihak swasta dalam waktu singkat. Sebetulnya di Indonesia telah mengembangkan Briket Batubara sejak tahun 1994 namun tidak dapat berkembang dengan baik mengingat Minyak Tanah masih disubsidi sehingga harganya masih sangat murah, sehingga masyarakat lebih memilih Minyak Tanah untuk bahan bakar sehari-hari. Namun dengan kenaikan harga BBM per 1 Oktober 2005, mau tidak mau masyasrakat harus berpaling pada bahan bakar alternatif yang lebih murah seperti Briket Batubara. B. Bahan Campuran dan Fungsi (http://usahabriket.blogspot.com/2008/08/bahan-campuran-dan-fungsi.html) 1. Batubara, sebagai bahan utama pembuatan briket batubara. Semakin tinggi nilai kalorinya, panas yang dihasilkan akan semakin tinggi Semakin tinggi nilai kalorinya, pembakaran akan semakin lama karena unsur zat yang mudah terbakar (volatile matter) yang dikandungnya akan semakin sedikit Semakin banyak komposisi batubaranya, pembakaran yang dihasilkan akan semakin panas dan semakin lama Semakin tinggi nilai kalorinya semakin sulit menyala, karena kadar volatile matternya akan semakin sedikit Semakin rendah nilai kalorinya, panas yang dihasilkan akan semakin berkurang dan lama pembakaran akan semakin cepat. Batubara dengan nilai kalori rendah juga mengandung banyak air sehingga menyulitkan dalam penyalaan, berasap dan panas yang berkurang. Solusinya dengan cara pengeringan (mengurangi kadar air) dan dengan cara karbonisasi (menaikkan kadar kalori batubara) 2. Biomassa (serbuk kayu keras), sebagai bahan untuk mempercepat dan memudahkan proses pembakaran Semakin banyak komposisi biomassa maka briket akan semakin mudah terbakar dan pencapaian suhu maksimalnya akan semakin cepat Kelemahannya semakin banyak komposisi biomassanya, lama pembakaran menjadi semakin berkurang Biomassa dapat diubah / diolah menjadi bio arang, yang merupakan bahan bakar dengan tingkat nilai kalor yang cukup tinggi dan dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari Semakin besar komposisi biomassa, maka kandungan emisi polutan CO dan polusi HC akan semakin berkurang 3. Tanah liat, sebagai bahan pengeras sekaligus perekat Jenis tanah liat yang dipilih, harus mengandung unsur Kaulinik yaitu unsur yang mempengaruhi kerekatan, kekerasan dan kekeringan Semakin banyak komposisinya, briket yang dihasilkan akan semakin keras Semakin banyak komposisinya, gas CO yang dihasilkan akan semakin sedikit Dari hasil uji coba untuk ketahanan dan lama pembakaran, komposisi yang terbaik untuk tanah liat adalah 10% 4. Tepung tapioka, sebagai bahan perekat utama Pemilihan tepung tapioka yang baik juga diperlukan untuk mendapatkan daya rekat yang kuat dan tidak mudah hancur Pembuatan “adonan perekat” dari tepung tapioka dengan air juga harus diperhatikan sehingga benar-benar matang dan kental. Setelah adonan jadi sebaiknya didinginkan terlebih dahulu sehingga adonan tersebut benar-benar kental dan rekat 5. Kapur (lime), sebagai bahan imbuhan yang digunakan untuk mengikat racun dan mengurangi bau belerang Dari hasil uji coba, komposisi yang terbaik untuk kapur adalah 1% Komposisi kapur juga perlu diperhatikan, karena apabila terlalu banyak akan membuat panas pembakaran briket menjadi berkurang 1. C. Jenis Briket Batubara 1. Jenis Berkarbonisasi (super), jenis ini mengalami terlebih dahulu proses dikarbonisasi sebelum menjadi Briket. Dengan proses karbonisasi zat-zat terbang yang terkandung dalam Briket Batubara tersebut diturunkan serendah mungkin sehingga produk akhirnya tidak berbau an berasap, namun biaya produksi menjadi meningkat karena pada Batubara tersebut terjadi rendemen sebesar 50%. Briket ini cocok untuk digunakan untuk keperluan rumah tangga serta lebih aman dalam penggunaannya. 