12sly
How to Improve Your IELTS (pt.2) – Reading and Speaking Well, as promised, dalam blog kali ini, saya akan menjelaskan mengenai bagaimana kamu bisa mengembangkan aspek IELTS kamu pada aspek Reading dan Speaking. Let’s get down to it..
Reading Sebagai gambaran, Reading merupakan urutan ke-2 dalam tes setelah Listening. Tes ini juga terbagi dalam empat bagian dengan waktu mengisi sekitar satu jam untuk mengerjakan soal sekitar 40 butir. Soalnya bisa macam-macam tergantung variasi tes. Harus saya akui, Reading test ini SUSAH banget. Saya saja yang setiap hari membaca artikel bahasa Inggris benar-benar merasa kesulitan semakin sampai pada bagian terakhir. Jujur, 4 pertanyaan terakhir saya agak capcipcup, ironisnya, padahal paragraf yang lagi dibahas adalah tentang psikologi yang notabene merupakan background dari ilmu yang saya pelajari. Dari buku Barron, rata-rata reading saya sekitar 7.5-8.0, dan saya memang kesulitan di dalam membedakan fakta yes/no/not given. Jebakan selalu datang pada NO dan NOT GIVEN, kamu harus baca dengan benar paragrafnya apakah emang fakta yang dijabarkan salah atau tidak disebut sama sekali dalam paragraf alias cuman asumsi saja. Gampang-gampang susah sih dalam mengenali item ini, kadang ada yang begitu gamblang kelihatan, namun ada yang harus membutuhkan analisis dalam membaca what’s the actual hidden message behind those sentences itu sendiri. Kunci mengerjakan Reading adalah dengan scanning paragraf terlebih dahulu dengan mengecek kalimat pertama dan terakhir, biasa di sana kuncinya untuk tahu apa yang sedang dibahas dalam paragraf tersebut. Soal biasa disajikan secara runut sesuai paragraf, berlatihlah dengan banyak membaca buku dalam Bahasa Inggris dan sebagai suplemen bisa ditambah membaca portal berita seperti New York Times (http://www.nytimes.com/), Fast Company (http://fastcompany.com) , dan Monocle (http://monocle.com). Itu merupakan website favorit saya yang hampir setiap hari saya akses baik dalam smartphone saya maupun komputer. Tingkat kesulitan memahami artikel dalam New York Times hampir sama dengan soal Reading. Dalam empat artikel yang rata-rata saya baca per hari, bisa hingga 50-60 kosakata yang tidak saya mengerti sebelumnya, very sophisticated pemilihan vocabulary-nya. Saya langganan digitalnya sekitar 150rb/bulan bertiga bareng dengan teman saya yang juga kebetulan suka membaca. Maklum, semuanya pekerja media sih.. jadi yah asupannya gak jauh-jauh deh..walaupun emang mabok banget bacanya, rasanya pusing pala barbie kalau habis baca NYTimes itu.. hahaha
Sementara Fast Company itu kebanyakan beritanya adalah mengenai dunia entrepreneurship dan inovasi, serta teknologi. Sangat seru sekali pembahasannya dan bahasanya mudah dimengerti, terlebih UI/UX di iPad sangat ciamik! Fast Company adalah brand majalah pertama yang saya bahkan sama sekali gak berminat berlangganan fisiknya. Dengan konten yang gokil membahas soal start-ups dan sebangsanya, antusiasme saya dalam membaca ini sangat tinggi, karena kamu jadi tahu (dan mungkin paham) kenapa model bisnis tertentu jalan dan yang lainnya tidak. Cool banget deh! Langganan satu tahun via iPad juga hanya 145rb untuk 12 edisi – Kok jadi promosi yak? Kalau majalah, favorit saya adalah Monocle, saya membaca ini karena penyajian konten berita yang kiblatnya adalah print dan deliverability. Saya sangat mengagumi Editor-in-Chief nya yakni Tyler Brulee yang begitu memegang teguh prinsip Print will Never Dies. Bekas tentara Afganistan ini begitu jatuh cinta dengan dunia mass media berbasiskan cetak. Kontennya juga keren dan inspiring banget! Tambahan lagi untuk buku, saya juga rajin membeli majalah Kinfolk (terutama kalo Aksara lagi sale gila-gilaan hahaha), wah ini lay out-nya bener-bener ciamik banget, banyak white space dan clean gitu sehingga enak banget dibaca. Isinya pun ringan tentang ‘slow life’. Basically it teaches you to relax in living your life. Be happy by making conversation with people. I love it so much! Saya juga menambah pembelajaran dengan baca buku autobiografi dan buku berbahasa Inggris lainnya. Tampaknya dalam berlatih Reading ini, kamu harus membaca buku latian yang berasal dari Cambridge karena tingkat kesulitannya paling mirip dengan soal katanya. Dan apabila kamu mengambil tes di British Council dan sudah terkonfirmasi pembayarannya, kamu akan mendapatkan software free trial 1 bulan untuk belajar mengenai 4 aspek tersebut, jujur saja karena saya parno dan belajar sendiri, saya akhirnya memutuskan untuk mengunduh sewa dan membayar sekitar 700rb untuk mempelajari sebulan. Berdasarkan pengalaman saya, rasanya sulit untuk selesai mengerjakan semua contoh soal, jadi pakai yang free trial saja tampaknya sudah cukup kok, perbedaannya hanya di jumlah contoh soal. Ngapain buang-buang duit lagi? Dan soal Readingnya, benar-benar sulit seperti halnya tes betulan, jadi sebenarnya cocok banget buat yang doyan baca di digital. Tapi, user experience agak kurang enak sih kalau berlatih lama-lama, jadi paling sehari hanya sanggup menyelesaikan beberapa subtes saja. Anyway, saya dapat band 7.00 untuk aspek Reading, which means saya salah lebih dari 10 dari 40 soal. It’s okay sih, I thought I was worse than that malahan.. Speaking Untuk speaking ini, berlangsung sekitar 7-15 menit, dan jeda antara tes selesai pada Listening, Reading, dan Writing bisa hingga 4-5 Jam, jadi saya sempat ngabur dulu ke mall terdekat sekalian ngopi lah relaxing my mind and body. Beruntung saya masih kedapatan jadwal di hari yang sama sehingga saya tidak perlu bolak-balik ke venue, mayan bok jauh.. Memang sulit sih untuk latihan aspek ini apabila kamu tidak memiliki tandem untuk membantu dan tidak pula mengikuti kursus di mana aspek conversation pasti kepakai banget. Namun, gada salahnya kamu coba latian via youtube, banyak sekali video tutorial yang hanya akan memberikan simulasi pertanyaan saja, kamu bisa susun jawabannya. Bagian pertama adalah soal perkenalan diri, kedua soal menceritakan hal yang kamu tahu tentang topik yang diberikan penguji, saya mendapatkan topik mengenai ‘what do you love about your house’. Dan topik terakhir adalah pembicaraan dua arah mengenai topik tertentu. Kebetulan, saya mendapat topik mengenai ‘dinner with friends at home’, ga terlalu berat dan berjalan cukup lancar. Namun, skornya agak di luar dugaan, hanya 7.00 padahal saya mampu menjawab semua pertanyaan dengan lancar tanpa jeda. Setelah menganalisa ala-ala, masalah saya bukan di fluency, tapi lebih ke pemilihan vocabulary yang masih casual dan mengulang. Buyar sudah deh segala teori yang kamu baca once kamu dihadapkan pada situasi yang sebenarnya, because you will not know what the evaluator is going to ask you.. It could be as random as talking about clothes, shopping, weather, or even family. Jalan terbaik berlatih ini adalah dengan cari bule dan ngobrol ngalor ngidul, yang dikenal yah tentunya. Metode gila saya adalah, saya sering banget ngomong sendiri di mobil seolah-olah saya sedang diwawancara hahaha.. but it helps loh membiasakan lidah ini ngomong dan familiarize words agar melatih pronounciation yang lebh baik. Kalau ada budget lebih, boleh dipikirkan untuk mengikuti kursus supaya terpakai bahasanya. Cukuplah yang sekali seminggu. Begitu hari tes tiba, fokus dan pasrah saja, usahakan tidak terlihat terlampau gugup, relax dan biarkan pembicaraan mengalir dengan baik. I am sure they will appreciate it. Oh iya, jangan lupa bawa ID yah ke dalam, mereka akan mengeceknya kembali, dan sepanjang tes akan direkam, jadi no wonder mereka later on sangat memperhatikan sekali omongan kita karena didengar ulang dengan seksama. Semua penguji adalah native speaker, and they were very nice to the testee. Sekian tulisan saya mengenai Reading dan Speaking, minggu depan akan saya lanjutkan dengan sesi paling mendebarkan untuk saya yakni, Writing! See ya peeps! Selamat mencoba!
