Embed a Tumblr Post Language Default
Default
Puisi yang dikatakan Acep Zamzam Noor sebagai makhluk Tuhan yang dijaga eksistensinya barangkali memang ingin betul diperhatikan. Dia sangat caper. Terutama kepada mereka yang mendekat pada puisi dan bergaul dengannya dengan intensitas ketat. Saya merasa sebagai salah satu dari orang itu akhir-akhir ini. Membaca puisi orang-orang yang dimuat di koran tiap hari minggu, membaca puisi penyairpenyair terkenal, membaca puisi karya teman sendiri, membaca puisi yang saya tulis sejak sekitaran menempuh pendidikan di tingkat menengah pertama, membaca profil para penyair yang memang menekuni menulis puisi sejak lama, menghadiri acara-acara mengenai sastra (terutama puisi), menikmati alunan puisi yang dimusikalisasi hingga menonton film yang ada unsur puisi di dalamnya (AADC dan Hujan Bulan Juni misalnya). Wajar juga jika ia merasa tersanjung dan memberikan telapak tangannya untuk membuat ayunan tangan saya tidak jadi hanya bertepuk sebelah saja. Tangan kita berdua jadi menimbulkan satu tumpuk bunyi yang tampak. Saya merasa bahwa puisi telah dan sedang meminta saya untuk menjadi temannya. Puisi yang entah berbentuk atau tidak—meski saya yakin kalau dia bernafas—ingin menjadikan saya sebagai perantaranya untuk berkomunikasi dengan lebih banyak lagi manusia di luar sana. Puisi sepertinya melihat saya sedang gandrung dengan dirinya. Maka ia mendatangi saya untuk meminta agar ia terus menerus dituliskan, agar terus menerus diceritakan supaya dirinya jadi kian membumi, dikenal, dan disukai manusia. Saya sih enjoy saja dan sangat bersyukur dipilih puisi untuk menekuninya. Sebab sepertinya sangat jarang orang-orang yang menyenangi puisi. Langka sekali sehingga harus ditangkarkan. Udah kayak buaya aja ya? Maksudnya puisi harus dibuat memasyarakat sehingga jadi kian banyak yang mendapat manfaat dari puisi. Entah sebagai media hiburan hingga menyediakan fasilitas berupa penyimpanan makna yang berlapis-lapis. Intinya saya lagi kasmaran dengan puisi. Kamu jangan cemburu yah! Puisi-pusiku adalah kamu
juga kan? Muhammad Irfan Ilmy | Bandung, 7 November 2017 #myjournal 5 notes