2. Jenis Non Karbonisasi (biasa), jenis yang ini tidak mengalamai dikarbonisasi sebelum diproses menjadi Briket dan harganyapun lebih murah. Karena zat terbangnya masih terkandung dalam Briket Batubara maka pada penggunaannya lebih baik menggunakan tungku (bukan kompor) sehingga akan menghasilkan pembakaran yang sempurna dimana seluruh zat terbang yang muncul dari Briket akan habis terbakar oleh lidah api dipermukaan tungku. Briket ini umumnya digunakan untuk industri kecil. Produsen terbesar Briket Batubara di Indonesia saat ini adalah PT. Tambang Batubara Bukit Asam (Persero), atau PT. BA yang mempunyai 3 pabrik yaitu di Tanjung Enim Sumatera Selatan, Bandar Lampung dan Gresik Jawa Timur dengan kapasitas terpasang 115.000 ton per tahun. Disamping PT. BA terdapat beberpa perusahaan swasta lain yang meproduksi Briket Batubara namun jumlahnya jauh lebih kecil dibanding PT. BA dan belum berproduksi secara kontinyu. Dengan adanya kenaikan BBM khususnya Minyak Tanah dan Solar, tentunya penggunaan Briket Batubara oleh kalangan rumah tangga maupun industri kecil/menengah akan lebih ekonomis dan menguntungkan, namun demikian kemampuan produksi dari PT. BA. masih sangat kecil, untuk mengatasi kekurangan tersebut diharapkan partisipasi serta keikutsertaan pihak swasta untuk memproduksi dan mensosialisasikan penggunaan Briket Batubara disetiap daerah. 1. D. Keunggulan Briket Batubara Lebih murah Panas yang tinggi dan kontinyu sehingga sangat baik untk pembakaran yang lama Tidak beresiko meledak/terbakar Tidak mengeluarkan sauara bising serta tidak berjelaga Sumber Batubara berlimpah Namun demikian Briket memiliki keterbatasan yaitu waktu penyalaan awal memakan waktu 5 – 10 menit dan diperlukan sedikit penyiraman minyak tanah sebagai penyalaan awal, Briket Batubara hanya efisien jika digunakan untuk jangka waktu datas 2 jam. (sumber ; pt. ba, bppt) Parameter Antara Minyak Tanah dan Briket Parameter
Minyak Tanah
Briket
Nilai Kalori
9.000 kkal/ltr
5.400 kkal/kg
Ekivalen
1 ltr
1,60 kg
Biaya
Rp. 2.800
Rp. 1.300
Proses Pembuatan Briket Batubara Non Karbonisasi (Tipe Biasa) Proses Pembuatan Briket Batubara Karbonisasi (Tipe Super) 1. E. Jenis dan Ukuran Briket Batubara
Bentuk telur : sebesar telu ayam Bentuk kubus : 12,5 x 12,5 x 5 cm Bentuk selinder : 7 cm (tinggi) x 12 cm garis tengah
Briket bentuk telur cocok untuk keperluan rumah tangga atau rumah makan, sedangkan bentuk kubus dan selinder digunakan untuk kalangan industri kecil/menengah. 6. Kelemahan Briket Batubara dan Solusinya (http://usahabriket.blogspot.com/2008/08/kelemahan-briket-batubara-dan-solusinya.html) 1. Sulit dalam penyalaan, solusinya : Bahan baku batubara dan tanah liat dalam keadaan kering (dijemur terlebih dahulu), sehingga kadar airnya rendah. Bahan baku batubara dan tanah liat “di-crusher” dan “di-screen” terlebih dahulu dengan menggunakan lubang saringan yang kecil dari 3 mm2 Memperbesar komposisi biomassa (serbuk kayu keras), karena biomassa dapat membantu mempercepat proses penyalaan Briket batubara yang sudah dicetak harus dikeringkan terlebih dahulu dengan cara dijemur atau dipanaskan dengan “oven” sebelum dikemas dalam karung. Hal ini untuk menghindari briket lembab saat digunakan nantinya 