Report this ad
Report this ad 0 COMMENTS
LEAVE A COMMENT
MARCH 19, 2016 VINCENTIASULY IELTS, LIFE MOMENTS, SELF DEVELOPMENT, SELF-STUDY ENGLISH, IELTS, SELF-STUDY
Personal Branding: What is Your Self-Message that You Want Others to Believe? Well, kali ini saya akan membahas mengenai event kedua yang diadakan oleh Kompas Corner pada tahun 2016 ini. Kami mengambil tema yang dirasa berguna untuk modal pengembangan karier mahasiswa ke depannya, dan karena tampaknya lagi nge-trend banget nih Personal Branding yang bukan sekadar nampang atau eksis di media sosial, maka kami memutuskan untuk mendorong mahasiswa untuk berbuat aksi yang bermanfaat bagi orang lain. Pelaksanaan workshop kali ini juga unik, karena ini pertama kalinya Kompas Corner berkolaborasi dengan UKM di UMN yang memiliki visi misi yang sama yakni UKM Rencang dan LPPM Rumpin, Yuk, simak liputannya berikut ini! Personal branding kini bisa dikatakan sebagai sebuah kebutuhan bagi setiap orang, terutama bagi mereka yang ingin melangkahkan kariernya dengan mantap. Personal branding memungkinkan bagi seseorang untuk tampil berbeda, unik, dan khas. Dalam pengaplikasiannya di dunia kerja, personal branding akan sangat membantu seseorang dalam bersaing dengan kompetitor lainnya, sehingga membuat kinerjanya terlihat lebih unggul di hadapan banyak orang. Menyadari betapa pentingnya peranan personal branding, maka Kompas Corner mengadakan workshop dengan topik “Build Your Personal Branding Through Humanity Act” yang dibawakan oleh Christopher Tobing selaku Chief Executive Officer (CEO) Nusantarun, pada 17 Maret 2016, di Student Lounge Universitas Multimedia Nusantara (UMN). Tak hanya memberikan wawasan bagi mahasiswa, namun mahasiswa juga diajak untuk membangun personal branding melalui aksi kegiatan sosial. Sesi penyampaian materi personal branding diawali dengan sebuah sesi menebak personal branding yang melekat pada tokoh-tokoh dunia / tokoh terkenal, seperti Steve Jobs, Nelson Mandela, Justin Bieber, dan beberapa tokoh lainnya. Setelah membiarkan para peserta menerka personal branding para tokoh, kemudian
(https://12sly.files.wordpress.com/2016/03/presentasi-komcor.jpg) Presentasi product knowledge Kompas Corner oleh Ketua Kompas Korner Hans (17/3)
mahasiswa diajak berpikir lebih kritis lagi tentang alasan yang membuat para tokoh tersebut mendapatkan ciri khas tersebut. “Personal branding itu berbicara mengenai (https://12sly.files.wordpress.com/2016/03/pic_personal-branding-workshop.jpg) karakteristik Suasana workshop Personal Branding yang dibawakan oleh Christopher Tobing di Student Lounge, Universitas Multimedia Nusantara (17/3). seseorang, terlepas dari baik buruknya kepribadian tersebut,” ujar Christopher. Kata “popularitas” mungkin akan terlintas dalam benak masyarakat ketika sedang membicarakan personal branding. Padahal, jika menilik lebih lanjut, personal branding membahas tentang pesan yang ingin kita sampaikan kepada orang lain. Christopher mencoba meluruskan kesalahpahaman yang kerap kali terjadi dengan menuturkan beberapa mitos mengenai personal branding. “Sebagian besar orang menganggap bahwa personal branding itu ialah sebuah upaya pencitraan,” ungkapnya. Pencitraan jelas memiliki makna yang jauh berbeda dan tidak ada korelasinya dengan personal branding. Personal branding justru membuat seseorang untuk menjadi dirinya sendiri tanpa perlu menciptakan identitas “semu” dihadapan banyak orang. “Mungkin banyak pengguna kanal media sosial, seperti Instagram, Twitter, dan yang lainnya berpikir bahwa dengan mengunggah banyak tulisan atau foto, maka itu akan membangun personal branding mereka. Namun, nyatanya itu adalah kesalahan yang fatal,” terangnya. “Pertama-tama, kita perlu berpikir mengenai pesan apa yang akan kita sampaikan kepada orang lain ataupun dunia secara konsisten,” ungkap Christopher. Terdapat beberapa pertanyaan yang perlu dijawab oleh individu dalam menumbuhkembangkan personal branding. Selain perlu memikirkan pesan apa yang ingin kita sampaikan kepada dunia, individu juga perlu menganalisa alasan pesan tersebut dianggap penting bagi dirinya, orang lain, dan dunia. “Cobalah untuk mencari tahu lebih dalam lagi mengenai pesan yang ingin disampaikan. Seberapa penting pesan tersebut bagi diri kalian, orang lain, dan bahkan dunia?” tambahnya di sela-sela pemberian materi. Lebih lanjut, pertanyaanpertanyaan tersebut cukup krusial bagi setiap individu, mengingat tentunya tujuan hidup masing-masing orang mestilah berbeda. (https://12sly.files.wordpress.com/2016/03/christopher_tobing_kc.jpg) Setelah melontarkan Christopher Tobing sedang menyampaikan materi mengenai Personal Branding (17/3) sejumlah pertanyaan terkait personal branding kepada para peserta workshop, ia juga mengungkapkan bahwa personal branding mampu dibangun dengan beragam cara, salah satunya ialah dengan melakukan aksi kegiatan sosial yang memberikan dampak bagi orang lain. Seperti diungkapkan oleh Christopher Tobing, bahwa kegiatan sosial yang diselenggarakan memungkinkan individu untuk memberikan manfaat bagi lingkungan sekitar di samping menyampaikan pesan secara konsisten. Dampak dari kegiatan sosial yang dirasakan oleh orang sekitar akan mendorong mereka, baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk turut berpartisipasi didalamnya. Christopher juga menyarankan bahwa dalam melakukan kegiatan sosial, hendaknya dilakukan secara bersama-sama dengan orang sekitar. Selain dampak yang dihasilkan lebih besar, berbagai macam pengalaman serta inspirasi juga bisa dibagikan kepada lebih banyak pihak. “Bisa dikatakan bahwa personal branding ialah hadiah yang dipetik setelah berhasil mengadakan kegiatan sosial,” tambahnya. Dirinya mengakui bahwa awalnya kegiatan sosial yang diusungnya yakni Nusantarun, hanya bertujuan untuk memberikan kontribusi berupa dana secara berkelanjutan di bidang pendidikan. “Mulanya, saya tak pernah berpikir mengenai personal branding atau semacamnya, yang saya pikirkan hanyalah bagaimana caranya saya menginspirasi orang di sekitar dengan kegiatan sosial yang saya adakan,” ujar Christopher. Sebelumnya, ia tak pernah membayangkan akan memperoleh kontribusi yang begitu besar dari masyarakat. Terkumpulnya dana sebesar 1,3 miliar pada Chapter 3 Nusantarun di tahun 2015 kemarin merupakan bukti nyata bahwa masyarakat Indonesia masih memiliki kepedulian serta jiwa sosial yang tinggi. “Jadi, jangan pernah ragu untuk meminta kontribusi kepada masyarakat sekitar. Selama pesan dari kegiatan tersebut jelas dan konsisten, maka pasti akan ada orang yang tergerak dan mau membantu.” terangnya. Sebagai informasi, Nusantarun ini merupakan kumpulan pehobi lari untuk mengumpulkan dana secara beramai-ramai (crowdfunding) bagi suatu organisasi dengan pendidikan. Nusantarun yang baru berdiri pada tahun 2013 ini, pada awalnya mampu mengumpulkan donasi sebesar 137 juta, dan meningkat di tahun 2014 dengan menyentuh angka hampir 600 juta. Tujuan para pelari ini sangat sederhana tapi nyata, yakni berbagi melalui aktivitas yang mereka senangi. Mereka adalah individu yang optimis dengan masa depan Indonesia dan berinisiatif untuk turun tangan memulainya dari kegiatan yang bukan hanya menyehatkan, tapi juga mereka lakukan dengan sepenuh hati, berlari. Seusai penyampaian materi workshop, setiap tim yang terdiri atas tiga peserta kemudian diminta untuk merancang simulasi proposal kegiatan sosial dan mempresentasikannya di hadapan Christopher Tobing. Selesai dievaluasi, para peserta diberi kesempatan satu minggu untuk memperbaiki proposal dan mengompetisikannya kembali. Tiga tim dengan ide kegiatan terbaik akan diberikan kesempatan untuk merealisasikan kegiatan tersebut, dan memperoleh bantuan dana sebesar Rp 3.000.000 dari Harian Kompas. Ketiga kegiatan terbaik tersebut sudah harus selesai dilaksanakan pada 30 April 2016 mendatang “Tentu saja dalam pelaksanaannya, akan ada berbagai pihak yang turut mengawasi seperti Kompas Corner, Rumpin, Rencang, dan pihak terkait lainnya,”ujar Sulyana Andikko selaku Community Relation Kompas. Lebih lanjut lagi, “Dengan minat baca yang rendah saat ini, prioritas pendanaan aktivitas akan menitikberatkan pada bidang literasi dan edukasi, dan dengan memanfaatkan Harian Kompas sebagai medium pembelajaran tentu akan menjadi nilai tambah,” ungkap Sulyana Andikko yang sekaligus menutup acara hari itu.
Oh iya, setiap proyek akan dinilai oleh tim Redaksi Harian Kompas (http://print.kompas.com/), Kompas Corner (http://kompasmuda.com/kompas-corner-2/) (https://12sly.files.wordpress.com/2016/03/peserta-presentasi.jpg) bersama kedua Community Partner dalam acara ini yakni Suasana presentasi ide proposal salah satu peserta pada saat workshop (17/3). Rencang dan Rumpin untuk menjaga transparansi dan obyektivitas. Acara ini juga diliput secara eksklusif oleh Media Partner kami yakni ULTIMAGZ (http://ultimagz.com/). Terima kasih atas bantuannya yah genks! Selamat berkontribusi yah teman-teman! And may the best projects win! Penulis : Elisabeth Tan (Kompas Corner) & Sulyana Andikko Fotografer : Errend Cavalera (Kompas Corner) & Sulyana Andikko 0 COMMENTS
LEAVE A COMMENT
MARCH 18, 2016 VINCENTIASULY COMMUNITY DEVELOPMENT, KOMPAS, KOMPAS CORNER UMN, LIFE MOMENTS, SELF DEVELOPMENT, YOUTH PROJECT COMMUNITY, HARIAN KOMPAS, KOMPAS, KOMPAS CORNER, KOMPAS MUDA, MEDIA CETAK, PERSONAL BRANDING, RUMPIN RENCANG, ULTIMAGZ, UMN, YOUTH
How to Improve Your IELTS (pt.1) – Introduction and Listening Well, bagi pemburu beasiwa ataupun profesional yang bekerja di perusahaan multinational, tentu sudah akrab dengan yang namanya IELTS alias International English Language Test System donk yah? Tes ini merupakan salah satu tes wajib mengukur bahasa Inggris selain TOEFL. Tes ini terdapat dua jenis modul yaitu academic untuk keperluan sekolah ke luar negeri dan juga general, biasa untuk keperluan para profesional di perusahaan. Nah blog saya ini akan dibagi menjadi tiga bagian: (1) Introduction and Listening, (2) Reading and Speaking, (3) Academic Writing. Jadi nantikan yang dua lainnya yah setelah ini yang rencananya akan saya terbitkan pada bulan Maret ini juga. So, here we go… Introduction Tentu sudah banyak banget blog yang membahas soal konten-konten IELTS dan sebangsanya, mulai dari komponen listening, reading, writing, hingga speaking. Rasanya gak perlu lah saya membahas terlalu rinci yah perihal ini. Tulisan saya kali ini akan lebih membahas tips saya mempelajari IELTS itu sendiri. Ujian IELTS saya ikuti di British Council (http://www.britishcouncilfoundation.id/tes/ielts/jadwal-tes-biaya-lokasi)pada 23 Januari 2016 dan hasil saya keluar pada 5 Februari 2016 yang saya ambil langsung di kantor British Council di daerah Senopati. Pengambilan IELTS boleh diwakilkan, namun wajib disertai KTP dan nomor peserta pada saat ujian berlangsung. Waktu itu saya membayar Rp 2.7 juta untuk tesnya sendiri, mahalnya tes ini, deadline submission universitas ditambah dengan pencarian beasiswa, membuat saya sangat amat serius mempersiapkan diri. Ketiadaan dana serta pemborosan waktu dan energi, membuat saya tidak bisa berkompromi dengan kegagalan yang mengharuskan saya sampai mengulang kembali. Tidak main-main, universitas yang saya incar, mensyaratkan nilai IELTS band 7.0/9.0 dengan tidak ada aspek yang di bawah band 6.0. Tough and scary at the same time.. Persiapan pun sudah saya lakukan efektif sejak Oktober 2015 sebelum tes, which means I had prepared myself three months earlier, before I finally took the test. Tiba saatnya tes, tes dimulai menurut schedule adalah pada jam 09.00 WIB dan peserta sudah harus hadir pada 07.45 WIB. Saya tiba di sana on time dan betapa kagetnya saya ternyata antrian sudah begitu mengular untuk verifikasi data, titip barang (tidak boleh bawa tas dan handphone ke dalam ruangan tes) dan foto diri. Sambil mengantri, saya baca-baca kembali rangkuman latian dan baru diproses sekitar pukul 08.45 WIB, saya berdiri hampir satu jam! Mayan ya.. Tiba di ujung meja registrasi, bagi peserta yang berkacamata akan dicek oleh petugas, tas semua dititipkan, tidak boleh membawa alat tulis apapun (ujian semua memakai pensil), tidak boleh membawa handphone, dan selanjutnya peserta akan dicocokkan dengan ID yang didaftarkan (KTP/Passport). Setelah semua proses selesai, peserta akan difoto dengan syarat kuping terlihat dan tidak boleh senyum. Jadi keluarkan mukamu paling jutek hahaha.. Anyway, tes dimulai telat dari jadwal karena masih ada peserta yang masih dalam pemrosesan verifikasi data, dan sebagian belum datang, tes pun akhirnya dimulai pada pukul 09.35 WIB, telat 35 menit dari jadwal. Selama menunggu pun, peserta sangat dibatasi pergerakannya untuk ijin ke kamar kecil. Hanya boleh tiga orang per sekali pergi. Dan pada point tertentu, bahkan sudah tidak ada lagi peserta yang diperbolehkan ke kamar kecil, sementara tes juga belum dimulai. Peserta juga tidak diperkenankan mengobrol dengan teman sebelahnya kalau tidak mau diusir ke luar ruangan. Tidak boleh melirik peserta lain, yah boro-boro melirik, waktu mengerjakan soal saja ga cukup. Pengawas ujian sungguh strict akan hal ini, jadi daripada dinyatakan gagal, mending duduk diem anteng saja deh menunggu tes mulai dan gak usah lirik-lirik teman sebelah. Jadi yah, ruangan benar-benar sunyi senyap, beberapa peserta pun saya lihat mengisi waktu dengan.. tidur! Hahaha.. Yah gakpapa juga sih.. Sebagai catatan, beberapa tips berikut saya jalani karena kemampuan bahasa Inggris saya untuk level conversational sehari-hari sudah cukup baik, namun saya tetap merasa perlu mempelajari versi academic writing yang merupakan kelemahan utama saya. Lancar bicara tapi grammar amburadulan istilahnya, not to mentioned, vocabulary richness saya tergolong terbatas pengetahuan sehari-hari. Tapi, selalu ada jalan menuju Roma bukan? Oh iya, untuk overview soal IELTS itu sendiri, saya memutuskan untuk mencoba jasa di Ruang Guru (ruangguru.com) dengan memilih tarif pengajar sebesar Rp 100.000/jamnya. Enaknya sih emang saya tidak perlu lagi kemana-mana karena pengajar akan menghampiri kita sesuai area yang disepakati. Bisa dicoba sih kalau memang kamu punya dana terbatas untuk ikut course yang resmi dari Wall Street ataupun IDP, IALF dan British Council sendiri untuk kursus IELTS dan bahkan hingga simulasi tesnya sendiri seperti apa. Okay, enough with the prolog yah.. Now let’s get down to business.. Listening Listening sendiri akan berdurasi sekitar 40 menit dan terdiri dari 40 soal yang dibagi menjadi 4 bagian. Ada begitu banyak variasi tes ini dari mulai melengkapi tabel, peta jalanan, tata letak ruangan, hingga melengkapi essay dari monologue. Ada baiknya kamu tahu dulu kelemahan kamu di bagian apa. Saat awal latihan dengan bukunya Barron, saya SELALU kesulitan dalam mendengarkan monologue panjang yang tanpa jeda itu, sungguh sulit untuk fokus pada konten, menulis, dan harus mendengarkan British Accent yang kadang tidak ada bedanya sama orang lagi kumur-kumur kalo lagi ngomong.. hahaha.. Jadi, saya selalu jeblok nilainya pada bagian monologue ini deh. Benar-benar memusingkan, apalagi kalau dapetnya diagram proses.. untungnya pas ujian dapetnya soal bentuk lain sih yang relatif lebih mudah dimengerti. Dikarenakan IELTS kebanyakan menggunakan aksen British English, maka saya memutuskan untuk melatih listening skill saya dengan banyak mendengarkan podcast dan radio. Saya memilih radio Beats 1 (http://www.apple.com/music/radio/) besutan Apple dan Dr.Dre untuk saya dengarkan setiap hari menemani waktu kerja, perjalanan, bahkan saat bersiap di kamar mandi. Intinya, hidup saya hanya untuk mendengarkan Beats 1, khususnya sesi Julie Adenuga (https://twitter.com/JulieAdenuga?ref_src=twsrc^google|twcamp^serp|twgr^author) dengan British Accent – nya yang kental itu. Langganan Beats 1 ini Rp 69.000,-/bulan dan memang saya sudah langganan dari sejak pertama kali diluncurkan oleh Apple. Such a bliss deh buat pecinta musik seperti saya.. Buat kamu yang belum berlangganan sama sekali, sila saja dicoba. Apple menggratiskan pengguna awal dengan masa free trial hingga tiga bulan. Lumayan banget kan untuk modal belajar IELTS? Selain itu, di dalam radio itu juga ada banyak aliran radio yang bisa kamu pilih, in between saya suka mendengarkan BBC one radio juga yang udah jelas itu dari Inggris yah bok.. Kalau emang tidak berminat untuk paid subscription, langsung saja di-terminate subscription-nya sebelum akhir bulan ketiga. Oh btw, BBC Radio (http://www.bbc.co.uk/radio) bisa juga kamu dengarkan secara terpisah dengan apps-nya sendiri atau bisa cek di sini. Selain itu, saya juga rajin mendengarkan podcast-nya majalah Monocle (https://monocle.com/). Apps-nya bisa kamu download di iOS dengan nama Monocle 24. Di dalam apps ini, terkandung podcast yang dibagi berdasarkan beberapa tema, selain tentunya juga ada live radio yang bisa kamu dengarkan tanpa biaya sepeser pun alias gretong! Jadi, kamu bisa dengar podcast ini practically anywhere at any given time. No excuse yah kamu skip latian… Tab radionya gampang terlihat saat kamu mengakses langsung websitenya kok (yang kuning).