2. Berasap dan berbau, solusinya : Semua bahan diusahakan dalam keadaan kering, karena kelembaban dan kadar air yang banyak menyebabkan asap yang banyak dan berbau Pemberian angin atau menggunakan cerobong pada saat penyalaan awal akan membantu briket cepat menjadi bara sehingga asap dan bau yang dihasilkan dari pembakaran briket tersebut juga akan berkurang Penambahan unsur kapur dalam komposisi briket. komposisi terbaik untuk kapur 1%. Hal ini juga akan mengurangi kadar asap dan bau Pemberian biomassa juga akan membantu mempercepat batubara menjadi bara sehingga asap dan bau akan cepat berkurang Dengan cara batubara dikarbonisasi terlebih dahulu, karena dengan proses karbonisasi, telah membuang sebagian zat terbang dan gas-gas sisa pembakaran 3. Panas dan lama pembakaran, solusinya : Pemilihan batubara dengan kalori tinggi atau dengan cara dikarbonisasi Dengan memperbesar komposisi batubara. Karena semakin banyak komposisi batubaranya maka akan semakin lama dan semakin panas hasil pembakarannya Penentuan komposisi tanah liat dan jenis tanah liat juga berpengaruh terhadap lama pembakaran. Pemilihan tanah liat yang baik akan membuat briket lebih rekat, padat dan keras yang akhirnya juga memperlama proses pembakaran Pengeringan hasil briket. Karena briket yang lembab dan basah akan berpengaruh besar terhadap panas yang dihasilkan 4. Kepadatan dan kekerasan, solusinya : Pemilihan tanah liat yang baik yang mengandung unsur kaulinik sehingga mempunyai daya rekat dan kekerasan yang tinggi serta cepat kering Penghancuran (crusher) dan penyaringan (screen) bahan baku juga berpengaruh terhadap kekerasan hasil cetak. Semakin kecil partikel bahan baku akan membuat partikel tercampur (mixer) lebih merata dan padat serta tidak mudah hancur Pemilihan tepung tapioka dan pembuatan “adonan tapioka” yang baik sehingga didapatkan campuran adonan tapioka yang kental dan mempunyai daya rekat yang baik Penjemuran atau peng-oven-an hasil briket sampai benar-benar kering sebelum dikemas dalam karung. Untuk mengurangi briket yang hancur dan mutu yang buruk saat pengiriman dan pemakaian 5. Harga jual produk, solusinya : Pemilihan lokasi pabrik yang dekat dengan sumber bahan baku dan konsumen. Hal ini akan mempengaruhi harga jual sehingga lebih mudah bersaing di pasar Proses produksi yang baik dan benar, untuk mengurangi kegagalan produksi atau “complain” dari konsumen “Quantity” produksi yang besar akan menurunkan biaya produksi 1. IV. Prosedur Kerja 4.1 Proses Pembuatan Briket 1. Tanpa Karbonisasi – Batubara ukuran 170 mesh ditimbang sebanyak 50 gr dan ditampung di dalam beaker glass 500ml – Sekam padi ditimbang sebanyak 5 gr, lalu dicampurkan dengan beaker glass yang sama dengan batubara – Adonan tepung tapioka dibuat dengan cara mencampurkan air sebanyak 30ml dan 5 gr tepung tapioka. Adonan dibuat hingga menyerupai lem. – Dilakukan pencampuran antara ketiga jenis bahan tersebut dan diaduk rata, selanjutnya ditempatkan pada cetakan briket batubara yang telah dipersiapkan sebelumnya. – Campuran tersebut dicetak dengan menggunakan alat press, setelah jadi maka briket tersebut dijemur selama 1 jam baru kemudian siap digunakan. 