(https://12sly.files.wordpress.com/2016/03/monocle_radio.jpg) Tampilan tab menu monocle.com Well kamu juga bisa menambah dengan mengearkan audiobook ataupun menonton film tanpa teks yang – kalau bisa – juga mengusung British English. Selamat mencoba! And the result is… Anyway, kunci menjalani tes ini secara psikologis dan fisik hanya dua, FOKUS dan CUKUP TIDUR! Gak usah bergaya begadang di malam sebelumnya dan berkhayal tentang malam sabtu mau hang-out di mana. Fokus kamu cuman satu, kerjakan lembaran tes di depan matamu dengan sebaik mungkin! Tenangkan diri kamu, meditate yourself di kamar mandi atau di mana yang sepi. Take a deep breath dan rasakan napasmu ke luar masuk tubuhmu. It really helped me a lot! Kadang saya memejamkan mata sambil mendengarkan percakapannya, tentu saya overview dulu buku soalnya supaya saya tahu kapan saya harus melek dan fokus mengisi. Banyak sekali jebakan dalam percakapan yang akan kamu dengar nanti, jadi jangan terlampau percaya diri dan terburu-buru mengisi. Kamu akan diberikan kesempatan untuk mengisi di lembar soal, lalu disediakan waktu sekitar 15 menit di akhir sesi untuk memindahkan jawabanmu ke lembar jawaban. Do it carefully yah, karena salah satu huruf saja yah tidak ada kompromi. Kamu akan tetap dinyatakan salah. IELTS saya mendapat 8.5 untuk aspek Listening. It means saya hanya salah 2-3 butir soal dari 40 soal yang disajikan. I felt so lucky sih karena tidak ada soal peta dan tata letak ruang, bisa dipastikan saya akan ga sebagus itu mengingat kemampuan spasial saya cenderung kurang baik.. Next blog, saya akan bahas soal reading dan speaking yah! Good luck! 0 COMMENTS
LEAVE A COMMENT
MARCH 16, 2016 VINCENTIASULY IELTS, LIFE MOMENTS, NETHERLANDS, SELF DEVELOPMENT, SELF-STUDY AUDIOBOOK, BBC, BBC RADIO, BEATS 1, ENGLISH, IELTS, MONOCLE, MONOCLE 24, PODCAST, SCHOLARSHIP
Pentingnya Validitas di Era New Media #TahanJempol
(https://12sly.files.wordpress.com/2016/03/validity-speaks.jpg) Community Meet Up : Validity Speaks session with Kompas Daily at Social Media Week 2016 Seberapa banyak dari kita yang mau repot untuk mengecek berita heboh yang baru kita lihat di media sosial seperti Path, Twitter, Facebook, dll ? Rasanya, naluri pertama jempol kita ini kalo bisa langsung aja share berita heboh yang rasanya faktor pemicu utamanya adalah : biar dianggap kekinian lah! Meh.. Tapi, apa iya berita itu benar adanya? Sumbernya valid gak? Masuk akal gak beritanya? Dengan era new media yang over-flooding informasi seperti ini, rasanya membuat berita yang valid dan palsu bisa dibilang hampir sama mudahnya. Di situlah letak pentingnya media literasi dan sikap skeptis. Kecerdasan individu yang bukan hanya pada tingkat bisa baca tulis loh yah, tapi juga mampu menganalisa dan menginterpretasi konten sebuah berita tersebut benar atau tidak. Sehingga pembaca bisa berpikir sendiri apakah berita tersebut layak atau tidak untuk di-share ke khalayak luas. Sungguh ironis yah saat kita main sembarangan share berita yang belum tentu valid dan menyesatkan, karena media, informasi dan teknologi itu ternyata berpengaruh sekali terhadap perilaku manusia (Croteau & Hoynes, 2014 (https://uk.sagepub.com/en-gb/asi/mediasociety/book239378#description)). Saya percaya bahwa we are what we share (and read). Tidak jarang informasi yang salah dan menyesatkan malah memancing perilaku individu untuk menjadi lebih agresif, saling serang, yang ujung-ujungnya.. apalagi kalo bukan tweet war bahkan baku hantam fisik di dunia nyata? Lebih jauh lagi, di media sosial macam Path saja bisa bales-balesan komen yang menjurus sarkasme! Intelektualitas kita apa iya sudah sebegitu deteriorate-nya dalam boro-boro menginterpretasi dan bersikap kritis, lah wong mengecek kebenarannya saja udah males kok! Sad! Nah, pada 26 Februari 2016 kemarin, kebetulan harian Kompas mendapatkan sesi untuk berbicara mengenai media literasi yang bertajuk “Validity Speaks” sebagai rangkaian acara Social Media Week 2016 (http://socialmediaweek.org/)di The Hall, Senayan City. Yuk simak reportase Herlina Yawang (Editorial Kompas Corner) dan saya berikut ini! Social Media Week bertajukan Validity Speaks with Kompas yang diselenggarakan di Senayan City 26 Februari 2016 silam membawa para peserta seminar untuk menelaah bersama suatu terobosan baru dalam dunia teknologi, dan bagaimana para hadirin yang sebagian besar terdiri dari generasi muda ini dapat memanfaatkan hal tersebut untuk kebaikan bersama. Wisnu Nugroho (https://twitter.com/beginu), selaku Editor in Chief Kompas.com, mengawali acara dengan sebuah pertanyaan “Tanggal 14 Januari ada yang ingat?”, untuk berbagi pengalaman tentang bagaimana membuat sebuah berita itu berdasarkan apa yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Ketika tanggal 14 Januari diganti dengan informasi lokasi kejadian, di kawasan Thamrin Jakarta Pusat, maka ingatan para pendengar akan tertuju pada suatu peristiwa yang mendunia dalam waktu singkat. Penyebaran informasi ini berkaitan erat dengan teknologi atau jejaring sosial yang dimiliki masyarakat. Wisnu menyatakan bahwa dari sekian banyak kabar mengenai ledakan di sebuah pusat perbelanjaan ini, tidak ada yang berani memeriksa kebenaran akan penjelasan-penjelasan yang ada secara terperinci. Pada titik ini terlihat perbedaan yang sangat antara informasi dengan berita. Informasi bersifat luas dan dapat mencakup banyak hal, sedangkan berita adalah produk profesional seorang wartawan. Tentu masih segar dalam ingatan bagaimana media massa pada Januari kemarin mendapatkan sanksi oleh Komisi Penyiaran Indonesia (http://www.kpi.go.id/) karena menyebarkan berita yang tidak akurat perihal lokasi bom. Hal tersebut selain dianggap berpotensi menyebarkan keresahan bagi masyarakat, juga melanggar etika jurnalistik (baca di sini (http://nasional.kompas.com/read/2016/01/14/22583571/Tayangkan.Berita.Hoax.dan.Visual.Tak.Layak.3.Stasiun.TV.Diberi.Sanksi.KPI)). Menanggapi kejadian ini, Wisnu menghimbau wartawan dan masyarakat untuk bersikap tenang dan senantiasa menglarifikasi informasi yang telah diterima dalam menghadapi kejadian serupa. Masyarakat tentu diharapkan untuk memiliki sikap skeptik dalam memilah kabar yang bereda dengan luas dan tidak terkontrol. Dalam kasus Bom Thamrin, setelah kompas.com (http://www.kompas.com/) bersama tim turun ke tempat kejadian perkara pukul 11:30 WIB dan mengumpulkan informasi yang akurat, Kompas