2. Dengan Karbonisasi – Batubara ukuran 170 mesh ditimbang sebanyak 50 gr dan dimasukkan ke dalam krusibel – Krusibel tersebut dipanaskan di dalam oven pada suhu 110oC selama 2 jam – Krusibel dikeluarkan dari dalam oven lalu selanjutnya batubara hasil pemanasan tersebut ditimbang sebanyak 50 gr dan ditempatkan pada beaker glass – Sekam padi ditimbang sebanyak 5 gr, lalu dicampurkan dengan beaker glass yang sama dengan batubara – Adonan tepung tapioka dibuat dengan cara mencampurkan air sebanyak 30ml dan 5 gr tepung tapioka. Adonan dibuat hingga menyerupai lem. – Dilakukan pencampuran antara ketiga jenis bahan tersebut dan diaduk rata, selanjutnya ditempatkan pada cetakan briket batubara yang telah dipersiapkan sebelumnya. – Campuran tersebut dicetak dengan menggunakan alat press, setelah jadi maka briket tersebut dijemur selama 1 jam baru kemudian siap digunakan. 4.2 Pengujian Kadar Air – Cawan porselen dipanaskan pada suhu 110oC selama 1 jam dan setelah selesai kemudian didinginkan di dalam desikator selama 15 menit – Sebanyak 1 gr sampel briket batubara ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan porselen – Cawan porselen kemudian dimasukkan ke dalam oven pada suhu yang sama yaitu 110oC selama 2 jam – Setelah pemanasan maka cawan dikeluarkan lalu didinginkan di dalam desikator kemudian ditimbang 4.3 Pengujian Kadar Abu – Sebanyak 1 gr sampel briket batubara ditimbang dan dimasukkan ke dalam krusibel – Krusibel beserta tutup dimasukkan ke dalam furnace dan dilakukan pemanasan secara perlahan hingga suhu 500oC selama 1 jam – Setelah pemanasan pertama selesai maka dilanjutkan pemanasan hingga suhu mencapai 750oC selama 1 jam – Setelah selesai krusibel dikeluarkan lalu didinginkan di dalam desikator kemudian ditimbang 4.4 Pengujian Kadar Zat Terbang – Sebanyak 1 gr sampel briket batubara ditimbang dan dimasukkan ke dalam krusibel – Furnace dipanaskan hingga suhu mencapai 900oC – Setelah suhu furnace telah mencapai 900oC maka krusibel dimasukkan kedalam furnace selama 7 menit – Setelah selesai krusibel dikeluarkan lalu didinginkan di dalam desikator kemudian ditimbang 4.5 Pengujian Waktu Nyala Briket – Briket batubara dipersiapkan dan plat kawat serta ranting-ranting pohon dan batubata dipersiapkan dan dikondisikan sebagaimana tungku untuk membakar briket – Ranting pohon dituangkan oli agar lebih mudah untuk terbakar – Setelah persiapan selesai dilakukan pembakaran briket batubara dan digunakan stopwatch untuk mengukur lamanya waktu penyalaan batubara – Saat batubara telah mulai menyala, waktu yang diperlukan batubara tersebut dicatat dan dilakukan analisa. 1. V. Data Pengamatan 5.1 Data Pembuatan Briket Batubara Sampel Briket Tanpa Karbonisasi Sampel 1 Berat Batubara 20 mesh = 70 gr Berat Sekam Padi = 5 gr Berat Tepung Tapioka = 5 gr Berat Total = 70,8 gr Sampel 2 Berat Batubara 20 mesh = 50 gr Berat Sekam Padi = 5 gr Berat Tepung Tapioka = 5 gr Berat Total = 59,9 gr Sampel Briket Dengan Karbonisasi Berat Batubara 20 mesh = 30 gr Berat Sekam Padi = 5 gr Berat Tepung Tapioka = 5 gr Berat Total = 29,8 gr 5.2 Data Analisa Briket Batubara Tabel Pengujian Kadar Air Sampel
Berat Cawan Kosong (gr)
Berat Smapel (gr)
Berat Cawan + Sampel (gr)
Berat Akhir (gr)
1
49,0
1,0
50,0
49,9
2
50,7
1,0
51,7
51,4
Tabel Pengujian Kadar Abu Sampel
Berat Cawan Kosong (gr)
Berat Smapel (gr)
Berat Cawan + Sampel (gr)
Berat Akhir (gr)
1
20,8
1,0
21,8
21,3
2
18,75
1,0
19,95
18,8
Tabel Pengujian Kadar Zat Terbang Sampel
Berat Cawan Kosong (gr)
Berat Smapel (gr)
Berat Cawan + Sampel (gr)
Berat Akhir (gr)
1
19,7
1,0
20,7
19,8
2
21,6
1,0
22,6
21,8
Waktu Penyalaan Waktu penyalaan briket adalah 7 menit 1. VI. Perhitungan Neraca Massa Pembuatan Briket Batuabara NO
Komponen
Massa Masuk (gr)