dengan berani menampilkan gambar highlight yang telah dipublikasikan dalam Harian Kompas (http://print.kompas.com/). Sikap skeptik dalam hal ini sangat penting untuk membedakan mana berita yang kredibel (voice) dan informasi yang kebenarannya seringkali diragukan (noise). Bagaimana kita mencerna berita dan informasi akan mempengaruhi perilaku dan perspektif kita terhadap sebuah kejadian. Tak hanya terbit di media cetak, berita seperti ini juga sering kali meramaikan portal media digital seperti kompas.com. Dalam seminarnya, Wisnu juga turut memperkenalkan Visual Interaksi Kompas (VIK) (http://vik.kompas.com/), yakni media digital baru yang menyuguhkan berita-berita terpilih dalam satu minggu dan diterbitkan setiap akhir pekan. Dalam wawancaranya bersama Kompas Corner, Wisnu Nugroho mengatakan lebih lanjut bahwa tentu terdapat kemungkinan produk VIK akan menjalin kerjasama dengan mahasiswa yang terampil dalam bidang multimedia di masa mendatang. Berita yang akan disajikan dalam VIK akan menggunakan prinsip multimedia di mana akan memperkuat berita yang telah ada pada media cetak dan terlihat lebih hidup dengan kombinasi animasi yang diberikan. Hal ini semakin memantapkan ruh Kompas media group yang mengusung slogan “Amanat Hati Nurani Rakyat” dengan senantiasa menyajikan reportase berita yang kredibel dan akurat dalam bentuk yang beradaptasi terhadap perkembangan jaman. Saya sendiri sangat menikmati loh bentuk penyajian berita yang interaktif seperti ini, ini merupakan terobosan baru dalam proyek integrasi Harian Kompas, Kompas.com dan Kompas TV! Berita yang terpilih yang telah dikurasi dan disadur kembali ini, memberi warna fresh buat kamu yang suka banget sama visual infografik. I think it’s a really nice innovation! Bravo kompascom! 2 COMMENTS
LEAVE A COMMENT
MARCH 15, 2016 VINCENTIASULY DIGITAL, KOMPAS, NEW MEDIA, TECHNOLOGY CURRATED NEWS, INTERACTIVITY, KOMPAS, KOMPAS.COM, NEW MEDIA, NEWS, VIDEO INTERAKTIF, VIK, WEB
Berbagi Pengetahuan dan Pengalaman Bersama Harian Kompas
Keseruan kunjungan ke Litbang sambil nyanyi hymne UMN (26/2) Well, It’s been a while saya nulis di blog ini yah.. Tahun ini menjadi agak berbeda karena saya mulai ditugaskan memegang seluruh aktivitas operasional Kompas Corner (http://kompasmuda.com/kompas-corner-2/) (KC). Banyak hal yang akan saya lakukan dalam membenahi perlahan KC ini ke depannya bersama dengan 17 anggota tim lain yang juga bersemangat dalam membawa KC ke arah yang lebih baik. KC sendiri merupakan bentuk establishment Kompas di universitas yang hingga saat ini sudah ada di Universitas Multimedia Nusantara dan Universitas Widya Mandala (Surabaya). Di dalam venue ini, bisa dilihat produk Kompas seperti PIKnet (http://pik.kompas.co.id/)yang bisa digunakan untuk pencarian data, bisa juga baca buku terbitan Penerbit Buku Kompas (PBK) (http://buku.kompas.com/Beranda.aspx) dan juga pembelian merchandise Kompas (http://store.print.kompas.com/). Program aktivitas pertama yang kami adakan 26 Februari kemarin berwujud sharing session dan company visit ke Harian Kompas (http://print.kompas.com/) dalam rangka memperingati Hari Pers Nasional yang jatuh setiap bulan Februari. Mungkin awalnya terdengar biasa saja karena company visit sendiri sebenarnya juga sudah banyak dilakukan oleh kampus lain sebelumnya. Tapi, tunggu dulu.. kali ini yang membuatnya berbeda adalah saya memutuskan untuk menambahnya dengan kunjungan ke dapur percetakan Kompas Gramedia agar mereka bisa melihat sendiri proses pencetakan koran Kompas setiap hari yang jumlahnya mencapai 450.000 eksemplar! Isn’t that crazy? Gimana pengalaman para pesertanya? Well, saya menemukan satu blog (http://stefanctw.blogspot.co.id/2016/03/senantiasa-muda-dan-gelisah-bersama.html)yang bisa menjelaskan hal itu. Lalu, Bagaimana perjalanan kami? Well, simak reportase berikut ini yah yang saya tulis bersama dengan Tim Editorial Kompas Corner. Dalam rangka menyambut Hari Pers Nasional yang jatuh pada setiap tanggal 9 Februari, Kompas Corner bekerja sama dengan media pers Mahasiswa Universitas Multimedia Nusantara, ULTIMAGZ mengadakan acara kunjungan perusahaan dan juga berbagi pengalaman bersama tim Redaksi Harian Kompas pada Jumat (26/2), di Ruang Diklat Harian Kompas. Acara yang diikuti oleh 60 orang mahasiswa ini berlangsung dengan lancar dan diikuti dengan antusiasme tinggi oleh peserta. Acara ini tentunya memiliki tujuan utama yang tak lain adalah memperdalam pengetahuan serta pengalaman para peserta di bidang jurnalistik lewat sesi sharing session, kunjungan ke Redaksi dan Litbang Kompas serta melihat proses cetak Harian Kompas sehari-hari. Hal ini tentu akan memperkenalkan Kompas di mata mahasiswa lebih jauh dari bagaimana sebuah rubrik direncanakan hingga proses pencetakan. “Kunjungan ini adalah kesempatan yang baik bagi kita, mahasiswa, untuk menilik lebih jauh mengenai proses bisnis media yang dalam hal ini adalah membedah Harian Kompas,” ujar Hans selaku Ketua Kompas Corner. Ia juga mengungkapkan bahwa dengan diadakannya acara ini, maka diharapkan para peserta mampu memperoleh wawasan baru mengenai industri media cetak. Sebagai informasi, Harian Kompas saat ini merupakan satu-satunya media cetak nasional yang oplahnya diaudit oleh Audit Bureau of Circulation yang merupakan lembaga verifikasi oplah yang berasal dari Inggris (United Kingdom).
(https://12sly.files.wordpress.com/2016/03/lesehan.jpg) Peserta menikmati sharing session dengan gaya santai lesehan (26/2) Oplah cetak Harian Kompas saat ini mencapai 450,000 eksemplar per hari. “Dengan klaim oplah sedemikan besar, para mahasiswa yang hadir akan melihat sendiri apakah itu hanya klaim semata atau kenyataan pada saat melihat kapasitas mesin printing kita pada nanti malam saat koran sudah naik cetak,” ungkap Sulyana Andikko, selaku Program Manager Kompas Corner. Sulyana sendiri sudah tujuh tahun berkarier di Harian Kompas di bawah Divisi Marketing Communication yang bertanggungjawab terhadap kerja sama dengan komunitas relasi. “Kunjungan ke percetakan dan sharing session ini termasuk kesempatan yang terbilang cukup langka, karena tidak semua orang berkesempatan untuk mendapatkan ilmu di bidang jurnalistik langsung dari redaksi Harian Kompas. Di samping itu, mereka juga akan melihat seberapa rumitnya proses pencetakan sebuah koran”, ungkap Suly lebih lanjut. Sudah terbayang akan keseruan kunjungan malam nanti nih!
(https://12sly.files.wordpress.com/2016/03/sly.jpg) Pembukaan oleh Sulyana Andikko selaku Program Manager Kompas Corner (26/2) Setelah sesi kata sambutan usai, acara lalu dilanjutkan dengan pengenalan rubrik Kompas Muda yang dibawakan oleh Budi Suwarna selaku Kepala Desk Kompas Muda (http://kompasmuda.com). Menurutnya, “Kompas muda sendiri merupakan rubrik yang terbuka bagi para siswa-siswi SMA dan mahasiswa untuk ikut aktif dalam menuangkan ide dan pikirannya dalam bentuk tulisan. Hasil karya tulis yang terbaik nantinya akan diterbitkan di Harian Kompas,” ujarnya. Selain memperkenalkan Kompas muda kepada para peserta, ia juga menjelaskan beberapa rubrik yang ia asuh seperti rubrik Muda, Sosok, serta Nama dan Peristiwa. “Untuk rubrik nama dan peristiwa, kami mencari tokoh publik seperti aktor, dan tokoh terkenal lainnya terlebih dahulu, kemudian baru mencari peristiwa yang sedang mereka alami,” terangnya. Sementara itu, rubrik muda lebih membahas mengenai konten-konten kekinian dan modern yang memang sedang digandrungi anak muda. Segmentasi usia pembaca rubrik muda pun lebih dipersempit, mengingat rubrik ini lebih diperuntukkan pada anak muda, yakni sekitar 17-25 tahun. Perihal rubrik “Sosok”, rubrik ini lebih mengangkat tokoh-tokoh inspiratif yang karyanya sudah memberikan dampak positif bari masyarakat sekitar atau khalayak luas. Penggalian rubrik “Sosok” ini lebih mendalam dan individu yang dibahas pun jauh lebih selektif dibandingkan dengan “Nama dan Peristiwa” yang sifatnya lebih bergantung pada momen dan faktor popularitas. Sesi berikutnya dilanjutkan dengan sesi kunjungan ke Litbang Kompas yang terletak di Lt.4 Gedung Kompas Gramedia Unit 2. Mengiringi penjelasan oleh Aritasius Sugiya selaku Asisten Manajer Pusat Informasi Kompas (PIK), para peserta diberikan kesempatan untuk melihat perpustakaan Kompas, dan mengamati bagaimana proses kerja di dalam Pusat Informasi Kompas (PIK). Pria yang sudah lebih dari 20 tahun bekerja di Harian Kompas ini menjelaskan lebih jauh bahwa, “PIK sendiri mencakup berbagai macam data yang diproduksi oleh Kompas dan didokumentasikan dalam bentuk digital. Data yang tersimpan di dalam PIK tentunya akurat dan valid, sehingga mempermudah penulis, termasuk pihak luar yang ingin mencari bahan tambahan untuk penyelesaian karya tulis ilmiah,” ungkapnya. Sebagai catatan perpustakaan Harian Kompas juga mengoleksi puluhan ribu data yang terdiri dari majalah, koran, jurnal, buku dan kliping digital. Hal ini tentu akan membantu sekali bagi mahasiswa yang ingin mencari data, dan tidak perlu jauh-jauh karena akses PIK ini bisa kamu akses di Kompas Corner Lt.2 Universitas Multimedia Nusantara lho!
(https://12sly.files.wordpress.com/2016/03/img_2970.jpg) Kunjungan ke Litbang Kompas (26/2)
(https://12sly.files.wordpress.com/2016/03/litbang_yelling.jpg) Keseruan kunjungan ke Litbang sambil nyanyi hymne UMN (26/2) Sesi yang paling menarik dan dinantikan oleh para peserta ialah sharing session yang dibawakan oleh Sutta Dharmasaputra, selaku Wakil Redaktur Pelaksana Harian Kompas dengan tema konvergensi media. “Seperti yang kita ketahui, kita tengah berada di era globalisasi, di mana saat ini semua informasi mengalir dengan begitu cepat dan deras seolah tanpa kontrol. Banyak portal berita digital yang kini berlomba-lomba untuk menghadirkan berita tercepat kepada para pembacanya. Hal tersebut tentunya akan mempengaruhi eksistensi surat kabar,” terang Sutta. Meskipun portal berita digital unggul dalam segi kecepatan, akan tetapi siapa sangka bahwa surat kabar menghasilkan pendapatan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan portal berita digital. “Tingginya tingkat pemasukan surat kabat sangatlah menarik untuk dikaji, mengingat jumlah pembaca surat kabar lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah pembaca portal berita digital. Secara pendapatan iklan, koran cetak jauh lebih tinggi dibandingkan menggunakan digital sebagai medium beriklan,” ujarnya. Harian Kompas sendiri merupakan surat kabar dengan nilai beriklan yang tergolong paling mahal di Asia Tenggara.
(https://12sly.files.wordpress.com/2016/03/sharing-bersama-sutta.jpg) Sesi bersama Wakil Redaktur Pelaksana Kompas Sutta Dharmasaputra ditutup dengan foto bersama (26/2) Lebih lanjut, konvergensi media ialah sebuah tuntutan yang tidak terhindarkan. Mengapa demikian? Hal tersebut dikarenakan pada banyaknya jumlah masyarakat yang semakin “melek teknologi” dengan perkembangan internet, sehingga memungkinkan mereka untuk mengakses informasi dari mana dan kapan saja. Dengan begitu padatnya aktivitas di ibu kota saat ini, kemudahan dan kecepatan dalam mengakses berita lantas membuat sebagian besar individu kemudian beralih membaca portal berita digital. Hal ini juga turut ditangkap oleh Harian Kompas, “Oleh karena itu, Kompas sendiri perlu bertransformasi ke dalam bentuk digital, agar mampu menjamah pembaca yang melek teknologi secara lebih meluas” ungkap Sutta. Sesi sharing ini ditutup oleh sesi tanya jawab oleh peserta yang masih antusias bertanya walau jam telah menunjukkan pukul 21.00 WIB. Selesai sesi berbagi pengalaman dengan Redaksi Kompas, kemudian lanjut dengan technical briefing sekaligus sosialisasi dari tim Gramedia Printing yang dibawakan oleh Diko selaku Marketing Communication Printing. Sosialisasi dibuka dengan pengenalan singkat tentang Gramedia printing dan tahapan proses percetakan Harian Kompas sebelum akhirnya mengunjungi lokasi percetakan Harian Kompas. “Semoga dengan diadakannya tour printing ini, mahasiswa dapat belajar banyak dan mendapatkan sesuatu yang baru,” ujar Nico.
(https://12sly.files.wordpress.com/2016/03/printing1.jpg) Peserta menyimak penjelasan Diko dari Printing Kompas Gramedia (26/2)
(https://12sly.files.wordpress.com/2016/03/narsis-lorong.jpg) Peserta narsis dulu lah sambil nunggu Printing Tour dimulai (26/2) Rangkaian acara kunjungan pun selesai pada pukul 23.30 WIB yang ditutup oleh Juanda Eka Setiawan selaku Program Director Kompas Corner, ia berharap bahwa, “Semoga kalian mendapat manfaat dalam acara ini dan bagi yang berminat berkarier di media akan semakin kukuh mengejar mimpinya”.
(https://12sly.files.wordpress.com/2016/03/foto-bersama.jpg) Foto bareng wajib pada saat acara selesai (26/2) So, seru banget kan? Jangan lewatkan deh kalo Kompas Corner bikin lagi di tahun depan untuk mahasiswa UMN only. Walaupun bayar Rp 50.000,-/orang, dijamin pengalaman yang kalian dapatkan akan sepadan dengan nilai investasi yang sudah kalian keluarkan. See you next time! Penulis : Elisabeth Tan & Sulyana Andikko Foto : Sulyana Andikko 0 COMMENTS
LEAVE A COMMENT
MARCH 13, 2016 VINCENTIASULY COMMUNITY DEVELOPMENT, KOMPAS, KOMPAS CORNER UMN, LIFE MOMENTS, PEOPLETALK, YOUTH PROJECT KOMPAS, KOMPAS CORNER, MAHASISWA, STUDENTS, ULTIMAGZ, UMN, YOUTH
Is It Really THAT Difficult Applying for Schengen Visa – By Yourself? Visa could cause drama. It can be an exhausted process indeed, but yet for me it’s just one of the fun part of planning my trip. Oh yeah, most of my friends endured additional drama when somehow they had choosen to applied through commercial travel agents. So you will need to consider, whether you want to apply it by yourself or through a travel agent – which it is going to cost you more! (ouch!) Applying visa for me, abides to a simple rule. Which is, follow ALL the procedures ACCORDINGLY. Well, visa is undoubtedly one of the foremost document we all traveler need to acquired before entering certain countries. Well, I am only going to focus on sharing my story when I recently applied for Schengen visa via Netherlands Embassy by myself for tourism purpose. Schengen visa itself is needed for traveler who wish to explore EU countries. For some countries, you can directly making an appointment through the embassy’s website. But for some other, requires you to booked via appointed agent (e.g France through TLS). Anyway, thorough and updated information will be provided on the embassy’s website. Few tips for applying for Schengen are: 1. Apply for visa at the embassy of the country where you first entered or stay the longest. Certainly it would be best if both are the same country. Oh and pay attention also to your transit country, will it be in one of the Schengen territory like, Frankfurt perhaps? If it includes in the EU territory, although you will not staying there, you are still going to pass their immigration. Therefore, apply through German Embassy would be great. Please pay attention, yes? 2. Make sure all the information and procedure provided in the website understood thoroughly. From making an appointment to documents required for the purpose of your traveling. 3. You can start to apply for visa for a minimum two weeks and maximum of 90 days before your departure. So, here’s my story when I applied for Schengen at the Netherlands Embassy… I always managed my visa application individually, I find it interesting and challenging to managed it by my own. It makes traveling more fun since you are going to experience all the process, by yourself! Especially for this particular trip, when I browsed here and there, many travelers said that applying through Netherlands Embassy representative in Indonesia was one of the easiest! First, I checked the Netherlands’s Embassy website (http://indonesia.nlembassy.org/organization/departments/consular-affairs/schengen-visa%5B2%5D/schengen-visa.html)and read thoroughly all the procedures and of course then I prepared the documents required. Well here’s the documents you should be prepared:
(http://beta286.print.kompas.com/muda/wp-content/uploads/sites/67/2015/11/6-urutan-dokumen.jpg) List of Documents – Will be Given When You Arrived at the Embassy 1. Passport Make sure that your passport is still valid for a minimum 3 months by the time you leave the Schengen territory (the case might be longer, depends on the country – check out their websites). 2. Green or Red Form Will be provided from the Embassy itself later on. 3. Appointment Confirmation You are going to received this through your email by the time you had chosen the date and time of the appointment. It is MANDATORY for you to print out the confirmation. Here’s the link (https://jakarta.embassytools.com/en/calendar?gr=no)for individual applicant. Please keep in mind, if you canceled the confirmed appointment for whatever reason, you will NOT be able to make a new appointment for the next three MONTHS! So please do make sure that you are available on the date you requested beforehand. Confirmation Email from the Embassy
(http://beta286.print.kompas.com/muda/wpcontent/uploads/sites/67/2015/11/4-Email-Janji.jpg) Confirmation Email from the Embassy 4. Visa Application Form The form will be send it to you along with the email confirmation of your appointment with the embassy. Completely filled in and two times signed (on page 2 and 3). Confused to fill it? Here (https://ariefitria.files.wordpress.com/2013/11/cara-mengisi-formulir-permohonan-visa.pdf) is some assistance I find it very helpful. 5. Traveling Plan Form (Lembar Perjalanan) The form will be provided from the embassy also. Fill out Netherlands as your longest staying country, make it as make sense as possible. There were some stories that the visa application being rejected because applicants’ did not make Netherlands as their main entry and/or stay-the-longest country. You might attached your draft itinerary (optional) in order to be more convincing. 6. Copy of Travel Insurance Netherland Embassy requires you buy the insurance that valid for the whole period in the Schengen territory that could cover up a minimum coverage of €30.000, – including medical insurance and repatriation cost. Copy of the insurance should be attached to the application and the original insurance should be shown to the embassy. To save you some time, I bought mine from AXA simply for its practicality and competitive price. Click and buy, tada! Sent through your email the next 10-12 hours after you had settled the fee. You might try here (http://www.axa-insurance.co.id/22/en/personal-insurance/travel/smarttraveller). I opted for the Smart Traveler – Platinum which cost me US$ 43 (equals to 588,143 IDR) that covers until 15 days period of travel. Confirmation Email Policy from AXA Insurance
(http://beta286.print.kompas.com/muda/wpcontent/uploads/sites/67/2015/11/3-Confirmed-Insurance.jpg) Confirmation Email Policy from AXA Insurance 7. Copy of Flight Reservation Some of traveler (like myself) might had bought the confirmed ticket already long way before applying for the visa – well you the airlines’ promo kinda’ hard to predict, right?. Though the embassy itself does not making it a mandatory for you to buy the ticket firsthand until you succeed acquiring the visa (nice, huh?). But some, might just booked the unconfirmed ticket. Well, I have no experience in proceeding unconfirmed ticket, but you might find this blog (http://www.jambukebalik.com/2015/02/membuat-reservasi-tiket-pesawat-dummy.html)helpful. 8. Employer Statement Since I am an employee, I need to request for an employer statement which basically confirming three things, which are: 1. I am a valid employee in my company with certain years of work experience 2. Guarantee statement that I am going to BACK to work once I had finished my leisure 3. All cost will be provided by myself 9. Financial Prove Below are some information regarding the financial statement you will be asked to provide: If the applicant is self-funded for this trip then he should have minimal €34 per day (vary according to country’s policy). Which means for me, who stays for 11 days, I just need to prove them that I currently have a minimum of €373 (equals to 6 million IDR) in my bank account/any supporting financial statements. (while most travel agents will be asking you for an insane figure you need to prove which I don’t know understand why). Financial prove can be shown from the copy of bank account / bank book for the last 3 months and / or salary slip for the last 3 months. I have an account at Bank Central Asia, and If you request the bank statement not in your origin bank where you first opened an account (like I did), it would takes three days to proceed (maybe more). But this one customer service who handled me, clever enough to managed it by print it directly from my e-banking account, and have it officially stamped and signed by the Branch Manager. Voila! I can have my bank statement at the same day (Bravo Bella!). Although I am employed, I did not provide them with salary slip though. I think the bank account has proven enough, and it did. 10. Hotel Reservation Hotel Reservation
This might be tricky if you want to stay at relative’s house or via Airbnb there. And some embassy will NOT approved any reservation from sites like booking.com (//booking.com), that has ‘pay later’ feature. So, you need to find hotel/inn that has flexible cancellation policy. I used Holiday Inn Express (http://www.hiexpress.com/hotels/gb/en/reservation? qAdlt=1&qBrs=6c.hi.ex.rs.ic.cp.in.sb.cw.cv.ul.vn&qChld=0&qFRA=1&qGRM=0&qPSt=0&qRRSrt=rt&qRef=df&qRms=1&qRpn=1&qRpp=12&qSHp=1&qSmP=3&qSrt=sBR for my so-called hotel reservation that I can cancel later after they grant the visa if I somehow changed my mind. Anyway, You can see the confirmation email I received below. You can print it directly, easy breezy! Confirmation Email from Holiday Inn Express
(http://beta286.print.kompas.com/muda/wpcontent/uploads/sites/67/2015/11/2-Reservasi-Hotel.jpg) Confirmation Email from Holiday Inn Express 11. Recent Photograph (1 piece) There are so many rules (http://indonesie.nlambassade.org/bijlagen/de_ambassade/afdelingen/consulaire_zaken/paspoorten/vereisten-pasfoto-fotomatrix.html)for taking photograph required by the embassy itself. So when I found out that they are providing photo booth there, I decided to took the photo shoot there. It might saves you some money than risking your photograph you had took outside, being rejected. It cost 50,000 IDR for 4 pieces of photographs. Oh and they also provide a photocopy service if somehow you forgot to copy some necessary documents. Those are the mandatory documents need to be provided, in addition you can add: 1. Family Card [Kartu Keluarga] It is a family card which explains your whole entire family members. However, I did not provide this since I am traveling alone and already over 18-year-old. 2. Itinerary Plan List of your trip itinerary in the country. If your arrival and departure location are the same, although you might go for another countries in the EU, I suggest you make your itinerary just for that one country only. You do not need to get through all the hassle explaining other countries that (https://12sly.files.wordpress.com/2015/11/5-booth-foto-embassy.jpg) you might changed your mind later on. Photo Booth Inside the Netherlands Embassy 3. ID Number Copy of my citizen ID Card and an employer ID Card just to be more convincing. But it is not required by the embassy. So feel free So, after the documents had been prepared accordingly, I went to Netherland’s Embassy at Kuningan on November 3rd 2015 an hour before my appointment started at 10.30am. Oh you do not want to be late for visa appointment of course J we were told to wait outside. We had waited for almost 20 minutes before I asked the security if there is some cafeteria inside where we could sit there and wait. I told them that our appointment is not due until 35 minutes and I am so thirsty and tired waiting outside (with hot temperature also!). Well, he allowed me (thank god!) to wait inside which apparently there is a HEMA Dutch restaurant inside the embassy area. Hence, we need to passed the security check first before entering the restaurant area. By 10.30 we went to the visa area, prep all the documents, being asked a few questions like passport number and the confirmation appointment (printed), and the visa application fee for 850,000 IDR (60 Euros). It needs to be paid in CASH (be prepared!). The security will tick the GREEN FORM that I mentioned earlier. You will received it later on after you finished filling the traveling form and prep all the documents. Afterward, I was given a list of documents, and we must arranged the documents according to the list provided. I took the photograph service (wait for 5 minutes), then put my bag in a locker (you can only carry your wallet inside) then I entered the visa processing room. I waited for like an hour or so (15 peoples were queuing before me). Then my name was called. I had submitted the documents to the staff before they scanned my finger-print. Then, I was given a confirmation form which stated that I can pick up my passport by Thursday. WOW! That fast.. only 2 days of visa process! Cool! it was super fast and easy. By 12.00 noon I had finished all the process and enjoyed my luncheon else where.. So that’s it from me, do experienced the process and I do wish you the best! Chao Wanderlusters! 0 COMMENTS