Massa Keluar (gr)
Sampel 1 (Briket Non Karbonisasi) 1
Batubara 170 mesh
70
–
2
Tepung Tapioka
5
–
3
Sekam Padi
5
–
4
Briket
–
70,8
5
Berat yang Hilang
80 gr – 70,8 gr = 9,2 gr
Sampel 2 (Briket Non Karbonisasi) 1
Batubara 170 mesh
50
–
2
Tepung Tapioka
5
–
3
Sekam Padi
5
–
4
Briket
–
59,9
5
Berat yang Hilang
60 gr – 59,9 gr = 0,1 gr
Sampel 1 (Briket Karbonisasi) 1
Batubara 170 mesh
30
–
2
Tepung Tapioka
5
–
3
Sekam Padi
5
–
4
Briket
–
29,8
5
Berat yang Hilang
40 gr – 29,8 gr = 10,2 gr
Perhitungan Tiga Parameter Batubara 1. Kadar Air Sampel 1 (Briket Karbonisasi) Dik : Berat Sampel Awal = 1,0 gr Berat Sampel Akhir = (Berat Cawan+Sampel) – (Berat Akhir) = 49,9 gr – 49,0 gr = 0,9 gr Maka, % kadar air (moisture) = (1,0 – 0,9) x 100% 1,0 = 10% Sampel 2 (Briket Non Karbonisasi) Dik : Berat Sampel Awal = 1,0 gr Berat Sampel Akhir = (Berat Cawan+Sampel) – (Berat Akhir) = 51,4 gr – 50,7 gr = 0,7 gr Maka, % kadar air (moisture) = (1,0 – 0,7) x 100% 1,0 = 30% 2. Kadar abu Sampel 1 (Briket Karbonisasi) Dik : Berat Sampel Awal = 1,0 gr Berat Sampel Akhir = (Berat Cawan+Sampel) – (Berat Akhir) = 19,8 gr – 19,7 gr = 0,1 gr Maka, % kadar abu = (1,0 – 0,1) x 100% 1,0 = 90% Sampel 2 (Briket Non Karbonisasi) Dik : Berat Sampel Awal = 1,0 gr Berat Sampel Akhir = (Berat Cawan+Sampel) – (Berat Akhir) = 21,8 gr – 21,6 gr = 0,2 gr Maka, % kadar abu = (1,0 – 0,2) x 100% 1,0 = 80 % 3. Kadar Zat Terbang Sampel 1 (Briket Karbonisasi) Dik : Berat Sampel Awal = 1,0 gr Berat Sampel Akhir = (Berat Cawan+Sampel) – (Berat Akhir) = 21,3 gr – 20,8 gr = 0,5 gr Maka, % kadar zat terbang = (1,0 – 0,5) x 100% 1,0 = 50% Sehingga % VM = % sampel terbakar – % moisture = 50 % – 10 % = 40 % Sampel 2 (Briket Non Karbonisasi) Dik : Berat Sampel Awal = 1,0 gr Berat Sampel Akhir = (Berat Cawan+Sampel) – (Berat Akhir) = 18,8 gr – 18,75 gr = 0,05 gr Maka, % kadar zat terbang = (1,0 – 0,05) x 100% 1,0 = 95% Sehingga % VM = % sampel terbakar – % moisture = 95 % – 30 % = 65 % Perhitungan Nilai Ekonomis Briket Batubara Asumsi : 1 kg batubara = Rp 400,- à 50 gr = Rp 20,1 kg sekam padi = Rp 1.000,- à 5 gr = Rp 5,1 kg tepung tapioka = Rp 5.000,- à 5 gr = Rp 25,Maka biaya yang dibutuhkan untuk membuat briket dengan campuran 50 gr batubara + 5 gr sekam padi + 5 gr tepung tapioka adalah Rp 50,Jika 60 gr briket batubara dibuat menjadi 2 potong briket, sehingga 1 potong briket = 30 gr. Apabila ada 1000 gr briket maka dapat dihasilkan 33 potong briket dengan biaya : 33 x Rp 50,- = 1650,- / 1kg briket 1. VII. Analisa Data Percobaan pertama dalam praktikum teknologi pemanfaatan batubara adalah pembuatan briket batubara. Sebagaimana yang diketahui, briket batubara merupakan suatu bahan bakar alternatif pengganti BBM yang terbuat dari suatu campuran tertentu. Pada praktikum yang dilakukan ini, campuran dalam pembuatan briket terdiri dari 80% batubara, 10% sekam padi dan 10% tepung tapioka. Yang dapat dianalisa dari praktiikum ini adalah pertama, yaitu dalam proses pembuatan briket. Faktor penting dalam pembuatan briket batubara yaitu ukuran batubara (dalam mesh) dan pembuatan adonan tepung tapioka (lem) karena kedua hal ini sangat berpengaruh terhadap hasil briket itu sendiri. Ukuran batubara yang baik dalam pembuatan briket adalah 20 mesh, jika lebih kecil dari 20 mesh, misalnya mencapai 170 mesh maka briket yang dihasilkan akan mudah rapuh karena struktur penyusun briket tersebut yang sangat halus. Sedangkan untuk pembuatan adonan tepung tapioka (lem) memiliki perbandingan dengan air sebanyak 1 : 6. Karena jika air yang ditambahkan terlalu banyak maka briket yang dihasilkan akan berair dan setelah dikeringkan akan mengalami keretakan. Dan jika air yang ditambahkan terlalu sedikit maka adonan yang dibuat akan terlalu keras dan tidak dapat berfungsi sebagaimana peruntukannya yaitu sebagai perekat (lem). Hal kedua yang dapat dianalisa yaitu mengenai hasil perhitungan kadar air, volatile matter dan kadar abu yang sering disebut sebagai analaisa proksimat batubara. Setelah dilakukan perhitungan terhadap dua buah sampel batubara yaitu yang satu mengalami proses karbonisasi dan yang satunya lagi tidak mengalami proses karbonisasi, dapat dianalisa bahwa briket yang mengalami proses karbonisasi memiliki kadar air yang lebih rendah daripada briket yang tidak mengalami karbonisasi karena briket yang terkarbonisasi telah banyak melepas air saat proses pemanasan selama lebih kurang 2 jam. Selanjutnya briket yang terkarbonisasi memiliki kadar volatile matter yang lebih rendah dari briket yang tidak mengalami karbonisasi, karena volatile matter pada briket sebelumnya telah berkurang saat proses karbonisasi. Kemudian untuk kadar abu, briket batubara yang terkarbonisasi memiliki kadar abu yang cukup tinggi dibandingkan briket yang tidak mengalami karbonisasi. Dalam analisa proksimat semakin tinggi kadar air suatu batubara maka akan semakin tinggi kadar volatile matter nya karena salah satu contoh volatile matter adalah air. Sedangkan untuk kadar abu tidak dapat ditentukan, kadar abu bisa saja semakin tinggi ataupun semakin rendah, sebagaimana hasil perhitungan pada praktikum ini kadar abu menjadi semakin tinggi juga. Hal Ketiga yang dapat dianalisa adalah nilai ekonomis dari pemanfaatan batubara sebagai briket. Sebagaimana hasil perhitungan nilai ekonomis briket batubara dapat diketahui bahwa batubara sangatlah ekonomis dari segi harga atau modal dalam membuatnya cukup Rp 1.650,- / 1 kg briket. Sedangkan bila dibandingkan dengan minyak tanah yang dapat mencapai Rp 8.000,- / 1 liter. Akan tetapi dibalik kemurahan harganya, briket ini sangat sulit menyala. Perlu waktu 7 menit untuk penyalaan awal briket dan itu pula harus diberi sedikit oli untuk memicu api. Berbeda dengan minyak tanah yang dapat langsung menyala tanpa harus menunggu. Jika briket digunakan untuk memanaskan zat yang hanya memerluikan waktu yang singkat maka tidaklah cocok. Briket sebaiknya digunakan sebagia bahan bakar untuk penggunaan yang lama. 1. VIII. Kesimpulan Dari praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa : – Briket merupakan bahan bakar padat alternatif yang dibuat dari campuran batubara, sekam padi dan tepung tapioka. Komposisi ketiganya sangatlah berpengaruh terhadap kekerasan briket yang dihasilkan. – Waktu penyalaan briket yang cukup lama yakni 7 menit membuat briket kurang efektif jika digunakan untuk keperluan pemanasan yang hanya memerlukan waktu singkat. – Briket karbonisasi dan briket non karbonisasi memiliki beberapa perbedaan, jika ditinjau dari tiga parameter yang dianalisa yaitu pertama kadar air dan kedua zat terbang, dimana dari dua parameter ini briket karbonisasi memiliki nilai yang lebih rendah dari briket non karbonisasi. Ketiga kadar abu, briket karbonisasi memiliki kadar abu yang hampir sama dengan briket non karbonisasi. 1. IX. Daftar Pustaka Jobsheet Praktikum Pemanfaatan Batubara. 2013. POLSRI By nyayuaisyah
Blog at WordPress.com.