LEAVE A COMMENT
NOVEMBER 8, 2015 VINCENTIASULY LIFE MOMENTS, NETHERLANDS, SCHENGEN, TRAVELING, VISA APPLICATION, WANDERLUST
Seni dalam Hidup dan Kepemimpinan ala @HandryGE
(https://12sly.files.wordpress.com/2015/10/the-book-launch.jpg) Suasana Book Launching #sharing2 Pada Kamis, 8 Oktober 2015 yang lalu, di Kinokuniya Plaza Senayan telah dilaksanakan sesi audiensi bersama Dr. Handry Satriagio (https://twitter.com/handryge) (CEO General Electric) yang diselenggarakan berkat kerja sama dengan Gramedia Pustaka Utama dan PT Alternative Media Group (AMG). Audiensi ini sekaligus menandai peluncuran buku terbarunya secara resmi yang berjudul #Sharing2. Buku #Sharing2 ini melanjutkan sukses buku pertamanya yang berjudul #sharing di mana dalam buku ini @HandryGE (https://twitter.com/handryge) kembali menampilkan kisah, pemikiran, ide, dan dorongan semangat yang inspiratif. Walaupun konteksnya lebih banyak organisasi, menilik lebih dalam, menurut saya cukup aplikatif dan relatable dalam kehidupan sehari-hari. “Banyak surprise buat saya, dengan terbitnya kedua buku #sharing ini. Buku pertama ternyata mampu mencapai national best seller dalam waktu cukup singkat. Tentunya itu satu hal yang saya syukuri. Akan tetapi, bahwa kemudian saya melihat anak-anak muda menenteng buku tersebut di kampus, lalu ada yang membawanya sebagai bacaan di kereta atau bis umum, dan buku tersebut dijadikan bahan kuliah serta bahan tugas kuliah, that’s beyond imagination!”, ujar Handry Satriago. Dalam buku kedua ini, @HandryGE (https://twitter.com/handryge)melanjutkan pembahasan seputar isu-isu tentang kejadian dalam hidup seperti menjaga asa, menghadapi ujian, mengatasi kegagalan sampai habbit membaca. Basically it’s about living ones’ life. Serta pengalaman serta pembelajarannya dalam memimpin organisasi (leading) seperti kepemimpinan, inovasi, imajinasi hingga pengambilan keputusan, yang kemudian dirangkaikan dengan berbagai pemikirannya. Saya akan menceritakan dua bagian dalam buku ini yang “nendang” banget buat saya sekaligus yang mewakili isu tersebut. Dr.Mulder dan Creative Destruction Hold up. Ini bukan pemeran Dr. Mulder dalam film The X-Files loh ya! tapi merupakan salah satu chapter yang saya sukai dalam buku ini. Dr. Mulder adalah salah satu tokoh inspiratif yang diceritakan oleh @HandryGE (https://twitter.com/handryge). Alih-alih mendapat pencerahan mengenai kondisi fisiknya pada waktu itu, Dr. Mulder justru mengatakan kepadanya “you will never walk again, Handry!”. Dorrr!
(https://12sly.files.wordpress.com/2015/10/book-cover-of-sharing2.jpg)
Book Cover of #sharing2 Terus gimana? Putus asa? Jelas enggak! @HandryGE (https://twitter.com/handryge)awalnya jelas merasa cukup kesal. Namun, Dr. Mulder lantas menjelaskan tentang bagaimana manusia belajar bertahan, melanjutkan dan menikmati hidupnya. Ternyata, yang dilakukan Dr. Mulder saat itu adalah yang dinamakan Creative Destruction (https://en.wikipedia.org/wiki/Creative_destruction) (link wikipedia). Istilah ini dalam menajemen dikenal sebagai revolusi perubahan yang pertama kali dikemukakan oleh ekonom Austria-Amerika, Joseph Schumpeter (https://en.wikipedia.org/wiki/Joseph_Schumpeter) tahun 1942. Bahwa untuk berubah, pola pikir atau proses atau produk lama harus digantikan oleh yang baru dengan dihancurkan terlebih dahulu. Proses creative destruction ini emang tidak enak dan tidak jarang penuh kesengsaraan pada awalnya. Agar sukses, proses ini memerlukan kontinuitas perubahan, perlu ada success story yang disertai endless trial. Menurut saya, ini lebih mengajarkan kita about keeping the faith alive.. Dr. Mulder mengubah cara berpikir @HandryGE yang tadinya menyalahkan dan menunggu (blaming and waiting) menjadi menerima dan memantul bangkit kembali (accepting and bouncing back). Selain menyemangati orang, Dr. Mulder juga membantu orang menggapai kesuksesannya. Which is exactly what a leader suppose to do.. and well, I couldn’t agree more.. Satu kalimat yang buat saya sangat relevan dalam kehidupan sehari-hari dari Dr. Mulder ini adalah “Blaming makes you weak”. Why? Because it is very easy, right? Menyalahkan orang lain atas kondisi yang menimpa kita, adalah hal yang paling mudah. Tapi, juga sekaligus paling salah, karena for the most obvious reason, complaining will not get you anywhere near the solution. Rendah Hati Banyak petikan dalam buku ini yang dapat diambil terkait dengan kepemimpinan. One of The part that I like the most adalah mengenai belajar rendah hati (humble), karena ini termasuk aspek yang continuous learning.. Bagi saya, being smart and knowledgable itu relatif. You can learn from Google, from people you met and all the books in the world. Tapi, kalo udah urusannya hati nih.. ilmunya hanya bisa didapatkan paling murni (baca: dasar) dari ajaran keluarga. Segala urusan menyangkut hati, pasti berujung pada integritas pribadi. Bukan galau loh yah.. Dalam praktik organisasi, tentu beda rasanya saat masih menjadi staf dengan menduduki posisi struktural. It’s a two very different world. Being humble when you have become a leader is truly one of the art that should be mastered endlessly. The tempation of impressing people will be more obvious because you have the power to overule or approve certain decision. But then the question remain.. do you work to impress or express? Pelajaran dari chapter ini menurut @HandryGE, sifat rendah hati merupakan value penting yang harus dimiliki seorang pemimpin. Lack of humbleness will directly effect listening skill, hence it will influence the success of being a leader and self-development process. Otoritas (baca: power) memang bertendensi membuat individu menjadi lebih arogan. Make sense for me, karena tidak semua orang punya kan? It’s scarce and needs to be earn – gracefuly if I might add. Oleh karenanya, dalam pengalaman saya, leader with good heart and humbleness with their authority will strive for their team to be successful together. Handry juga mengemukakan bahwa being a leader juga artinya harus waspada sama bad followers. Followers yang selalu memuji, setuju, dan tak pernah memberi masukan atau opsi-opsi alternatif. Oleh karena itu, ia menyebutkan bahwa ia pun selalu meminta pendapat berbeda dalam setiap diskusi dengan tim. Makin berbeda dengan dirinya (tentu disertai argumen yang jelas), justru semakin menarik perhatiannya. Menurutnya banyak orang yang takut untuk humble karena khawatir dianggap pencitraan dan tidak berwibawa, akan tetapi menurut Handry, “leadership is about being humble. The way we work and achieve goals”. Well can’t argue with that sir.. Lalu bedanya apa pencitraan dan kerendahhatian sejati? Niatnya! Esensi dari rendah hati adalah mencoba untuk memperlakukan orang lain sederajat. Selain itu, rendah hati juga berarti menerima kekalahan dan mengakui kesalahan. Berani mengatakan “I will learn and will try again”. Pemimpin yang humble tidak menyalahkan orang lain atau kondisi ketika salah atau kalah. Oh iya, selama ini saya berpikir berkarya itu sudah cukup bagi seorang karyawan. Itulah kenapa terdapat kata Karya dalam karyawan. Namun, ternyata dalam buku ini juga saya pelajari bahwa, pemimpin yang sejati adalah mereka yang mampu melahirkan pemimpin lainnya. Jadi emang, tugas pengembangan orang lain tidak akan pernah selesai selama kamu jadi pemimpin. Never feel threaten by the success of your subordinate. Karena merekalah, kamu bisa belajar jadi pribadi yang lebih baik juga ke depannya. Paling penting adalah, mengajarkan mereka kesuksesan dengan senantiasa tetap bersikap rendah hati. Well, masih banyak banget pelajaran soal hidup dan kepemimpinan yang dapat kamu petik dari buku ini. Soal imajinasi, berani mengambil resiko, hingga mendobrak keterbatasan yang seringkali terjadi karena diri kita sendiri. Mungkin suatu hari nanti ada satu topik yang akan saya bahas secara lebih mendalam. Apabila kamu aktif dalam berorganisasi di sekolah ataupun di kampus, apalagi sudah bekerja, buku #sharing2 boleh masuk dalam koleksi seri kepemimpinan. Selain cukup light, enak dibaca dan juga straight to the point. Selamat membaca! Semoga terinspirasi yah temans! *)This blog post also published in kompasmuda.com 0 COMMENTS
12sly
LEAVE A COMMENT
OCTOBER 15, 2015 VINCENTIASULY BOOK REVIEW, LEADERSHIP, LIFE MOMENTS, SELF DEVELOPMENT Blog at WordPress.com.